Butuh Komitmen Politik Presiden

Keberhasilan reformasi birokrasi sangat ditentukan oleh kuatnya mesin reformasi yang digerakkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta dukungan politik dari Presiden. Sebagus apa pun reformasi birokrasi dirancang dan sekuat apa pun mesin itu digerakkan akan percuma jika tidak ada dukungan Presiden.

Hal itu ditegaskan Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Indonesia Eko Prasojo dalam seminar ”Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Aparatur Negara yang Profesional, Efektif, dan Efisien dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Publik” di Jakarta, Selasa (13/4).

Dukungan Presiden itu dapat berupa dukungan anggaran untuk penataan birokrasi yang memang memerlukan dana besar untuk peningkatan remunerasi aparatur negara atau dukungan kewenangan. Presiden harus mendukung penuh kebijakan kementerian tersebut jika memang ingin birokrasi dapat dibenahi.

Kementerian itu memiliki keterbatasan untuk bisa mengatur birokrasi di kementerian lain. Birokrasi yang ada di kementerian lain umumnya ditata sesuai kepentingan politik menterinya sehingga sering kali pergantian menteri diikuti perombakan struktur birokrasi di kementerian itu. Birokrasi juga sering dijadikan ”mesin ATM (anjungan tunai mandiri)” oleh politisi. ”Presiden-lah yang harus tegas mengatur hal itu,” ujarnya.

Eko menambahkan, reformasi birokrasi sudah dilakukan di Indonesia sejak 1957 dengan dibentuknya Lembaga Administrasi Negara. Namun, hingga lebih dari 50 tahun tidak berhasil karena tidak adanya tujuan dan penataan agenda reformasi birokrasi yang jelas serta lemahnya dukungan politik.

Terkait masih maraknya korupsi dalam birokrasi, Eko menjelaskan, kondisi itu disebabkan sistem birokrasi yang masih membuka celah bagi aparat di dalamnya untuk berlaku curang. Karena itu, sebaik apa pun kualitas dan moral aparatur baru yang direkrut akan tetap rusak karena masuk dalam sistem birokrasi yang sudah rusak.

Sementara itu, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ramli Effendi Idris Naibaho mengatakan, pada 2005 terjadi ledakan tenaga honorer dalam lingkup birokrasi nasional. Dari 450.000 jatah tenaga honorer yang diperbolehkan, total tenaga honorer yang diangkat mencapai 920.000 orang.

Ledakan tenaga honorer itu umumnya terjadi dari perekrutan yang dilakukan pemerintah daerah. Berdasarkan temuan DPR, jumlah tenaga honorer pada 2009 terus membengkak. (MZW)
Sumber: Kompas, 14 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan