Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 7-11 September 2015

IN-DEPTH ANALYSIS

Babak Baru Korupsi Pengelolaan Dana Ibadah Haji

Proses persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana ibadah haji, semakin menarik. Pada tahap eksepsi, terdakwa Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali menyebut nama Abdul Kadir Karding (31/8). Karding adalah politikus Partai Kebangkitan Bangsa dan Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014.

Tidak hanya Karding, Suryadharma juga menyebutkan sederet nama lain terkait penggunaan kuota haji nasional pada tahun 2012. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri (Presiden ke 5), Paspampres Wapres Boediono lebih dari 100 orang, almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri kurang lebih 50 orang, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro 70 orang, Amien Rais 10 orang, Karni Ilyas dua orang, keluarga Suryadharma Ali enam orang, Komisi Pemberantasan Korupsi enam orang dan sejumlah orang dari media cetak maupun elektronik lainnya

Suryadharma menjelaskan, tiap tahun selalu ada sisa kuota yang tidak terserap dengan kisaran 1-2 persen oleh karena calon jamaah haji yang wafat, sakit keras, hamil, tak mampu melunasi dan alasan lainnya. Dia berdalih pemberian sisa kuota tidak salah dan sudah sesuai dengan Undang – undang.

Berbeda dengan Suryadharma, Jaksa penuntut umum KPK justru mempermasalahkan hal tersebut. Dalam dakwaannya, Jaksa mempermasalahkan pemanfaatan sisa kuota nasional tahun 2010-2012 sejumlah 1.681 dari 221.000 kuota haji. Sisa kuota itu dibuat oleh terdakwa dijadikan sebagai sisa kuota nasional.

Menurut Jaksa, kesalahan justru terletak pada keputusan Suryadharma yang memutuskan penggunaan sisa kuota haji nasional untuk calon Jemaah haji yang diusulkan anggota DPR RI, bukan calon Jemaah haji yang masih dalam daftar antrian.

Masalah pengelolaan ibadah haji memang sudah menjadi perhatian publik sejak lama. ICW sendiri sudah beberapa kali melaporkan temuannya ke KPK dan Kementerian terkait. Dari mulai dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan ibadah haji sejak tahun 2008, sampai temuan mark-up ongkos ibadah haji.

Sebelum menetapkan Suryadharma sebagai tersangka, KPK sudah melakukan penelitian terhadap system penyelenggaraan ibadah haji. Hasilnya, KPK menemukan ada 48 titik yang lemah dalam pelayanan haji. Di antaranya, aspek regulasi, aspek kelembagaan, aspek tata laksana, aspek manajemen SDM, dan aspek manajemen kesehatan haji.

Sebagai catatan, penetapan tersangka terhadap Suryadharma bukan yang pertama. Sebelumnya ada juga Mantan Menteri Agama Said Agil yang sebelumnya diproses karena korupsi. Pada 7 Februari 2006, ia divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti melakukan korupsi dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Dana Abadi Umat (DAU) pada tahun 2002-2004.

Melihat dari catatan – catatan tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, perbaikan tata kelola ibadah haji seharusnya menjadi prioritas pemerintah - Kementerian Agama dan DPR RI. Terutama terkait pemisahan kewenangan antara pengawas, regulator dan pelaksana dalam pelaksana ibadah haji.

Kedua, perlunya standar dan komponen biaya haji yang menjadi beban jamaah sehingga jamaah tidak lagi dibebankan biaya yang tidak terkait dengan kegiatan ibadahnya.

Ketiga, perlunya standar kualitas layanan minimal dalam penyelenggaran ibadah haji serta adanya mekanisme aduan terkait layanan. Sehingga ibadah haji tidak dipandang semata sebagai kegiatan ritual keagamaan tetapi juga bagian kewajiban Negara melayani rakyat.

Keempat, adanya mekanisme transparasi dan akuntabilitas terkait pengelolaan ibadah haji, sistem e-hajj wajib diterapkan. Baik yang terkait dengan pengelolaan setoran awal, daftar tunggu, nilai bunga sampai rincian biaya dan komponen ongkos haji yang dibayarkan oleh jamaah.

Dan kelima, menciptakan sistem pengawasan baik dari sisi internal maupun eksternal guna menjamin pengelolaan ibadah haji jadi lebih baik. Sudah saatnya melibatkan publik khususnya calon dan jamaah haji sebagai pemangku kepentingan tertinggi dalam pengelolaan ibadah haji.***

Insentif Pajak: Paradoks terhadap Target Penerimaan Pajak

Sejak awal pemerintahan, Presiden Jokowi dan para Menteri-nya sangat agresif mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait perpajakan, mulai dari tax amnesty hingga yang terbaru yaitu tax holiday. Kedua fasilitas tersebut merupakan bentuk dari insentif pajak dan merupakan hal yang umum diterapkan di berbagai Negara. Namun, jika prasyaratnya tidak dipersiapkan dengan baik, bukannya untung, malah akan menjadi bumerang.

Terkait tax holiday, pemerintah baru saja memperpanjang jangka waktu pemberian insentif dari 10 tahun menjadi 20 tahun. Pemerintah juga mempermudah proses aplikasi pengajuan yang dahulunya membutuhkan persetujuan Presiden, namun kini hanya membutuhkan persetujuan Menteri Keuangan. Kebijakan ini ditujukan agar para investor tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dengan iming-iming pembebasan pajak selama 20 tahun.

Hal ini menjadi paradoks terhadap target penerimaan pajak tahun 2015 yaitu Rp 1.291 triliyun, 31 persen lebih tinggi dari target tahun 2014. Mengacu pada OECD (2014), tax holiday justru mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan Negara sebesar 0.5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Juga berdampak pada mustahilnya mencapai target 16 persen tax ratio seperti yang tercantum pada Nawacita Presiden Jokowi.

Sebelumnya Indonesia pernah menerapkan tax holiday, namun hasil yang didapatkan jauh dari ekspektasi. Ketika diterapkan tahun 1970-an, tidak ada hasil yang signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah investasi yang masuk ke Indonesia. Namun ketika kebijakan ini dicabut pada tahun 1984, justru terjadi peningkatan jumlah investasi (Nainggolan, 2004). Argumen yang digunakan oleh pemerintah bahwa tax holiday akan meningkatkan jumlah investasi terbantahkan dengan hasil penelitian Banga (2003) dan Dewi (2012) yang menghasilkan kesimpulan bahwa tax holiday dan bentuk insentif pajak lainnya tidak memberikan efek yang signikan terhadap peningkatan jumlah Foreign Direct Investment (FDI).

Di sisi lain, tax holiday justru dapat disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan nakal untuk menghindari pajak. Perusahaan dapat menciptakan anak usaha baru hanya untuk memperoleh fasilitas tax holiday. Peluang terjadinya modus penghindaran pajak ini akan semakin besar jika sistem dan administrasi perpajakan lemah serta aparatur yang tidak siap. Sementara perusahaan sudah seribu langkah lebih maju mempersiapkan dan mengidentifikasi celah-celah yang dapat digunakan untuk menghindari pajak.

Pemerintah harusnya memahami bahwa pajak bukan faktor penentu yang akan mempengaruhi keputusan untuk berinvestasi. Faktor-faktor lain seperti kompleksitas proses birokrasi, korupsi dan insfrastruktur yang buruklah yang menjadi penghambat masuknya investasi ke Indonesia. Tanpa fasilitas tax holiday pun Indonesia merupakan Negara yang aktraktif untuk menjadi Negara tujuan berinvestasi. Populasi ke-empat terbesar dunia, tingkat konsumsi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dan kekayaan sumber daya alam menjadi daya tarik yang sulit untuk diabaikan.***

WEEKLY SUMMARY

Senin, 7 September 2015

  • Kabareskrim baru diminta melakukan gelar perkara terbuka dengan melibatkan pakar dan ahli hukum pidana.

  • Capaian keberhasilan penegakan hukum bukan diukur dari mampu menangkap orang, tetapi dari tindakan hukum yang dapat membuat tatanan lebih baik di masyarakat dan perbaikan pada instansi yang terjerat perkara korupsi.

  • ICW menilai tak banyak kasus korupsi yang berhasil ditangani Bareskrim dengan pimpinan Budi Waseso. Menurut ICW, kasus-kasus yang ditangani Budi Waseso belum banyak yang statusnya naik menjadi penuntutan.

Selasa, 8 September 2015

  • Menurut ICW, ada tujuh PR bagi Kabareskrim baru yang harus diselesaikan. Tujuh PR tersebut adalah penyelesaian kasus para pegiat antikorupsi; penanganan pada kasus besar, bukan kasus kecil seperti pencemaran nama baik; memperbaiki koordinasi antar aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi; memperkuat supervisi dalam penanganan kasus di daerah; memperkuat Direktorat Tipikor Mabes Polri; mengembalikan wibawa dan kepercayaan publik pada kepolisian; dan menghentikan tindakan yang bertentangan dengan kebijakan Presiden.

  • Komisi Kejaksaan menelisik dugaan manipulasi tuntutan terdakwa Zulfahmi Arsad oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bambang Widjojanto.

  • Suryadharma Ali mengatakan komisi VIII DPR pernah meminta uang padanya selaku Menteri Agama

  • Kasus kuota haji Suryadharma Ali banyak menyeret nama diantaranya anggota DPR, DPD, bahkan mantan Presiden.

  • Anggota Komisi II DPR RI, Arteria Dahlan, menilai politik uang telah menjadi sesuatu hal yang lazim dalam pemilu.

Rabu, 9 September 2015

  • Komisi VIII DPR yang membidangi masalah agama menyatakan tudingan terdakwa kasus korupsi dana haji di Kementerian Agama (Kemenag), Suryadharma Ali (SDA), bahwa Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais ikut mendapatkan kuota haji dari pemerintah tidak perlu dipermasalahkan.

Kamis, 10 September 2015

  • Komisi Kejaksaan sedang menginvestigasi putusan Kejaksaan Agung yang telah memutus perkara terdakwa Zulfahmi Arsyad, tetapi tidak menyebutkan nama Bambang Widjojanto.

  • Meski penanganan kasus Pelindo II dipindahkan dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi, Bareskrim akan tetap melanjutkan penyidikan kasus ini.

  • Panitia khusus (pansus) di DPR melibatkan 3 komisioner

  • Kejaksaan Agung menegaskan pelanggaran dalam hal administrasi bukan termasuk tindak pidana korupsi (tipikor).

Jumat, 11 September 2015

  • Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, kembali mengkritik program pemerintah terkait PT Pertamina (Persero). Sebelumnya Rizal Ramli pun telah mengkritik program pemerintah berupa pembangunan proyek pembangkit tenaga listrik 35 ribu watt.

  • Praktisi hukum Abdul Fickar Hadjar mencatat ada fenomena putusan praperadilan yang tidak standar dan fugsi praperadilan telah bergeser setelah keluarnya putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka Wali Kota Bengkulu dan mantan Wali Kota Bengkulu, dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial 2012-2013.

  • KPK masih terus menelusuri dugaan suap terkait dengan pembatalan interpelasi yang diajukan DPRD terhadap Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho.

STATUS UPDATES

7 September

  • Kabareskrim lama, Budi Waseso, bertukar posisi dengan Kepala BNN, Anang Iskandar

  • Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK

  • Dinas Kebersihan DKI Jakarta diduga melakukan tindak pidana korupsi

8 September

  • Direktur perusahaan pertambangan batubara PT Mitra Maju Sukses, Andrew Hidayat, divonis 2 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR, Adriansyah.

  • Kasus payment gateway bukan korupsi

9 September

  • Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Karimun akan melimpahkan dua kasus korupsi ke Pengadilan Tindak Pidana Koprusi (Tipikor) di Tanjungpinang, Kepri. Kedua kasus itu adalah kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Kantor Kesehatan dan Pelabuhan (KKP) Tanjungbalai Karimun tahun 2013 senilai Rp 3,4 miliar.

  • Suryadharma Ali menuduh penyidik KPK juga turut menikmati dana korupsi program Haji Kementerian Agama

10 September

  • Sidang PK praperadilan Hadi Poernomo kembali digelar setelah tertunda dua kali

  • Menteri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari, mengakui adanya penunjukkan langsung dalam pengadaan alat kesehatan terkait penanganan wabah flu burung tahun 2006.

  • Bareskrim memeriksa relawan CSR Pertamina

  • Kejaksaan Agung kembali memeriksa saksi kasus korupsi Sudin Tata Air

  • Wali Kota Bengkulu memenangkan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka

11 September

  • Pembentukkan panitia khusus (pansus) di DPR tak akan mempengaruhi proses penyelidikan PT Pelindo II

  • Mantan Direktur Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ditahan KPK

  • Direktur PT Linggar Jati, tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan dua dermaga di NTT, mengembalikan uang sebanyak Rp3,5 miliar kepada Kejaksaan Tinggi NTT.

  • Mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa divonis 1,6 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara di Pengadilan Negeri Palembang

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan