BUMN Gelapkan Pajak Rp 391 Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), perusahaan negara pengimpor minuman beralkohol, melakukan kecurangan pajak sampai Rp 391,13 miliar.
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), perusahaan negara pengimpor minuman beralkohol, melakukan kecurangan pajak sampai Rp 391,13 miliar.
Importir minuman keras itu, menurut BPK, diduga mengurangi harga dalam bukti transaksi sehingga pajak yang dibayar lebih rendah. BPK kemudian membawa kasus ini ke pihak kepolisian.
BPK memeriksa impor anggur, bir, dan minuman keras lain yang dilakukan BPI sejak semester akhir 2003 sampai awal 2005. Mereka memang melihat bukti transaksi resmi. Tapi, ujar Auditor Utama V BPK Johannes Widodo Mumpuni di Jakarta pekan lalu, Masak harga anggur semurah itu.
Impor minuman keras akan terkena pungutan bea cukai, bea masuk, pajak penjualan barang mewah, dan pajak pertambahan nilai sehingga harganya bakal mahal. Tapi, kata Auditor Bidang V BPK Imam Sufrian, Di lapangan terdapat selisih harga yang cukup besar antara yang dijual PT PPI dan perusahaan lain.
PPI adalah hasil peleburan sejumlah perusahaan negara, seperti PT Cipta Niaga, Dharma Niaga, dan Panca Niaga. Perusahaan ini mengendalikan impor serta distribusi minuman beralkohol. Minuman ini kemudian diedarkan ke hotel-hotel serta toko bebas bea.
Direktur utamanya, Heinrych Napitupulu, saat dihubungi Tempo kemarin, enggan berkomentar atas tuduhan under invoicing yang diberikan BPK itu. Saya tidak bisa berkomentar karena pada masa itu saya belum menjabat direktur utama. Saya baru masuk ke PT PPI pada 2006, katanya.
Namun, ia berjanji pihaknya akan bersikap sekooperatif mungkin jika ada penyidikan lebih jauh. Dalam audit oleh BPK, PT PPI selalu mengajukan satuan petugas inspektoratnya sebagai counterpart untuk bisa melancarkan penyidikan, karena kami pun bertanggung jawab untuk bersikap setransparan mungkin, ia menjelaskan.
Ia juga berharap pemberitaan tentang temuan ini dilakukan berimbang agar kinerja perusahaan tidak terganggu. Alasannya, selama ini perusahaan milik negara itu selalu rugi. Baru tahun lalu bisa untung. Itu pun hanya Rp 16,5 miliar, katanya.
Lisensi mengimpor minuman keras diberikan oleh Departemen Perdagangan. Departemen ini belum mendengar ada penyelewengan bukti transaksi. Tapi, kalaupun akhirnya kami dikabari atas temuan itu, kami akan melihat lagi kesalahannya seperti apa dan memperbaiki, kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida kepada Tempo.
Yang jelas, katanya, indikasi praktek menurunkan harga tersebut harus dilihat secara menyeluruh. Mungkin ada lembaga lain yang ikut bersalah. Ada juga kemungkinan Direktorat Jenderal Bea-Cukai yang salah, ucapnya.
Direktur Jenderal Bea-Cukai Anwar Suprijadi mengaku telah melihat indikasi pelanggaran cukai atas impor oleh perusahaan tersebut. Secara paralel kita juga melakukan penyidikan dan memperbaiki database harga wine dan sebagainya, katanya. RR ARIYANI
Sumber: Koran Tempo, 4 Juni 2007