Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 28 September - 2 Oktober 2015

Karut Marut Penetapan Pencalonan Kepala Daerah dan Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Manado menyatakan Jimmy Rimba Rogi memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah. Padahal mantan walikota tersebut merupakan klien atau warga binaan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Berdasarkan surat Kemenkumham RI No. PAS 1.PK.01.05-07 dirinya masih berada di bawah bimbingan Bapas Manado hingga 29 Desember 2017. Artinya, Jimmy Rimba Rogi masih menjadi terpidana.

Status hukum Jimmy sama seperti Elly Engelbert Lasut yang bebas bersyarat hingga 2016. Bedanya, KPUD memutuskan untuk tidak meloloskan Elly karena status hukumnya yang masih bebas bersyarat. Elly menggugat KPUD Sulawesi Utara ke Bawaslu Sulawesi Utara. Bawaslu kemudian menyatakan bahwa keputusan KPUD sudah sesuai dengan undang-undang.

Indonesia Corruption Watch dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran KPUD Kota Manado atas penetapan Jimmy Rimba Rogi tersebut. Laporan ini direspon oleh Bawaslu dengan mengeluarkan rekomendasi berupa surat edaran yang ditujukan kepada Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.

Dalam surat edaran tersebut, Bawaslu RI menegaskan bahwa calon yang masih berstatus bebas bersyarat tidak bisa dilanjutkan pencalonannya dalam pilkada. Bawaslu menilai terpidana yang bebas bersyarat belum dapat disebut 'mantan terpidana' sebagaimana dijelaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 42/PUU-XIII/2015 atas uji materiil pasal 7 huruf g UU No. 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Kasus Jimmy Rimba Rogi dan Elly Engelbert Lasut tidak hanya penting dilihat dalam konteks kepemiluan, tetapi juga dalam upaya pemberantasan korupsi. Keduanya merupakan elected official sebagai kepala daerah di wilayah masing-masing yang kemudian melakukan korupsi. Tidak tanggung-tanggung, menurut putusan No. 69 K/PID.SUS/2010, Jimmy Rimba Rogi merugikan negara senilai Rp 64.137.075.000. Dilihat dari tanggal pembebasan bersyaratnya, yaitu 24 Desember 2014, dapat disimpulkan bahwa Calon Walikota Manado yang diusung PAN dan Partai Gerindra tersebut tidak mengembalikan uang pengganti sehingga hukuman pidananya ditambah dari 5 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Dalam hal ini, partai politik menjadi institusi yang komitmen pemberantasan korupsinya patut disorot. Sebab, polemik penetapan pencalonan ini tidak akan terjadi apabila partai politik memiliki komitmen untuk pemberantasan korupsi dengan tidak mencalonkan calon yang mempunyai rekam jejak yang buruk dalam pemberantasan korupsi. Walau MK sudah membuka ruang bagi narapidana untuk maju sebagai calon kepala daerah tanpa masa jeda sehabis menjalani hukuman, partai seharusnya memilih kader yang memiliki rekam jejak dan integritas yang baik. Pencalonan terpidana, narapidana, dan tersangka oleh partai politik hanya akan merugikan rakyat dan partai sekaligus.

Kandidat yang memiliki rekam jejak buruk, apalagi terbukti mengkhianati rakyat dengan cara korupsi, memiliki potensi yang lebih besar untuk berlaku curang dalam proses pemilihan dan melakukan korupsi ketika terpilih sebagai kepala daerah. Bagi partai pun, pencalonan terpidana, narapidana, dan tersangka akan merusak kaderisasi. Kader partai tidak akan mementingkan rekam jejak dan integritas ketika didukung untuk menduduki jabatan publik.*** 

 
Mendorong Keterbukaan Informasi Penanganan Perkara Korupsi
 
Rezim keterbukaan informasi menuntut penyediaan informasi publik di semua sektor, tidak terkecuali dalam penegakan hukum. Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik nomor 14 tahun 2008, meletakkan institusi penegak hukum sebagai badan publik. Sehingga pada lembaga-lembaga ini melekat tanggungjawab untuk menyediakan dan memberikan informasi publik.
 
Atas dasar ini, Indonesia Corruption Watch meminta Kepolisian dan Kejaksaan agar lebih terbuka dalam menangani perkara korupsi. Terutama, terkait informasi perkembangan proses hukum yang sedang ditangani, sehingga publik bisa benar-benar mengetahui nasib perkara-perkara yang sedang ditangani oleh masing-masing lembaga.
 
Hasil pemantauan ICW terhadap perkara yang berstatus penyidikan menunjukkan perbedaan informasi yang sangat besar. Berdasarkan data yang dilansir Kepolisian, kasus korupsi yang ditangani Dirtipidkor (Direkorat Tindak Pidana Korupsi) Bareskrim Polri dalam sejak tahun 2010 hingga 2014 ada 5.485 kasus. Sementara hasil pantauan ICW hanya mencatat 536 kasus di tangan Dirtipidkor Bareskrim dalam kurun waktu tersebut. Ketidaksesuaian informasi ini boleh jadi disebabkan oleh banyak faktor, termasuk di antaranya, tidak tersedianya sistem yang terintegrasi di institusi penegak hukum yang mudah diakses publik.
 
Dibandingkan dengan KPK dan Kepolisian, ICW mencatat bahwa Kejaksaan merupakan lembaga penegak hukum yang paling banyak menangani perkara. Dalam periode 2010-2014, ICW mencatat 1.775 kasus di Kejagung yang diproses hingga tingkat penyidikan. 900 kasus di antaranya sudah mengalami perkembangan, namun sekitar 800 kasus lain tidak jelas penanganannya. Pertanyaannya, apakah kasus tersebut masih tetap berstatus penyidikan, SP3 (dihentikan penyidikannya) atau telah masuk ke persidangan?
 
Sementara itu, data resmi Kejaksaan menyebutkan, dari 1646 perkara yang ditangani pada tahun 2013, ada 364 kasus (22,1%) yang berlanjut ke penyidikan, sementara 1282 kasus lainnya entah apa statusnya. Dari informasi ini ICW mencatat bahwa Kejaksaan hanya menyediakan sekitar 20% hingga 30% informasi penanganan kasus kepada publik setiap tahunnya.
 
ICW juga memandang penting dilakukannya evaluasi terhadap SIMKARI (Sistem Informasi Kejaksaan RI). Sistem yang diakses melalui jaringan internet ini dirancang untuk menyimpan, mengelola, dan menyajikan data penanganan perkara korupsi untuk diakses oleh publik. Sistem ini telah diuji di beberapa kantor perwakilan kejaksaan di berbagai provinsi sejak tahun 2011-2013. Namun, sistem yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 131,9 miliar itu dinilai sejumlah kalangan belum dimaksimalkan. Anggaran yang digunakan cukup besar, namun informasi yang tersedia sangat minim.
 
Masalah mendasar yang dihadapi penegak hukum sebenarnya bisa diatasi. Pertama, perlu komitmen kuat dan keseriusan penegak hukum untuk mencatat penanganan perkara yang ditangani, lalu mengumumkannya ke publik. 
 
Kejaksaan RI bisa membuka informasi terkait perkara korupsi yang ditangani jajarannya mulai level Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Apalagi, Kejaksaan sudah memiliki aplikasi SIMKARI yang sebenarnya dapat dimaksimalkan. Sementara di Kepolisian, Dirtipidkor dapat mengkoordinasikan jajarannya sampai ke level Polres (Kepolisian Resor) untuk mengumumkan perkara yang ditangani secara berkala. Misalnya, Dirtipidkor Bareskrim dapat mengumumkan deskripsi singkat kasus, tanggal penyidikan dimulai, inisial dan jabatan tersangka, kerugian negara, tanggal selesainya proses penyidikan (P21) setiap 6 bulan sekali.
 
Dan kedua, perlu juga penambahan sumber daya manusia di institusi penegak hukum yang khusus mengelola data dan informasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Faktanya selama ini, institusi penegak hukum kekurangan sumber daya manusia pada bidang ini. Beban tanggung jawab mengelola informasi hanya diletakan sebagai pekerjaan tambahan tanpa dilengkapi dengan fungsi struktur yang jelas dan garis koordinasi yang tegas.
 
Keterbukaan informasi dapat dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga penegak hukum sebagai ruang untuk menunjukan capaian kinerjanya dalam pemberantasan korupsi - sekaligus untuk meraih kepercayaan publik dan merangsang partisipasi publik, sebagaimana yang dilakukan oleh KPK selama ini. Partisipasi tersebut dapat terwujud dengan terlibatnya masyarakat sebagai pelapor kasus korupsi, ataupun berperan memantau penanganan perkara yang sedang berjalan. 
 
Transparansi dalam penanganan perkara sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat maupun internal penegak hukum. Setidaknya, hal ini bisa memupus kecurigaan publik terhadap perkara - perkara yang terbilang lama proses penaganannya. ***
 
 

RINGKASAN BERITA

  • Sistem pemerintahan di Indonesia masih berantakan. Orde reformasi yang diharapkan dapat mengganti sistem politik militer yang otoriter khas Orde Baru dengan demokrasi, sistem pemerintahan yang sentralistik ke demokrasi lokal, serta mengikis korupsi, kolusi, dan nepotisme, belum bisa terwujud - antikorupsi.info/Zix

  • Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Mabes Polri untuk mengajukan surat permohonan informasi terkait penanganan kasus korupsi di kepolisian, baik pada tingkat Polres, Polda, serta Bareskrim. Pengajuan surat ini berkaitan dengan perbedaan data korupsi yang diteliti oleh ICW dan yang diklaim oleh pihak Kepolisian - antikorupsi.info/Zif

  • Pendanaan partai harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Hal ini pun bertujuan untuk mempermudah masyarakat mengatahui anggaran pendapatan dan belanja partai - antikorupsi.info/ZiY

  • Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung RI agar lebih transparan dalam menyediakan informasi penanganan kasus korupsi. ICW menilai Sistem Informasi Kejaksaan RI (SIMKARI) tidak digunakan secara efektif - antikorupsi.info/ZiQ

  • Kurangnya pendanaan partai politik selama ini menjadi alasan terjadinya korupsi. Subsidi dari negara, tentunya dengan persyaratan dan sanksi yang tegas, dan pemberdayaan konstituen diharapkan dapat mencegah terjadinya penyelewengan dana oleh partai politik - antikorupsi.info/Zid

UPDATE STATUS

28 September

  • Istri Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, dan mantan anak buah OC Kaligis, Gary, bersaksi dalam sidang OC Kaligis.

29 September

  • Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta menjatuhkan vonis hukuman 13 bulan penjara kepada mantan manager area PLN Yogyakarta.

  • Mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar subsider 11 bulan.

  • Komisaris Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dihukum dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus suap mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebesar Rp7 miliar.

  • KPK menjadwalkan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans).

30 September

  • Dua tersangka telah diperiksa Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi penjualan tiket pesawat Merpati Nusantara Airlines pada tahun 2009 sampai tahun 2012 dengan kerugian negara Rp12,750 miliar.

1 Oktober

  • Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar memvonis Bupati Lombok Barat 4 tahun penjara dalam kasus pemerasan pada proses izin pengembangan kawasan wisata di wilayahnya.

  • Kepolisian menyerahkan Lusi, tersangka kasus penyuapan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus impor garam.

  • Polisi melimpahkan berkas dan tersangka, beserta barang bukti terkait kasus dugaan korupsi Dwelling Time kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

  • Kepolisian segera melimpahkan berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan UPS pada APBD-P DKI Jakarta 2014.

2 Oktober

  • Istri Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho mengakui memberikan sejumlah uang untuk mengamankan persidangan di PTUN Medan.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan