Cirus-Poltak Mengaku Tidak Kenal Gayus secara Pribadi

Dua jaksa senior Kejagung, Cirus Sinaga dan Poltak Manulang, kemarin (22/6) diperiksa tim independen. Namun, dua pejabat yang diduga terlibat kasus sindikasi mafia pajak Gayus Tambunan itu tetap kukuh berkelit.

Mereka mengaku tak kenal secara pribadi dengan Gayus maupun orang-orang lain yang tersangkut kasus tersebut. ''Siapa? Gayus? Saya tidak kenal itu Gayus,'' ujar Poltak saat dicecar wartawan di Mabes Polri.

Mantan direktur prapenuntutan Kejagung itu balik menantang agar dikonfrontasi dengan Gayus. ''Tanya ke dia (Gayus), saya tidak tahu dan tidak kenal. Saya orang belakang meja,'' katanya.

Hal serupa diungkapkan jaksa Cirus. Namun, dia tidak banyak komentar saat ditanya soal keterlibatannya. Cirus hanya menggeleng dan tersenyum sambil menjabat tangan wartawan koran ini.

Cirus dan Poltak datang ke Mabes Polri dengan Toyota Fortuner hitam. Cirus mengenakan seragam dinas jaksa cokelat tua dibalut jaket abu-abu, sedangkan Poltak mengenakan safari abu-abu tua. Mereka diperiksa sejak pukul 10.00 dan baru berakhir pukul 17.30.

Sebelumnya, Kamis (10/6), Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengonfirmasi status mereka sebagai tersangka. Namun, kemarin menurut pengacara Poltak, Tumbur Simajuntak, mereka hadir sebagai saksi.

Cirus dan Poltak tersangkut kasus mafia pajak terkait berkas Gayus dari penyidik sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Saat itu, Cirus menjadi ketua tim jaksa peneliti dan Poltak menjadi direktur prapenuntutan Kejagung.

Karena pertimbangan keduanya, penyidik mengurangi pasal dakwaan pada Gayus hanya menjadi penggelapan uang. Itu pun buktinya lemah. Sementara itu, dugaan korupsi dan pencucian uang tidak diikutkan. Karena itu, oleh hakim Muhtadi Asnun (sudah ditahan, tersangka), Gayus divonis bebas.

Tumbur Simajuntak, pengacara Poltak, membantah adanya pengurangan pasal tentang korupsi dan hanya melimpahkan pasal pencucian uang serta penggelapan kepada Gayus. ''Silakan dicek. Dalam surat pengantar yang ditandatangani Pak Poltak untuk dikirim ke Pengadilan Negeri Tangerang, tetap tiga pasal. Enggak ada pasal yang hilang,'' tegasnya.

Dia juga membantah Poltak telah menerima dana atau menyetujui deal-deal tertentu. ''Sama sekali tidak ada,'' ujarnya. Poltak maupun Cirus diberi 20 pertanyaan seputar administrasi perkara kasus Gayus. Yakni, mulai pelimpahan berkas dari penyidik Mabes Polri hingga pelimpahan berkas dari jaksa penuntut ke muka pengadilan.

Awal bulan lalu, dalam penjelasan kepada panitia kerja bidang hukum DPR, Ketua Tim Independen Irjen Pol Mathius Salempang mengungkapkan, berdasar pengakuan Gayus, sudah disiapkan uang suap untuk empat elemen. Yaitu, kelompok pengacara, hakim, polisi, dan jaksa. Untuk setiap kelompok, sudah disiapkan dana gelap Rp 20 miliar yang dibagi rata per Rp 5 miliar.

Kesaksian yang memberatkan Cirus sebenarnya datang dari Kompol Muhammad Arafat Enanie. Penyidik muda itu menyebutkan bahwa Cirus dan Fadil menerima tim penyidik dalam sebuah pertemuan di Café Crystal, Jakarta Selatan, sebelum berkas Gayus dinyatakan P-21 (lengkap). Setelah pertemuan itu, naskah dakwaan dibenahi. Sebab, menurut Arafat, Cirus menyarankan agar pasal yang dikenakan cukup pasal penggelapan. Kesaksian Arafat itu dilakukan secara terbuka pada 5 Mei 2010.

Di bagian lain, kuasa hukum tersangka Maruli Pandapotan Manurung (atasan Gayus), Juniver Girsang, kemarin mendatangi Mabes Polri guna menanyakan alasan penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus Gayus. ''Sampai sekarang kami belum tahu buktinya. Kami hadir meminta keterangan apa yang menjadi dasar untuk menetapkan Maruli sebagai tersangka,'' ujarnya.

Dia menerangkan, jika penetapan kliennya sebagai tersangka dilakukan karena pekerjaan kantor, hal itu dinilai janggal. Sebab, yang diproses Maruli sehari-hari adalah kebijakan Ditjen Pajak. ''Pertanyaannya, apakah seluruh permohonan keberatan yang sudah diterima Ditjen Pajak adalah perbuatan pidana korupsi karena dianggap merugikan negara?'' ungkapnya.

Juniver yang juga pengacara Antasari Azhar itu menilai, tidak ada yang salah dalam putusan kliennya. ''Kalau permohonan wajib pajak itu berindikasi korupsi, kami tidak bisa bayangkan kalau dikabulkan oleh Ditjen Pajak. Berarti seluruh permohonan yang selama ini dikabulkan dikatakan terindikasi korupsi. Itu bisa dikatakan sebagai preseden yang tidak baik terhadap wajib pajak dan Ditjen Pajak,'' tegasnya.

Penyidik sudah dua kali memeriksa Maruli pada 20 dan 21 Mei 2010. Pemeriksaan itu terkait dugaan tindak pidana korupsi keberatan pajak yang diajukan PT Surya Alam Tunggal. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik sempat bertanya tentang penerbitan surat ketetapan pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC). Namun, Maruli membantah mempunyai kewenangan terkait penerbitan surat itu.

Menurut pengakuan Gayus di hadapan penyidik kepolisian pada April 2010, Maruli sebagai kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan I Direktorat Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak menerima USD 1,5 juta dari PT KPC. Ada pun Gayus menerima USD 500 ribu di antara total duit USD 3 juta dari PT KPC, perusahaan Grup Bakrie. Aburizal Bakrie dan kuasa hukum Maruli, Juniver Girsang, telah membantah tudingan adanya kongkalikong soal pajak tersebut.

Kemarin, Juniver juga membantah bahwa Maruli adalah atasan langsung Gayus di Ditjen Pajak. Dia juga membantah Maruli terlibat mafia pajak bersama Gayus. ''Maruli bukan atasan Gayus. Itu fitnah,'' tegasnya.

Menurut dia, Maruli penah menjadi penjabat sementara kepala sub penelaah dan keberatan banding pada 2007-2008. Dalam hal ini, Maruli dan Gayus hanya bekerja sama dalam satu kasus. ''Yakni, kasus penelaahan permohonan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal sebesar Rp 290 juta,'' katanya. (rdl/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 23 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan