Butuh Sehari untuk Adili Soeharto

Yang dibutuhkan adalah niat yang kuat.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, menyatakan sebenarnya hanya butuh waktu satu kali 24 jam untuk mengadili mantan presiden Soeharto. Setelah pidananya disidangkan, baru bicara diampuni atau tidak, kata Adnan setelah bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden kemarin.

Buyung mengatakan terobosan hukum ini sejatinya bisa dilakukan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Yang dibutuhkan adalah niat yang kuat.

Lebih jauh ia menjelaskan, sidang tetap bisa digelar tanpa perlu menghadirkan Soeharto. Meski begitu, ia menegaskan metode ini berbeda dengan peradilan in absentia. Sebab, kata dia, penguasa Orde Baru itu tak dihadirkan karena alasan sakit. Yang penting, butuh keyakinan dan alat bukti.

Menyangkut surat keputusan penghentian penuntutan perkara yang sudah pernah dikeluarkan Kejaksaan Agung dalam kasus ini, Buyung mengatakan hal itu tak perlu menjadi hambatan. Itu bisa dicabut, katanya. Keputusan itu dikeluarkan bukan untuk menghentikan perkaranya, tapi menghentikan persidangan karena terdakwa sakit.

Buyung memastikan dia sudah membicarakan perihal ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Presiden juga sudah dimintanya untuk tidak mengampuni Soeharto sebelum sidang selesai. Kalau Presiden melakukan (pengampunan), bisa terancam impeachment.

Adapun soal perkara perdata, usul solusi disampaikan mantan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, yang menganjurkan agar seluruh aset yayasan milik Soeharto diserahkan kepada negara. Segala tagihan piutang milik yayasan akan ditagih setelah diserahkan, ujar Yusril setelah membesuk Soeharto di Rumah Sakit Pusat Pertamina kemarin. Itu akan lebih baik.

Alasannya, kata dia, aset dan harta milik yayasan yang dipimpin Soeharto tersebut berasal dari sumbangan badan usaha milik negara. Walaupun dari harta yang dipisahkan, kata Yusril, yang datang bersama istrinya, Rika Kalentino Kato. TOMI | ANTON | IQBAL

Sumber: Koran Tempo, 17 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan