Catatan Atas Visi Pendidikan Capres dan Wapres:

Kampanye capres/ cawapres hampir selesai. Mereka telah menabur janji-janji. Bagaimana visi pendidikan para pasangan capres/ cawapres ini? Berikut press release Koalisi Pendidikan yang mencoba menilai visi mereka soal pendidikan.

Catatan Atas Visi Pendidikan Calon Presiden dan Wakil Presiden
“Judul Tanpa Isi”

Selama masa kampanye, tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden menebar banyak janji berkaitan upaya perbaikan pendidikan nasional. Mulai dari merealisasikan sekolah gratis, menghapus Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Ujian Nasional, memperbaiki kurikulum dan sarana belajar mengajar, hingga meningkatkan dan mengefektifkan penggunaan anggaran pendidikan.

Pendidikan memang kunci untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Para pendiri negara bahkan memasukkan kalimat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Mereka meyakini hanya dengan pendidikan Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan akibat penjajahan.

Akan tetapi setelah merdeka pendidikan tidak dijadikan sebagai prioritas. Setiap pemerintahan cenderung menjadikannya sebagai komoditas untuk menopang kekuasaan. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Orde Baru. Pendidikan digunakan sebagai alat indoktrinasi melalui kebijakan penyeragaman.

Begitu pula pada masa pemerintahan reformasi. Walau pendidikan menjadi salah satu agenda utama tuntuan reformasi, akan tetapi belum ada langkah kebijakan maupun langkah konkrit semua pemerintah-termasuk pemerintahan Megawati Soekarno Putri dan Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, untuk melakukan perubahan mendasar dalam pendidikan nasional.

Akibatnya, kondisi pendidikan nasional terus menerus bergelut dengan masalah-masalah mendasar. Mulai dari gedung sekolah yang tidak layak pakai, kualitas guru yang rendah, minimnya sarana belajar mengajar, hingga korupsi yang membuat biaya pendidikan makin mahal.

Pemerintahan baru yang akan dipilih melalui pemilihan presiden pada 8 Juli 2009 diharapkan mampu membawa perubahan dan perbaikan bagi pendidikan nasional. Sebab kunci reformasi pendidikan sangat tergantung pada komitmen yang ditunjukan oleh visi maupun agenda aksi pemerintah baru.

Agenda Pendidikan Calon Presiden
Tawaran ketiga pasang calon presiden dan wakil presiden dalam upaya perbaikan pendidikan pada dasarnya tidak jauh berbeda. Paling tidak ada dua agenda utama yang dijanjikan akan diusung. Pertama, membuka akses pendidikan bagi semua kelompok warga; Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan bagi semua kelompok warga.

Berikut beberapa agenda dan program aksi calon presiden dan wakil presiden dalam bidang pendidikan:

1.    Pasangan Megawati – Prabowo
Dalam upaya membuka akses pendidikan, pasangan Mega-Pro menyatakan akan menjamin pendidikan yang terjangkau dengan membebaskan biaya pendidikan hingga sekolah menengah atas. Pada tingkat perguruan tinggi akan menyediakan fasilitas kredit untuk mahasiswa kurang mampu yang potensial melalui skema perbankan

Tawaran pasangan Mega-Pro dalam upaya membuka akses pendidikan adalah dengan menjamin keadilan antar wilayah dengan membangun fasilitas dasar dan penunjang yang sesuai standar di semua daerah, memberikan insentif yang lebih besar bagi guru dan tenaga pendidik, terutama di daerah terpencil, serta mnghapus pajak buku pelajaran dan menghentikan model penggantian buku pelajaran setiap tahun.

Sedangkan upaya meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan adalah melakukan reformasi politik pendidikan dengan memperbaharui kurikulum agar lebih berorientasi pada pengembangan potensi anak didik, penguatan karakter nasional lewat materi kebudayaan dan pendidikan humaniora serta menghapus ujian nasional dan menetapkan kenaikan otomatis serta mejamin akses internet di sekolah dan menyediakan paling tidak 3 komputer di sekolah dasar, 10 komputer di sekolah menengah pertama dan 30 komputer di sekolah menengah atas

2.    Pasangan SBY-Boediono
Pasangan SBY-Boediono menawarkan pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Pendidikan gratis atau terjangkau ini tidak hanya dilakukan dengan sekedar membebaskan murid dari SPP tetapi juga dari pungutan lain seperti buku wajib atau kegiatan praktek ekstra kurikulum.

Langkah lain adalah meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.

Sedangkan berkaitan dengan kualitas akan dilakukan perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.

3.    Pasangan JK-Wiranto
Pasangan JK-Wiranto tidak berbeda dengan dua pasangan lainnya. Agenda yang diusung adalah meningkatkan penyediaan pendidikan yang terjangkau melalui anggaran yang memadai, meningkatkan kualitas pemerataan pendidikan melalui sistem evaluasi yang proporsional, serta mempertegas pendidikan kejuruan melalui diversifikasi keahlian.

Janji Tanpa Visi
Agenda pendidikan yang ditawarkan oleh ketiga pasang calon presiden dan wakil presiden sangat mengecewakan

1.    Tidak menyentuh esensi
Secara umum tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak memiliki visi yang jelas dalam pendidikan. Sama seperti pemilihan umum sebelum-sebelumnya, yang ditawarkan baru sekedar janji-janji terutama berkaitan dengan isu-isu populis seperti sekolah gratis, ujian nasional, kenaikan alokasi anggaran pendidikan.

Agenda yang ditawarkan hanyalah program-program untuk menyelesaikan masalah ‘di depan mata’. Sedangkan blue print pendidikan untuk menentukan arah, sistem, dan strategi menjalankan kebijakan pendidikan nasional justru tidak ada. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ketiga pasang calon presiden dan wakil presiden tidak serius untuk melakukan reformasi pendidikan.

2.    Janji sulit direalisasi
Beberapa kebijakan yang dijanjikan oleh calon presiden dan wakil presiden seperti sekolah gratis hingga Sekolah Menengah Atas dan meningkatkan kesejahteraan guru, sulit direalisasikan. Sebab, anggaran untuk mendukung sangat tidak memadai. Klaim pemerintah mengenai anggaran 20 persen sudah memasukan gaji pendidik dan pendidikan kedinasan sehingga dengan alokasi anggaran yang ada sulit terjadi perubahan yang mendasar dalam penganggaran pendidikan.

Calon presiden dan wakil presiden sepertinya mengulangi sikap sebelumnya, tidak memiliki komitmen serius untuk mereformasi pendidikan. Sebaliknya, mereka menjadikan pendidikan sebagai komoditas untuk ‘mendongkrak’ suara dalam pemilihan umum.

3.    Pendidikan Sebagai Hak dan Kewajiban
Belum ada penegasan di antara para calon presiden dan wakil presiden bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, tanpa terkecuali mereka yang kekurangan secara ekonomi maupun mereka yang berkebutuhan khusus. Pendidikan sebagai hak mengandung implikasi bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana dasar yang diperlukan untuk pendidikan berkualitas yang bisa diakses semua warga negara.

Oleh karena itu sekolah-sekolah publik, sampai tingkat perguruan tinggi, harus dijaga agar tetap murah dan terjaungkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Komersialisasi perguruan tinggi negeri mengakibatkan semakin banyak masyarakat dari kalangan bawah yang tidak memiliki akses ke perguruan tinggi. Skema kredit perbankan atau beasiswa tidak cukup untuk menjawab persoalan ini.

4.    Perbaikan kelembagaan dan menteri pendidikan
Departemen pendidikan nasional sebagai penanggungjawab utama penyelenggaraan pendidikan posisinya telah berubah dibanding beberapa tahun lalu. Dari sisi anggaran, depdiknas merupakan departemen pengelola uang terbanyak dibandingkan lembaga negara atau departemen-departemen lain.

Karena itu, menteri pendidikan sebagai pimpinan depdiknas tidak lagi diposisikan sebagai ‘hadiah’. Mendiknas justru akan menjadi target partai politik. Upaya ‘dagang sapi’ antara partai politik dengan calon presiden dan wakil presiden sudah dilakukan sebelum pemilihan presiden dimulai.

Selain itu, tidak ada satu pun pasangan yang menawarkan reformasi internal penyelenggara pendidikan terutama depdiknas. Relasi yang timpang ditambah tata kelola yang buruk membuka peluang bocornya anggaran untuk mendukung program pendidikan bocor di tengah jalan.

Jakarta, 25 Juni 2009
Koalisi Pendidikan

1.    Lody Paat        : 0818710505
2.    Bambang Wisudo    : 0811932683
3.    Ade Irawan        : 081289486486

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan