CICAK: Polri Jangan Terjebak Testimoni Antasari
GERAKAN Cinta Indonesia Cinta KPK (CICAK) menilai surat testimoni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar sebagai bagian dari skenario usaha pelemahan KPK. Koalisi sejumlah LSM pendukung KPK itu meminta pihak kepolisian bersikap profesional dan hati-hati dalam menindaklanjuti testimoni Antasari.
CICAK: Polri Jangan Terjebak Testimoni Antasari
by : Melati Hasanah Elandis
"Penyidik Polri jangan gegabah dalam menindaklanjuti kasus yang hanya mengandalkan bukti seadanya dan lemah apalagi melanjutkan hingga ke proses penyidikan dan menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka," kata Manager Komunikasi Transparency International Indonesia (TII), Soraya Aiman dalam jumpa pers yang digelar di kantor TII Rawa Barat, akhir pekan kemarin.
Apabila proses penyidikan tetap dilanjutkan dan ternyata tidak terbukti, tambah Soraya, hal itu bukan hanya mencoreng kredibilitas Polri tapi juga menimbulkan kecurigaan publik bahwa institusi penegak hukum telah diperalat untuk menghancurkan KPK.
Testimoni yang diungkap oleh Antasari berdasarkan pada keterangan orang lain yakni tersangka dugaan suap kasus pengadaan alat komunikasi di Departemen Kehutanan, Anggoro Wijaya. Dalam istilah hukum, kesaksian Antasari itu dikenal sebagai testimonium de auditu dan tidak layak dijadikan alat bukti berdasarkan pasal 185 ayat 1 KUHAP.
Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo juga menyangsikan pengakuan Anggoro perihal suap kepada pimpinan KPK. Pasalnya, selama ini nama KPK banyak disalah gunakan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan pribadi. "Anggoro bukan orang yang langsung kasih uang suap ke pejabat KPK, tapi ia melalui orang. Mungkin saja Anggoro ditipu oleh orang itu dan bilang uang suap itu dikasih ke pimpinan KPK," kata Adnan.
Lembaga sipil publik lainnya yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) justru melihat kalau testimoni itu lebih kuat sebagai alat bukti untuk mempidanakan sang komisioner KPK non aktif. Testimoni itu dapat membuktikan bahwa Antasari melanggar pasal 36 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun.
Menurut ICW, pertemuan Antasari Azhar dengan Anggoro Wijaya di Singapura bisa terjadi karena pengawasan internal di KPK yang masih lemah. Pengawasan internal dinilai masih belum menyentuh jajaran pimpinan KPK. Pengawasan di dalam tubuh komisi antikorupsi masih sebatas di level pegawai biasa. [by : Melati Hasanah Elandis]
Sumber: Jurnal Nasional, 10 Agustus 2009