Cek Perjalanan; Sedekah dan "Miss Pelupa"

Siang itu, Selasa (13/4), Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, yang biasanya angker, kuyup dengan gelak tawa. Para pengunjung mendapat hiburan segar saat para mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat bersaksi dalam sidang dugaan penyuapan setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom.

”Saya tidak menerima cek perjalanan itu, Pak Hakim,” kata Urai Faisal Hamid, mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), saat bersaksi untuk terdakwa Endin AJ Soefihara.

”Lalu, kenapa Anda mengembalikan uang kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kalau tidak terima?” tanya ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor, Juprihadi.

”Saya kembalikan uang karena ikut Sofyan Usman (politisi PPP) yang mengembalikan uang. Sungguh, demi Allah, saya tidak terima sepeser pun,” katanya.

”Tadi kan sudah disumpah. Tapi, jika terbukti melakukan sumpah palsu, tua-tua juga bisa jadi terdakwa. Anda anggota Dewan, saya kira intelek, masak karena dipengaruhi orang lain, lalu mengembalikan uang yang tidak pernah diterima sebelumnya?”

Urai kembali ngotot. ”Waktu diperiksa KPK, mereka menyuruh saya membawa pulang uang itu. Lalu saya bilang, enggak usah, lah. Kalian ambil untuk disedekahkan kepada fakir miskin,” katanya.

Mendengar jawaban itu, ruangan sidang pun bergemuruh oleh tawa. ”KPK bukan lembaga seperti itu (penyalur bantuan),” kata Juprihadi, tersenyum.

”Miss Pelupa”

Lain Urai, lain pula Sumarni, sekretaris Nunun Nurbaeti, yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa politisi Partai Golkar, Hamka Yandhu. Begitu tahu yang menjadi saksi Sumarni, ketua majelis hakim, Herdin Agustin, spontan mengatakan, ”Wah, Anda ’Miss Pelupa’ itu, ya?”

Dalam sidang sebelumnya, yaitu pada 5 April 2010, Sumarni menjawab hampir semua pertanyaan hakim dengan kata ”lupa”. Dan, siang itu, Sumarni masih menggunakan jurus yang sama.

Sumarni, yang tak bisa mengelak karena identitasnya tercatat dalam transaksi perbankan, memang mengakui, dia telah mencairkan cek perjalanan sebanyak 20 lembar senilai Rp 1 miliar.

Namun, saat hakim Andi Bachtiar menanyakan, siapa yang memerintahkan pencairan itu, Sumarni dengan santai menjawab lupa. Saat didesak, dia kemudian menyebutkan, ”Yang beri perintah direksi (PT Wahana Esa Sejati).”

Siapa direksinya? ”Ada dua. Kalau tidak Nunun, ya Syukri.” jawab Sumarni.

Lalu, hakim Andi Bachtiar pun bertanya, ”Nunun laki-laki atau perempuan?”

”Perempuan,” jawab Sumarni.

”Apakah Anda ingat suara yang menyuruh mencarikan itu laki-laki atau perempuan?” hakim kembali bertanya.

”Kalau itu lupa,” jawab Sumarni.

Sumarni juga mengaku lupa kepada siapa cek perjalanan yang telah dicairkan itu diberikan. Dia juga mengaku tak memiliki tanda serah terima penyerahan uang Rp 1 miliar itu. ”Masak uang Rp 1 miliar tidak ada catatan tanda terima,” kata hakim Naning. ”Anda ceroboh sekali sebagai sekretaris dirut.”

Mendapat jawaban-jawaban serba lupa dari Sumarni, hakim Andi pun mengatakan, ”Minta rekomendasi masuk rumah sakit sana!”

Rupanya, sakit lupa bisa menular ke mana-mana. Setelah atasannya, Nunun Nurbaeti, menolak panggilan untuk bersaksi dengan alasan sakit lupa berat, Sumarni pun terjangkiti penyakit lupa.... (Ahmad Arif)
Sumber: Kompas, 14 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan