Cairkan dana purnabakti dengan naikkan gaji 100%; Dewan Jateng dinilai miliki penyakit kleptomania

Pengamat sosial dan politik Universitas Katolik Soegiyopranoto (Unika) Semarang Andreas Pandiangan menyatakan sikap DPRD Jateng yang menaikkan anggaran pendapatan atau gajinya sampai 100% tidak etis. Dia menilai bahwa anggota Dewan memiliki sifat kleptomania.

”Tindakan ini sangat memalukan. Terkesan anggota Dewan mencari uang pesangon menjelang akhir masa jabatannya,” kata dia kepada wartawan di Semarang, Selasa (25/5).
Menurut dia, modus yang dilakukan Dewan itu prinsipnya sama dengan pencairan dana purnabakti atau uang pesangon. Padahal, dana tersebut dulu sempat dianggarkan APBD 2002 dan kemudian dibatalkan oleh Dewan. Hal itu menunjukkan Dewan memang memiliki penyakit kleptomania yang sulit dihilangkan. Terbukti menjelang berakhirnya masa jabatan masih berupaya mengambil uang rakyat.

”Mestinya anggota DPRD Jateng menyadari bahwa selama ini mereka sebenarnya tidak memiliki prestasi patut dibanggakan. Hingga diakhir jabatannya dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya,” ujar dia.

Untuk itu, Andreas mengajak segenap kekuatan masyarakat melakukan penekanan untuk menolak rencana kenaikan gaji anggota DPRD Jateng tersebut. ”Kenaikan itu kan masih berupa draf pada perubahan APBD 2004 sehingga masyarakat perlu menolak rencana tersebut,” tegas dia.

Seperti diberitakan (SOLOPOS 25/5) menjelang berakhirnya tugas DPRD Jateng periode 1999-2004 diketahui telah menaikkan anggaran pendapatan atau gaji cukup fantastis mencapai 100%. Anggaran yang semula sebesar Rp 5,67 miliar meningkat menjadi Rp 10,59 miliar dalam perubahan APBD 2004.

Korupsi
Adanya kenaikkan anggaran sebesar Rp 4,91 miliar tersebut menurut Kepala Bidang Investasi dan Monitoring Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng Boyamin patut diduga merupakan taktik dewan mencairkan dana purnabakti atau uang pesangon.

Sementara itu, pengamat sosial dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Amirudin mengatakan, perbuatan DPRD Jateng itu dapat digolongkan dalam korupsi konstitusional. Sebab Dewan telah membuat peraturan yang bukan untuk kepentingan rakyat, namun justru untuk kepentingan pribadi sehingga hal tersebut bisa dianggap telah merugikan rakyat dan negara. ”Tindakan Dewan melanggar hukum, karena telah melakukan korupsi konstitusional,” ujar dia.

Sementara Ketua FAN DPRD Jateng Tjipto Subadi menegaskan dana purnabakti Dewan tidak ada. Hal itu telah dikatakan Wakil Ketua DPRD Jateng beberapa waktu lalu. ”Kalau sekarang ada kenaikan gaji Dewan saya tidak tahu, tanyakan kepada panitia anggaran,” kata di ketika dihubungi Espos melalui telepon selulernya. - oto

Sumber: Solo Pos, 26 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan