Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 2015-07-03

RINGKASAN BERITA

Senin, 29 Juni 2015 ada empat peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, pemerintah akan menerapkan tax amnesty/ pengampunan pajak kepada koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang. Pemberlakukan tax amnesty ini berisiko mencemarkan nama baik negara.

Kedua, Budi Waseso sedang mengupayakan agar institusinya mendapatkan anggaran penanganan tindak pidana korupsi yang sama/ setara dengan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasan Polri adalah ada banyak perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani saat ini.

Selasa, 30 Juni 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, ada dua permohonan praperadilan yang akan ditangani Kejaksaan. Praperadilan pertama terkait kasus korupsi pada pengalihan tanah PT KAI Medan. Praperadilan kedua terkait kasus korupsi APBD Kabupaten Sarmi.

Kedua, Bareskrim Polri sedang menangani sembilan kasus korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah. Bareskrim juga telah membentuk tim sebanyak 500 penyidik untuk menangani sembilan kasus ini.

Rabu, 1 Juli 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, polisi menggunakan pasal karet untuk menjerat dua pegiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW). Pasal yang dikenakan adalah asal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Diduga alasan penggunaan pasal ini karena sifatnya sangat represif dengan ancaman pidana tinggi.

Kedua, Komisi Yudisial memutus kasus dugaan pelanggaran etik Sarpin Rizaldi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sarpin dinilai bersalah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terkait profesionalitas dalam menangani perkara praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan tidak bersikap rendah hati. Oleh karena itu, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi berupa nonpalu (tidak boleh bersidang) selama enam bulan.

Ketiga, Denny Indrayana, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, telah ditetapkan sebagai tersnagka dalam kasus korupsi Payment Gateway. Denny Indrayana telah dimintai keterangannya sebanyak lima kali.

Keempat, Dahlan Iskan terantuk tiga kasus dugaan tindak pidana korupsi. Pertama, kasus pembangunan gardu listik, kedua, kasus pengadaan mobil listrik, dan ketiga, kasus jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah Kementerian BUMN.

Kelima, Bareskrim Mabes Polri kesulitan mengusut kasus TPPI yang melibatkan Honggo Wendratno. Hendro berada di Singapura dan pihak Singapura belum memberikan jawaban apapun terkait permohonan Badan Reserse dan Kriminal Polri yang ingin memeriksa Honggo Wendratno di negara tersebut.

Kamis, 2 Juli 2015 ada lima peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Makassar tahun 2006-2012. Akibatnya KPK kembali menghadapi permohonan praperadilan karena pihak Ilham menganggap KPK tak mematuhi putusan praperadilan yang keluar pada 12 Mei.

Kedua, Sutan Bhatoegana membantah pernah menerima uang dari Jero Wacik selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Waryono Karno selaku Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM. Sutan menilai saksi-saksi di pengadilan telah berbohong bahwa dirinya menerima uang.

Ketiga, Mahkamah Agung akan mempelajari terlebih dahulu rekomendasi yang diberikan KY atas sanksi yang seharusnya diberikan pada Sarpin Rizaldi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Keempat, Kejaksaaan Tinggi Maluku Utara akan mengusut dua dugaan kasus korupsi Bupati Halmahera Barat Namto Hui Roba, yaitu kasus perjalanan dinas bupati senilai Rp 1,8 miliar pada tahun anggaran 2007-2008 dan kasus pemotongan dana APBD sebesar 10% dari masing-masing SKPD senilai Rp 18 miliar di tahun anggaran 2007-2011.

Kelima, Kejaksaan Agung diminta meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan publikasi terkait dengan penanganan perkara serta pengembalian uang negara yang selama ini dilakukannya.

Jumat, 3 Juli 2015 ada empat peristiwa penting yang dicatat.

Pertama, KPK telah menetapkan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana operasional menteri Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2014. Ini adalah kasus kedua mantan Menteri Agama ditetapkan sebagai tersangka.

Kedua, KPK memeriksa tiga saksi dalam kasus dugaan korupsi E-KTP. Sebelumnya KPK telah menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto sebagai tersangka.

Ketiga, DPR minta Polri menyelamatkan lebih banyak uang negara yang telah dikorupsi.

Keempat, Pansel yakin KPK ke depannya akan lebih baik. Hal ini karena pendaftar calon pimpinan KPK, berasal dari latar belakang beragam dengan kualifikasi tinggi.

PERKEMBANGAN PENTING

29 Juni

  • Pemerintah akan menerapkan tax amnesty pada koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang.

  • Polri meminta anggaran penanganan tindak pidana korupsi disamakan dengan anggaran KPK.

  • Pembahasan penambahan dana untuk partau politik dihentikan.

30 Juni

  • Kejaksaan menghadapi dua permohonan praperadilan.

  • Bareksrim siapkan 500 penyidik untuk mengusut kasus korupsi.

1 Juli

  • Polisi mengenakan pasal karet (UU ITE) pada pegiat antikorupsi ICW.

  • KY memutus Sarpin tidak boleh bersidang selama enam bulan.

  • Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka kasus Payment Gateway.

  • Dahlan Iskan terantuk tiga kasus dugaan tindak pidana korupsi.

  • Kasus TPPI terkendala karena Honggo Wendratno berada di Singapura.

2 Juli

  • Tersangka mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, kembali mengajukan praperadilan pada KPK.

  • MA akan memperlajari dahulu rekomendasi KY terhadap sanksi Sarpin.

  • Kejaksaan Tinggi Maluku Utara mengusut dua kasus korupsi Bupati Halmahera Barat.

  • Denny Indrayana mengajukan saksi yang akan meringankan kasus yang dikenakan padanya.

3 Juli

  • Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka kasus penggunaan dana operasional menteri Kementerian Agama.

  • Ada tiga saksi yang diperiksa terkait kasus dugaan korupsi E-KTP.

  • Kejaksaan Tinggi NTT menangkap dua tersangka kasus korupsi Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan.

IN-DEPTH ANALYSIS

Tax Amnesty, Bendera Putih Penegakan Hukum?

Pemerintahan Jokowi menggulirkan usulan kebijakan untuk memberikan pengampunan pajak bagi pelaku tindak kejahatan, diluar terorisme dan narkotika. Ditilik dari sejarahnya, ini merupakan kali keempat pemerintah Indonesia mencanangkan program tax amnesty. Dua kebijakan dibawah rezim Orde Baru, satu kebijakan bernama Sunset Policy pada era SBY, dan kini tax amnesty dibawah administrasi Jokowi (Dirjen Pajak, 2015). Tujuan dari pemberian tax amnesty menurut Pemerintah setidaknya ada tiga, yakni mendorong repatriasi modal/aset milik wajib pajak yang telah diparkir di luar negeri, meningkatkan kepatuhan pajak dimasa yang akan datang, meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, dan mendorong rekonsiliasi nasional (Dirjen Pajak, 2015). Pemerintah percaya diri jika program ini akan berhasil karena mengacu kepada pengalaman beberapa negara lain yang telah melakukan hal serupa, diantaranya Afrika Selatan (2,2 miliar rand berhasil dikumpulkan), Italia (Rp 50 triliun), India (Rp 25 triliun) dan Irlandia (Rp 10 triliun).

Salah satu faktor yang menyebabkan agenda tax amnesty ini membakar kontroversi adalah dari target yang sangat luas, bukan hanya wajib pajak yang mangkir, nunggak atau memanipulasi laporan pajak yang sebenarnya, akan tetapi mencakup juga pelaku korupsi, pencucian uang, pelaku illegal mining, illegal logging dan sebagainya. Bagi banyak pihak, kebijakan ini dianggap memperlebar diskriminasi perlakuan karena sejatinya semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Demikian halnya, pemberian tax amnesty untuk pelaku kejahatan akan memicu ketidakadilan serta melemahkan upaya penegakan hukum, terutama jika paska tax amnesty, tidak ada upaya penegakan hukum yang kuat dan tegas yang mentargetkan para pelaku kejahatan (Rosdiana, 2015).

Pada prinsipnya, kebijakan model tax amnesty harus berangkat dari sebuah premis bahwa negara memiliki kekuatan untuk menegakkan hukum. Akan tetapi, kepentingan jangka pendek, semisal kurangnya penerimaan negara pada sektor pajak membuka peluang bagi Pemerintah untuk menambal APBN melalui mekanisme tax amnesty. Jika situasinya terbalik, bisa dimaknai bahwa kebijakan tax amnesty merupakan satu-satunya cara yang ditawarkan Pemerintah untuk mendapatkan uang secara cepat dalam jangka pendek, karena tidak dapat melakukan upaya penegakan hukum yang efektif.

Catatan lain yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam prakteknya, kebijakan Sunset Policy pada tahun 2007-2008 yang digulirkan pemerintahan SBY tidak memberikan hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan. Terutama dilihat dari apakah jumlah wajib pajak bertambah secara signifikan, kinerja perpajakan dari tahun ke tahun dan berkurangnya modus penghindaran pajak. Dengan demikian, jika Pemerintah hendak mencanangkan kembali kebijakan ini, maka Pemerintah harus secara hati-hati menyusun prosedur dan mekanisme pemberian tax amnesty, sekaligus dapat meyakinkan publik luas bahwa target penerimaan pajak bisa bertambah secara signifikan. Publik tentu tidak ingin pemerintah menggadaikan fungsinya dalam penegakan hukum dengan memberikan ampunan pajak sementara waktu karena keterbatasan dan ketidakmampuannya untuk menerapkan rule of law.***

Hari Bhayangkara dan Reformasi Kepolisian

Tepat pada 1 Juli 2015 yang lalu, Polri (Kepolisian Republik Indonesia) memperingati hari Bhayangkara yang ke 69. Selama lebih dari setengah abad berdiri, banyak kritik, saran dan harapan yang besar kepada lembaga Polri.

Berdasarkan rangkuman dari sejumlah pemberitaan, ada tiga hal penting yang menjadi sorotan dari publik. Pertama, pembenahan internal Polri, khususnya pada pemberantasan mafia hukum. Kedua, terkait dengan ketaatan unsur pimpinan Kepolisian untuk melaporkan harta kekayaannya sebagai bagian kewajiban penyelenggara negara. Pada poin ini, Polri disarankan agar belajar dari mantan Kepala Polri Hoegeng Iman Santoso. Dan ketiga, Polri diminta menjaga netralitasnya dalam politik.

Terkait dengan pembenahan internal, Presiden Joko Widodo berulang - ulang mememberikan penekanan pada pemberian rasa keadilan. Dia memerintahkan Polri untuk tegas dan professional dalam menjalankan tugas menegakkan hukum. Selain itu, Presiden juga memerintahkan Polri untuk melakukan berantas mafia hukum dalam tubuh Kepolisian (makelar kasus).

Sehubungan dengan anjuran untuk belajar kepada Hoegeng Iman Santoso, adalah soal ketertiban mendaftarkan kekayaan semua unsur pimpinan di Kepolisian. Sebagaimana kita ketahui, beberapa minggu yang lalu issue terkait kepatuhan Polri melaporkan kekayaannya sempat meramaikan pemberitaan. Pada sisi yang lain, publik mesih menilai, kepatuhan unsur pimpinan di Kepolisian untuk melaporkan harta kekayaannya masih jauh dari yang diharapkan.

Catatan penting lainnya, Polri diminta netral dalam Politik. Apalagi, di tahun 2015 masyarakat Indonesia akan dihadapkan pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak. Indonesia mencatat dalam sejarah demokrasi dunia karena ada penyelenggaraan Pilkada di 269 daerah. Terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak gelombang pertama.

Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian, menjelaskan dalam artikelnya (Kompas, 30 Juni 2015) bahwa keterlibatan elite polisi aktif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam kancah politik praktis adalah wajar. Dia memberikan contoh dalam kasus rekaman cakram (VCD) menunjukkan bahwa seorang Kepala Polwil Banyumas di hadapan para purnawirawan polisi agar dalam pemilu memilih calon presiden dari partai tertentu.   

Momentum peringatan hari Bhayangkara harus dijadikan Polri untuk melakukan pembenahan secara serius. Publik percaya, jika ketiga hal yang menjadi issue utama tersebut diperbaiki, maka bisa memberkan efek yang cukup signifikan terhadap penegakan hukum di Indonesia. ***
 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan