Bumi Minang Bebas Pungli, Bisakah?

DUA hari menjelang Ramadan, Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Gamawan Fauzi menantang para bupati/wali kota dan pemimpin instansi pemerintah, termasuk kepolisian untuk mendeklarasikan Sumbar sebagai daerah bebas pungutan liar (pungli).

Saya mengajak semua pihak, berani ndak kita mendeklarasikan Sumbar daerah bebas pungutan ilegal, tantang Gamawan Fauzi.

Kontan saja, puluhan pengusaha, akademisi, dan pimpinan beberapa bank yang hadir dalam coffee morning di Bank Indonesia Padang, Senin (3/10), bertepuk riuh.

Mantan Wali Kota Solok (1995-2000 dan 2000-2005) yang dilantik menjadi Gubernur Sumbar 15 Agustus silam itu bertekad menjadikan daerah yang dipimpinnya surga bagi para investor.

Dia meminta para bupati dan wali kota jangan dulu memajaki atau memungut kutipan ke para investor yang akan masuk.

Gubernur optimistis investor akan betah berusaha di Ranah Minang bila daerah ini bersih dari praktik pungutan liar. Bersih dari pungutan liar di Bandara Internasional Minangkabau, Pelabuhan Teluk Bayur, jalanan, hingga instansi pemerintahan.

Dari segi potensi, Bumi Minang menebarkan sejuta pesona di berbagai sektor, seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kesehatan, pertanian, kehutanan, pertambangan, perdagangan, serta jasa semisal ekspor impor.

Potensi itu tersebar di 19 kabupaten/kota yang ada di Sumbar.

Gamawan mengungkapkan, dirinya kerap mendapat keluhan dari para investor dan pengusaha tentang banyaknya pungutan legal dan ilegal. Belum lagi soal tanah ulayat, hak masyarakat adat atas tanah.

Dia menceritakan, ada pengusaha di Padang yang mengeluh untuk sampai di Pelabuhan Teluk Bayur, tidak kurang ada 13 pungutan. Gamawan juga mengungkapkan kegetirannya ketika salah satu pengusaha yang masuk 10 besar di Sumbar berpamitan, hendak hengkang ke provinsi tetangga, Riau.

Di Riau saya hanya satu di antara 200 besar, sedangkan di sini (Sumbar) saya satu di antara 10 pengusaha besar. Karena itu, banyak proposal (permintaan bantuan/sumbangan berbagai panitia kegiatan, seperti 17 Agustusan mulai dari tingkat RT, RW, karang taruna, dan instansi lain) datang ke saya. Saya capek menghadapi mereka, ungkap Gamawan menirukan keluhan pengusaha itu.

Gubernur yang juga tokoh adat bergelar Datuk Rajo Nan Sati itu pun mengaku sangat malu mendengar keluh kesah tersebut.

Dapat dukungan

Tekad Gubernur mendapat dukungan dari kalangan bupati/wali kota, pengusaha, dan akademisi. Wali Kota Sawahlunto Amran Nur menyambut baik gagasan menjadikan daerah Sumbar bebas pungli karena hal itu merupakan bagian dari good governance. Bahkan, dia menilai itu merupakan keharusan.

Kalau bebas pungli, para investor makin tertarik karena mereka bisa menghitung dan mempersiapkan rencana investasi dengan tepat. Pada gilirannya, kegiatan usaha berputar dan masyarakat ikut menikmati, katanya kepada Media.

Hanya Amran menyangsikan gerakan itu bisa segera terwujud. Namun bagi dia, cepat atau lambat, gerakan tersebut harus dimulai dan terus bergulir. Dia berpendapat, langkah terpenting dari gerakan tersebut adalah pembenahan internal di tubuh aparat pemerintah. Pembenahan itu mencakup aspek kesejahteraan sekaligus mental dan disiplin untuk melayani publik.

Sementara itu, Konsultan Partnership for Governance Reform Saldi Isra menilai saat ini merupakan momentum yang pas untuk memulai gerakan tersebut ketika sebagian besar (13 dari 19) kabupaten/kota memiliki pemimpin baru hasil pemilihan kepala daerah secara langsung.

Selain itu, tampilnya Gamawan makin menumbuhkan harapan publik agar gubernur mereka itu tetap bersih dan mampu mengulang keberhasilan saat memimpin Kabupaten Solok.

''Saya bayangkan, gerakan itu dimulai dengan deklarasi bersama para kepala dinas, kepala kantor, bupati/wali kota, dan gubernur untuk melawan tidak hanya pungli, tetapi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kata Saldi yang juga dosen hukum tata negara Universitas Andalas Padang.

Dia yakin, deklarasi semacam itu akan memberikan efek penangkal bagi aparat yang hendak terlibat pungli. Sebaliknya, lembaga lain yang tidak ikut gerakan tersebut akan tersisih dan publik tidak akan memercayainya.

Dia berharap gerakan tersebut diikuti dengan penandatanganan kontrak politik dengan para pejabat yang hendak diangkat menduduki suatu jabatan.

Sumber: Media Indonesia, 7 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan