Chandra Hamzah Temui Pengacara Boedi Sampoerna dan Menkeu Sri Mulyani

Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Chandra Hamzah menemui pengacara Boedi Sampoerna sekaligus Menkeu Sri Mulyani, Arief T. Surowidjojo, pada Selasa malam (6/4). Dalam pertemuan di Puri Imperium, Jakarta, itu, Chandra ditemani mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Setelah ramai diberitakan, pim­pinan KPK membantah adanya pertemuan tersebut. Namun, be­lakangan kolega Chandra di KPK mengakui terjadinya tatap muka yang rawan pelanggaran kode etik itu. Wakil Ketua KPK M. Ja­­sin menegaskan, pertemuan itu atas izin pimpinan KPK yang lain. ''Pak Chandra sebenarnya telah menyampaikan ke pimpinan lain melalui e-mail (rencana pertemuan tersebut),'' kata Jasin di ge­dung KPK kemarin.

Jasin mengungkapkan, e-mail ter­sebut berbunyi, ''Memang saya (Chandra) ingin bertemu tim pe­ngacara Bibit-Chandra, terkait de­ngan praperadilan yang menyang­kut dirinya sendiri maupun Bibit''.

Pimpinan KPK lantas mengizinkan. ''Saya bilang, silakan Pak,'' kata Jasin. Selain menjadi pengacara Boedi, Arief merupakan salah seorang pengacara Bi­bit-Chandra dalam kasus kriminalisasi pimpinan KPK. Menurut Jasin, pertemuan terse­but tidak menyalahi aturan, se­ka­li­pun Chandra menemui kuasa hu­kum. Sebab, kuasa hukum yang dite­mui adalah tim pengacara Bibit-Chandra. Apalagi, lan­jut dia, yang dibahas seputar praperadilan yang menyangkut kasus Bibit-Chandra.

Dia juga mengatakan tidak per­lu adanya tim pengawas dalam pertemuan tersebut. Sepanjang hasil pertemuan sudah dilaporkan kepada para pimpinan dan tidak ditemukan perbedaan kepenti­ngan (conflict of interest), tidak per­lu ada pengawasan. Ketika di­­tanya kemungkinan adanya pembicaraan kasus Bank Century dalam pertemuan itu, Jasin membantah. ''Itu tidak benar,'' tegasnya.

Menanggapi kekhawatiran pu­blik adanya benturan kepenti­ngan, penasihat KPK Abdullah Hehamahua menuturkan, Chan­dra akan memilih mundur jika ditengarai ada perbedaan kepentingan. "Tapi, itu baru usul Chandra, belum dibi­carakan lebih lanjut,'' ujar Abdullah.

Terkait kasus Bibit-Chandra, advokat senior O.C. Kaligis dalam buku barunya menilai ada logika hukum yang tidak berjalan pada penanganan kasus tersebut. Yakni, alasan kejaksaan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP). Dalam penghentian kasus tersebut, kata dia, desakan publik lebih dominan daripada alasan formal.

Kaligis minta aparat membuka lagi kasus Bibit-Chandra. Hal itu sekaligus untuk membersihkan ber­bagai markus, sebagaimana kasus Gayus Tambunan. "Kalau mau di­bersihkan, kasus tersebut dibuka kembali,'' kata Kaligis, kemarin.

Kunci kasus tersebut terletak pada Yulianto yang diduga mene­rima duit dari Ari Muladi dan di­klaim menyalurkan uang itu kepada dua pi­m­pinan KPK. Sosok Yulianto hing­ga kini masih misterius. ''Selain itu, aparat dapat me­ngorek lebih jauh sejumlah ahli untuk membuat terangnya perkara,'' jelasnya. (ken/aga/c4/agm)
Sumber: Jawa Pos, 9 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan