Citra KY Remuk Redam
Pada dasarnya wajar jika hakim, sebagai manusia, menerima hadiah dari teman, sahabat, keluarga, kenalan, atau relasi, asal bukan dari pihak-pihak yang sedang beperkara. Tentu itu harus diperiksa sesama hakim sejawat di pengadilan.
Tetapi, sesungguhnya apa pun bentuknya, pemberian tersebut akan menggoyahkan dan mengganggu imparsialitas serta independensi hakim itu (Frans H. Winarta).
Pada kenyataannya, kini lembaga tertinggi tempat pertaruhan terakhir keadilan itu sudah tidak steril dari suap-menyuap. Belum hilang dari ingatan kita korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Di antaranya pengakuan pengusaha Probosutedjo tentang uang Rp 16 miliar yang dipakai untuk mengurus perkara, mulai pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung. Juga, suap perkara yang dilakukan pengacara Gubernur NAD Abdullah Puteh.
Lalu, ada lembaga baru, Komisi Yudisial (KY). Lembaga itu diharapkan berperan penting untuk memperbaiki citra hakim dan lembaga peradilan di mata publik. Tujuh orang yang menduduki jabatan sangat strategis, yakni Zainal Arifin (mantan hakim), Thahir Saimima, Irawady Joenos, (praktisi hukum), Chatamarrasjid, Busro Muqoddas, Mustafa Abdullah, (akademisi hukum), dan Soekotjo Soeparto (anggota masyarakat), menjadi harapan bagi masyarakat untuk memangku KY ke arah lebih baik.
Selain diisi orang-orang ternama, KY berfungsi sebagai lembaga negara yang kewenangannya memiliki legitimasi yuridis dalam struktur ketatanegaraan. Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 adalah: (i) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan (ii) wewenang lain dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Meski bukan bagian kekuasaan kehakiman, ia bermisi mewujudkan checks and balances. Jawaban atas kegagalan sistem peradilan selama ini.
Namun, semua itu seolah terhapus begitu saja saat salah seorang anggota KY Irawady Joenoes ditangkap KPK dengan dugaan menerima suap Rp 600 juta dan USD 30 ribu dari Direktur PT Persada Sembada Freddy Santoso.
Uang sebanyak itu diduga sebagai ungkapan terima kasih atau fee atas pembelian tanah milik Freddy seluas 5.720 meter persegi di Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Sungguh kita sayangkan. Di tengah banyak harapan publik kepada KY untuk memperbaiki citra hakim, dugaan suap yang melibatkan Irawady telah menampar peradilan.
Pasca tertangkapnya Irawady, Ketua Komisi Yudisial Busro Muqoddas mengadakan jumpa pers untuk memberhentikan sementara keanggotaan Irawady.
Putusan ketua KY tersebut sangat tepat demi menyelamatkan institusi KY dengan asumsi bahwa perbuatan Irawady bukan atas nama lembaga KY, melainkan person yang bersangkutan. Pengadilanlah yang menentukan apakah korupsi Irawady benar-benar inisiatif sendiri atau dilakukan secara sistemik.
DPR Bertanggung Jawab
Tetapi, dugaan suap yang menimpa anggota KY itu juga mengungkap DPR sebagai lembaga politik yang harus turut bertanggung jawab. Bahkan, juga terhadap kebobrokan lembaga-lembaga negara yang banyak tersandung kasus korupsi.
Mengapa DPR harus bertanggung jawab? Sebab, pertama, DPR turut memverifikasi calon-calon pengawas hakim yang akan menduduki KY. Kedua, DPR pula yang menentukan seseorang itu layak atau tidak duduk sebagai hakim pengawas.
Karena itu, ke depan DPR harus jeli, tepat, dan objektif dalam menjaring orang-orang yang akan menduduki jabatan stategis. Peristiwa yang pernah menimpa pejabat publik di negeri ini yang penjaringannya melalui DPR, antara lain, suap yang dilakukan anggota KPU Mulyana W. Kusuma terhadap auditor BPK dan terbaru Wakil Ketua KY Irawady Joenoes.
Kasus tersebut harus menjadi pelajaran berharga bagi DPR. Tidak ada kata selain DPR harus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam menjaring calon-calon pejabat negara. DPR masih punya lagi hajat besar untuk menyeleksi anggota KPU dan anggota KPK yang baru. Semoga DPR tidak lagi melahirkan orang-orang yang berwatak korup.
Akankah KY ciut nyali untuk menjalankan roda kelembagaannya di tengah terpaan bertubi-tubi?
Pascaputusan judicial review UU No 22/2004 dan UU No 5/2004 yang menjadikan KY mandul dalam mengawasi hakim -ditambah tepergoknya Irawady Joenoes menerima suap dari Direktur PT Persada Sembada- sangat mungkin akan menurunkan kepercayaan publik terhadap KY selaku pengawas hakim.
Akankah kita masih percaya bahwa hukum masih bisa ditegakkan di negeri kita?
Zia' Ul Haq, relawan antikorupsi pada Malang Corruption Watch (MCW) di Malang
Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 1 Oktober 2007