Bupati Flotim Minta Segera Diperiksa

Bupati Flores Timur (Flotim) Felix Fernandez minta kejaksaan segera memeriksanya secara terbuka untuk menjamin transparansi.

''Kalau bisa, pemeriksaan supaya dilakukan secara terbuka sehingga benar-benar transparan. Jika dilakukan di ruang tertutup, nanti dikira saya ada main dengan pemeriksa, dikira saya suap. Jadi saya minta agar pemeriksaan dilakukan terbuka untuk umum. Kalau tidak salah, mengapa harus menolak atau takut diperiksa,'' kata Felix di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan itu menanggapi surat izin yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada kejaksaan untuk memeriksanya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi.

Menurut Felix, dirinya siap diperiksa kapan saja dan di mana saja. ''Lebih cepat akan lebih baik sehingga permasalahannya segera jelas. Masyarakat Flores Timur menginginkan agar permasalahan ini segera tuntas. Mereka tahu ini hanyalah pengaduan orang yang mempunyai kepentingan. Karena itu, kita hadapi secara objektif, transparan, dan tidak ada yang ditutup-tutupi.''

Felix mengatakan, semua kebijakan bupati maupun dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Flotim dilakukan sesuai aturan. Kebijakan yang menyangkut anggaran, tambahnya, telah disetujui oleh DPRD dan dipertanggungjawabkan dalam laporan tahunan.

Selama ini, ujar Felix, dia juga telah memerintahkan kepada seluruh jajarannya agar memberikan keterangan saat diperiksa oleh kejaksaan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Pemeriksaan terfokus pada tiga kasus dugaan korupsi, yakni proyek Terminal Weri di Larantuka Timur, pengadaan kapal ikan, dan proyek bantuan makanan tambahan pendamping air susu ibu (ASI) senilai Rp300 juta. Namun, September lalu, pemeriksaan itu diserahkan kembali ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tolak panggilan
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Barman Zahir menyatakan menolak memenuhi panggilan Ketua DPRD Bali Ida Bagus Putu Wesnawa untuk menjelaskan tentang penetapan 20 anggota dan mantan anggota DPRD se-Bali sebagai tersangka kasus korupsi.

Barman mengatakan itu saat dimintai tanggapannya atas surat panggilan yang dilayangkan Wesnawa, kemarin. Alasan penolakan, menurut Barman, karena dasar hukum pemanggilan yang digunakan DPRD tidak kuat dan Wesnawa keliru menafsirkan Undang-Undang (UU).

Pasal 66 UU No 22 Tahun 2003 yang dijadikan dasar oleh DPRD Bali dalam pemanggilan itu, menurut Barman, tidak bisa digunakan DPRD sebagai hak angket kepada kejati. Hak angket atau hak bertanya yang dimiliki DPRD hanya untuk kepala daerah (gubernur) dalam kaitan dengan suatu kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dari Purwokerto dilaporkan, Polda Jawa Tengah (Jateng) menargetkan 18 kasus korupsi yang terjadi di wilayah ini selesai ditangani pada akhir Januari. Selanjutnya, berkasnya akan dilimpahkan ke kejaksaan. Saat ini, dari 18 kasus itu, baru satu kasus korupsi di Pemalang yang sudah sempurna atau P 21 dan telah dilimpahkan ke kejaksaan negeri (kejari) setempat.

Direktur Reserse Kriminal Polda Jateng Komisaris Besar (Kombes) M Zulkarnaen, kemarin, mengungkapkan kepolisian akan terus melakukan pemberantasan kasus-kasus korupsi. ''Dari 18 kasus yang ada lima di antaranya yang digarap Polda dan 13 lainnya di masing-masing wilayah tetap mendapat prioritas penanganan. Kita targetkan pada akhir Januari semua kasus yang ditangani Polda maupun di wilayah sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan,'' kata Zulkarnaen saat mendampingi Kepala Polda (Kapolda) Jateng Irjen Chaerul Rasjid mengunjungi Sekolah Polisi Negara (SPN) di Purwokerto.

Sedangkan Kajati Sumatra Barat (Sumbar) Antasari Azhar, kemarin, mengajukan surat permohonan izin untuk memeriksa 15 anggota DPRD periode 2004-2009 yang diduga tersangkut kasus korupsi dana APBD. Seorang di antaranya adalah Amora Lubis, anggota DPRD Sumbar. Izin pemeriksaannya diajukan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sedangkan selebihnya dikirim kepada Gubernur Sumbar Zainal Bakar.

Menurut Antasari, dari 15 orang tersebut, sembilan orang di antaranya adalah anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar periode 1999-2004 yang terpilih menjadi anggota Dewan periode 2004-2009. (Awi/RS/LD/BH/PW/IH/N-2)

Sumber: Media Indonesia, 8 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan