Calon Pemimpin Komisi Antikorupsi

Pekan lalu, Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengumumkan 222 nama yang lulus verifikasi tahap pertama yang memenuhi persyaratan administratif calon (bakal calon) pemimpin KPK. Pendaftaran pemimpin komisi ternyata tercatat mencapai lebih 500 nama, bahkan terdapat nama pendaftar yang telah genap berusia 80 tahun. Mudah-mudahan ini bukan fenomena mencari jabatan atau popularitas, melainkan ekspresi kemarahan rakyat untuk ikut berperang melawan korupsi.

Namun, di sisi lain, dan ini ironisnya, banyak tokoh yang dikenal berintegritas, lugas, dan memiliki keberanian tidak mendaftarkan diri menjadi bakal calon panglima perang (pemimpin KPK). Kekhawatiran tersisih/disisihkan pada taraf seleksi adalah wajar, namun niat suci berperang melawan korupsi tidak boleh surut dengan tidak mendaftar. Mereka sama saja sebagai pengecut alias pecundang, sebab menjadi pemimpin KPK adalah panggilan patriotik bangsa--terlepas dari segala kekurangan KPK itu sendiri.

Komisi ini merupakan harapan terakhir yang riil dan legalistik dalam pemberantasan korupsi yang kolosal. Komisi ini akan menghadapi perang besar, yaitu korupsi yang merupakan buah dari nafsu (keserakahan) yang sudah meluas dan sistematis. Satu hal penting, di antara 222 nama bakal calon yang tidak populer tidak boleh diabaikan begitu saja, karena siapa tahu di antaranya terdapat satrio piningit. Karenanya, penegasan Romli Atmasasmita, Ketua Panitia Seleksi, untuk tidak terpengaruh dengan popularitas seseorang menjadi relevan adanya.

Berkaitan dengan pencarian pemimpin KPK, ada beberapa hal yang harus diperjelas kembali seseorang dapat terpilih menjadi 10 calon pemimpin KPK menurut syarat yuridis Pasal 29 UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beberapa hal tersebut dapat dideteksi guna terpenuhinya kumulatif syarat, selain makalah yang disampaikan sang calon ke panitia seleksi sebagai bagian evaluasi keahlian dan pengalaman mereka.

Pertama, 10 calon pemimpin KPK harus sudah memenuhi semua syarat yuridis menurut Pasal 29 UU KPK. Kedua, terdapat syarat administrasi pendaftaran surat keterangan dokter dan bebas narkoba yang diminta oleh panitia seleksi sebagai bagian syarat sehat jasmani dan rohani.

Namun, keterangan ini bisa subyektif, karenanya pada tahapan seleksi selanjutnya, sebaiknya bakal calon ini diperiksa ulang kesehatan jasmani dan rohaninya oleh tim dokter independen/profesional. Tim dokter inilah yang merekomendasikan nama bakal calon yang dapat dipilih menjadi calon pemimpin KPK. Sebab, jangan sampai, baru beberapa minggu bertugas, sudah harus pasif karena suatu penyakit yang membuat kinerja KPK tidak efektif.

Ketiga, calon/pemimpin KPK tidak haruslah seseorang yang memiliki keahlian super di bidang hukum, ekonomi, keuangan, dan/atau perbankan. Syarat keahlian super sebenarnya berada pada porsi empat orang tim penasihat yang diangkat oleh KPK sendiri nantinya. Fungsi tim penasihat ini memberi nasihat dan pertimbangan sesuai dengan kepakarannya dalam pelaksanaan tugas dan wewenang KPK (Pasal 23). Kepakaran super tim penasihat ini dapat terbagi dalam empat bidang, yaitu hukum, ekonomi, keuangan, dan/atau perbankan.

Keempat, pemimpin KPK yang pertama dan utama adalah memiliki super integritas moral dan reputasi yang baik. Integritas dapat diteropong dengan bantuan mekanisme psikologi menyangkut kepribadian. Keahlian yang cukup dengan kepribadian yang unggul jauh lebih bagus dibanding keahlian yang unggul tetapi kepribadian yang tidak unggul. Namun, apabila keahlian unggul dan kepribadian unggul melekat dalam satu pribadi, tentu bakal calon seperti inilah yang terbaik.

Karenanya, peran tim pendukung psikologi panitia seleksi KPK diharapkan sangat membantu menilai bakal calon pemimpin KPK. Meski hasil tim psikologi tidak mengikat buat keputusan panitia seleksi, rekomendasi tersebut ditempatkan pada posisi yang preferen. Tim psikologi diharapkan dapat membantu sebagai bagian dari penelitian mendalam dan komprehensif akan integritas dan potensi manajemen kerja bakal calon tersebut.

Peran LSM menjadi signifikan yang diharapkan melakukan investigasi eksternal, memberi masukan kepada panitia seleksi akan reputasi dan integritas bakal calon tersebut, didasarkan atas kesepahaman elegan berdasarkan Pasal 31 UU KPK bahwa proses pencalonan dan pemilihan anggota KPK dilakukan secara transparan.

Kelima, syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Perbuatan tercela biasanya menyangkut pelanggaran kaidah sosial, atau kode etik institusional. Tentunya sulit menentukan di antara ratusan bakal calon yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Karenanya, jika ditemukan/indikasi dari tanggapan masyarakat di antara para bakal calon pernah melakukan pelanggaran kaidah sosial atau kode etik, di sinilah proaktifnya panitia seleksi serta bantuan investigasi eksternal menjadi kebutuhan mendasar guna mendapatkan data, saksi, dan/atau korban.

Mengadopsi prinsip hukum satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis), maka jika terdapat dua saksi/korban, dan disertai minimal satu alat bukti lain yang sangat bisa dipertangungjawabkan guna menghindari fitnah, bakal calon seperti ini tidak layak dipertimbangkan lebih lanjut oleh panitia seleksi. Para saksi/korban ini harus dilindungi identitasnya guna menghindari gugatan balik pencemaran nama baik/teror/intimidasi dari bakal calon tersebut. Ketentuan ini berkaitan erat dengan syarat reputasi yang baik dari para bakal calon tersebut.

Keenam, syarat kejujuran. Jika syarat administratif menyangkut surat pernyataan bukan pengurus parpol kemudian bakal calon tersebut ternyata masih pengurus parpol di saat waktu seleksi, ia tidak layak dipertimbangkan lebih lanjut. Proses pendaftaran saja sudah tidak jujur, apalagi jika menjadi pemimpin KPK. Ketidakjujuran adalah fundamen dari korupsi.

Terakhir, syarat mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan tentang pelaporan kekayaan penyelenggara negara adalah UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Setiap penyelenggara negara berkewajiban melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat (Pasal 5 angka 3).

Penyelenggara negara adalah pejabat negara lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara yang lain, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, dari 222 bakal calon yang terdeteksi adalah mantan/penyelenggara negara kemudian ditemukan tidak mempunyai data atau memiliki data namun negatif menurut Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), maka bakal calon seperti ini juga tidak layak dipertimbangkan lebih lanjut. Ada beberapa dasar yuridis menggugurkannya, yaitu tidak melaporkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak jujur, dan bereputasi buruk.

Syarat Pasal 29 UU KPK ini memang ketat adanya dan imperatif dipenuhi 10 calon pemimpin KPK. Karena, lima di antaranya yang dipilih menjadi pemimpin KPK oleh DPR adalah orang-orang yang mendeterminasi hidup-matinya bangsa ini. Meminjam istilah Frans Magnis Suseno dan A. Syafii Maarif, mereka inilah yang diharapkan menjadi penghalang agar bangsa ini tidak masuk jurang!(A. Irmanputra Sidin, Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum UKI, Jakarta)

Tulisan ini diambil dari Koran Tempo,Kamis, 30 Oktober 2003

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan