Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 7-13 April 2016

Memburu Koruptor BLBI

Tepat pada tanggal 21 April 2016, pemerintah Indonesia berhasil memulangkan salah satu buronan kasus BLBI, Samadikun Hartono. Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Sutiyoso mengklaim bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras dia dan jajarannya. Samadikun Hartono merupakan terpidana kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI yang sudah 13 tahun melarikan diri keluar negeri (buron).

Berdasarkan sejumlah pemberitaan, Samadikun berhasil ditangkap oleh otoritas China di Shanghai, pada tanggal 17 april 2016 ketika menonton balap F1. Jika merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara. Samadikun telah terbukti merugikan keuangan Negara sebesar Rp 169,4 miliar.

Penyimpangan dana BLBI merupakan skandal korupsi korupsi terbesar yang pernah terjadi di negeri ini. Fakta itu bisa dilihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Selain BPK, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI juga menemukan penyimpangan Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.

Jika merunut kasus ini dari tahun 2003 silam, maka pangkal masalah sebenarnya terletak pada kebijakan Presiden Megawati yang mengeluarkan Instruksi Presiden nomor 8 Tahun 2002 tentang Release and Discharge. Dimana kebijakan ini menitikberatkan penyelesaian skadal ini di luar pengadilan (Out of Court Settlement).

Inpres tersebut berisikan pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham. Debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

Celakanya, sikap ini berlanjut sampai masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY memberikan kebijakan memberikan kesempatan bagi para debitor BLBI untuk menyelesaikan kewajibannya hingga akhir tahun 2007, serta menunda proses pidananya termasuk rencana mengadili secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa). Namun, sampai saat ini masih tercatat obligor yang yang pelunasan hutangnya belum jelas. Diantaranya adah Samsjul Nursalim yang belum lunasi utang BLBI Rp 4,75 Triliun dari 27 triliun.

http://poskotanews.com/2015/

Tertangkapnya Samadikun membuat skandal BLBI yang sudah meredup, seakan hidup kembali. Catatan ICW menyebutkan, sekurangnya 65 orang debitor yang diperiksa oleh kejaksaan dalam perkara korupsi BLBI. Namun, hanya 16 orang yang berhasil dilimpahkan ke pengadilan. Sebanyak 11 orang dihentikan penyelidikan dan penyidikannnya karena mendapatkan Surat Keterangan Lunas. Selebihnya masih dalam tahap penyelidikan (31 orang) dan penyidikan (7 orang).

Dari 16 orang pelaku korupsi BLBI sudah dibawa ke pengadilan, beberapa diantaranya telah dihukum berat (seumur hidup atau 20 tahun penjara), namun hasil yang dicapai masih mengecewakan. Tiga tersangka dibebaskan oleh pengadilan. Dari 13 tersangka yang telah divonis penjara oleh hakim (baik di tingkat pertama (PN), Banding atau Kasasi), namun hanya Hendrawan Haryono - terpidana kasus korupsi BLBI Aspac - yang berhasil dijebloskan ke penjara. Dua terdakwa lainnya tidak langsung masuk ke bui dan yang paling buruk adalah 9 orang terdakwa telah melarikan diri sebelum vonis hakim dijatuhkan (termasuk Samadikun).

Terhadap kasus ini, ada beberapa langkah yang sebaiknya segera diambil oleh Pemerintah dan jajaran penegak hukum. Pertama, tuntaskan upaya penegakan hukumnya. Penegakan hukum tidak hanya proses pidana semata, tetapi juga proses keperdataannya. Sasarannya terletak pada penyelesaian kewajiban pembayaran pinjaman/hutang. Pemerintah bertanggungjawab menjelaskan debitur BLBI yang belum sepenuhnya menjalankan kewajibannya.

Kedua, perlu ada strategi yang lebih serius untuk melakukan perburuan para koruptor. Hal ini bisa dimulai dari penataan sistem birokrasi, terkait central authority (CA) yang saat ini berada di Kementrian Hukum dan HAM. CA adalah otoritas pusat dalam hal pengajuan dan penanganan permintaan bantuan timbal balik masalah pidana dan permintaan ekstradisi. Saat ini, rantai birokrasinya masih sangat panjang dan berpotensi menghambat proses penangkapan yang butuh reaksi cepat.

Dan Ketiga, evaluasi terhadap tim pengejaran koruptor ke luar negeri yang selama ini sudah terbentuk. Jangan lupa juga untuk melibatkan KPK di dalamnya. Sejak kekosongan posisi Wakil Jaksa Agung (pengunduran diri Andhi Nirwanto), sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab dan memegang kendali atas tim tersebut. BIN? Jika melihat dari lingkup kewenangannya, lembaga ini lebih baik menjadi supporting / pendukung. Karena kerja intelejen itu sangat rahasia, bukan memberikan pernyataan pers di depan awak media.***


RINGKASAN MINGGUAN


UPDATE STATUS

7 April

  • Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dihadirkan menjadi saksi kasus dugaan korupsi proyek normalisasi muara Pantai Karangantu di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Tahun 2012 senilai Rp8,4 Miliar di Pengadilan Tipikor Serang.

  • Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek budidaya rumput laut yang berlokasi di Pondok Perasi, Kota Mataram.

  • KPK memeriksa tiga pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah mengenai reklamasi pantai utara Jakarta.

  • Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melimpahkan berkas penyidikan dugaan pembobolan Bank DKI senilai Rp 230 miliar ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.


8 April

  • Kejaksaan Agung batal melakukan pelimpahan tahap dua (P21) kasus proyek siswa miskin dengan terdakwa Tauhidi, mantan Kadisdik Lampung, dan Hendrawan selaku rekanan.

  • KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus suap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) di Provinsi Riau, yakni Ketua DPRD Riau periode 2009-2014, Johar Firdaus, dan anggota DPRD Riau periode 2009-2014 yang juga bupati terpilih Rokan Hulu, Suparman.

  • KPK memeriksa Sekretaris DPRD DKI Jakarta, M Yuliadi, dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

  • Satu tersangka baru ditetapkan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jembatan rangka baja modifikasi di Gampong Rayeuk Pange, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara.


11 April

  • Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marthen Dira Tome, mempraperadilkan KPK atas penetapan tersangka terhadap mantan Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT.

  • Dua jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat ditangkap tangan oleh KPK terkait kasus korupsi BPJS Kabupaten Subang.

  • KPK memeriksa lima orang DPRD DKI terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi teluk Jakarta.

  • Hary Tanoesoedibjo diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi restitusi (pengembalian kelebihan) pajak PT Mobile 8 pada 2007-2009 di Kejaksaan Agung.


12 April

  • Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, diperiksa KPK sebagai saksi dalam dugaan ksus pemberlian lahan RS Sumber Waras.

  • Bupati Subang, Ojang Sohandi, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Subang.

  • Kasus korupsi proyek Gedung Auditorum Universitas Bangka Belitung dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung.


13 April

  • Jaksa penuntut umum dari Kejakasaan Tinggi Jawa Barat menuntut dua terdakwa korupsi dana BPJS Kabupaten Subang, mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Budi Subiantoro dan mantan Kepala Bidang Layanan Kesehatan Dinkes Subang Jajang Abdul Kholik, dengan hukuman 2 tahun penjara.

  • Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan ke Bareskrim Polri berkas kasus dugaan korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama, guna dilengkapi.

  • Sugianto Kusuma alias Aguan, bos perusahaan properti Agung Sedayu Group, mendatangi KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait dengan kasus suap reklamasi yang menyeret anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.

  • Berkas perkara kasus dugaan korusi proyek pembangunan Jembatan Kedaung, Tangerang, senilai Rp23,42 miliar pada tahun anggaran 2013 lalu dengan tersangka mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Provinsi Banten Sutadi, sudah P19 (pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi).

  • Ketua majelis hakim agung menjatuhkan hukuman lebih berat kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tunggul Parningotan Sihombing, sebelumnya 10 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara dan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp1,5 miliar, USD 785 ribu, dan EUR 20 ribu. Jika tidak mau mengganti, maka hartanya dilelang. Jika masih tidak mencukupi maka ditambah dengan hukuman 5 tahun penjara.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan