Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 14-20 April 2016

Moratorium Untungkan Siapa?

Pemerintah telah sepakat untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) atas proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI, proyek itu dihentikan sementara sampai semua persyaratan dan perizinan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, mengatakan akan membentuk Join Komite agar penyelesaian masalah segera tuntas. Komite itu terdiri dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka akan mengkaji aturan terkait rencana membangun 17 pulau di teluk Utara Jakarta itu.

Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok keputusan tersebut tidak berhubungan dengan alasan lingkungan seperti menenggelamkan Jakarta. Namun moratorium disebabkan adanya tumpang tindih peraturan.

Tapi di luar alasan peraturan perundang-undangan, reklamasi juga menuai kontroversi karena akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal ini secara konsisten disuarakan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Menanggapi keputusan moratorium, mereka mencurigai keputusan itu hanya untuk meredakan situasi, atau bahkan justru untuk memuluskan reklamasi.

Sebab pemerintah berpeluang membongkar dan menambal izinnya terkait reklamasi. Apalagi, reklamasi dinilai hanya bertujuan menguntungkan pihak pengembang, bukan masyarakat sekitar. Kehidupan Nelayan sebagai pihak yang terdampak langsung dari reklamasi bahkan bisa terbunuh secara pelan-pelan.

Hal lain yang patut dicermati dalam moratorium ini adalah kelanjutan penanganan perkara korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga orang tersangka terkait proyek reklamasi. Mereka adalah Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

Ariesman memberikan suap kepada Sanusi melalui Trinanda. Diduga kuat, suap berkaitan agar pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Reklamasi berjalan mulus.

KPK lalu menegaskan moratorium tidak akan berpengaruh terhadap penyidikan kasus tersebut. Moratorium sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. Ada atau tidak moratorium, KPK akan terus mendalami dugaan suap terkait proyek reklamasi.

KPK mengatakan, saat ini mereka fokus melakukan penelusuran atas peran saksi-saksi yang dipanggil, juga izin yang didapat perusahaan untuk melakukan reklamasi. Ini juga termasuk mendalami kepentingan yang masuk dalam Raperda reklamasi dan menelusuri aliran uang terkait pembangunan 17 pulau tersebut.

Keputusan moratorium harus dijadikan momen evaluasi untuk mendeteksi aspek positif dan negatif dalam proyek reklamasi. Ini tidak cukup dengan hanya mengkaji peraturan terkait, namun juga memperhatikan hal lain yang selama ini gencar disuarakan seperti dampak terhadap lingkungan, kehidupan sosial masyarakat sekitar, dan siapa yang lebih banyak diuntungkan.

Tak kalah penting, kasus korupsi mestilah jadi aspek pertimbangan kelanjutan proyek reklamasi. Ditemukannya kasus korupsi menunjukkan bahwa terdapat masalah besar dalam proyek ambisius ini. Semua kebijakan yang dibuat pemerintah mestinya ditujukan untuk kepentingan publik, bukan segelintir orang tertentu. Apabila hasil penelusuran menyimpulkan yang terakhir, maka moratorium bukanlah langkah tepat, menghentikan proyek reklamasi secara permanen adalah keharusan.


The Panama Papers di Mata Indonesia

Dunia internasional dihebohkan dengan hasil investigasi organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Sebuah Koran dari SüddeutscheZeitung dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia (Tempo salah satu diantaranya). Temuan tersebut mengungkapkan skandal jejaring korupsi dan kejahatan pajak kepala Negara, agen rahasia, pesohor sampai buronan, disembunyikan di Negara suaka pajak (tax haven).

Berdasarkan informasi yang beredar, sekurangnya ada 214.488 nama perusahaan offshore yang bocor ke publik. Menariknya, ratusan perusahaan itu terhubung dengan orang – orang dari 200 negara. Perusahaan offshore sendiri dimaknai sebagai perusahaan yang berbadan hukum yang berada di wilayah yurisdiksi Negara tax haven, baik perusahaan non residen maupun pusat keuangan (offshore financial centres/OFC).

Sederet nama dalam dokumen tersebut diantaranya adalah Presiden China Xi Jinping, Vladimir Putin (Pemimpin Rusia), ayah dari Perdana Menteri Inggris David Cameron, Raja Mohammed VI dari Maroko, Raja Salman dari Saudi Arabia, Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson dan istrinya, Lionel Messi, Hosmi Mubarak, Presiden Argentina Mauricio Macri, dan masih banyak lagi nama - nama yang akrab di telinga masyarakat internasional.

Hal yang tidak kalah menariknya, sejumlah tokoh politik, pengusaha, buronan sampai dengan penyelenggara Negara di Indonesia juga masuk dalam sekandal tersebut. Diantaranya Sandiaga Uno, Riza Chalid, Djoko Soegiarto Tjandra, Paulus Tannos, Azmin Aulia da Hary Azhar Azis yang merupakan Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia.

Pertanyaan pentingnya, apa yang menjadi masalah skandal The Panama Papers untuk Indonesia? Pertama, tidak berlebihan rasanya jika ada yang menduga bahwa skandal ini adalah sebagai upaya untuk menyembunyikan kekayaan di Negara - negara tax haven. Menurut keterangan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, nilai kekayaan orang Indonesia yang tersembunyi di negara-negara tax haven. Lebih dari Product Domestic Bruto Indonesia yang sekarang sekitar Rp 11.000 triliun. Dan British Virgin Islands, Cook Island dekat Selandia Baru dan Singapura adalah tempat favorit orang Indonsia untuk mendirikan mendirikan shell company atau perusahaan cangkang.

Kedua, boleh jadi sebagai modus untuk menghindari pajak. Modusnya dengan perpidahan atau pembuatan perusahaan di offshore seperti British Virgin Island, Cook Island dan Singapura. Atau sebagai upaya juga untuk menghindari kewajiban melaporkan pajak, yaitu dengan mengisi pajak secara tidak benar.

Dari sisi pajak, hal ini tentu saja tidak diperbolehkan. Menurut pasal 39 Undang – undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Surat Pemberitahunan Tahunan (pajak), harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Siapa saja yang sengaja mengisi secara tidak benar, maka dapat dipidana paling lambat enam tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak terhutang.

Ketiga, sebagai kendaraan untuk menyembunyikan harta hasil kejahatan (money laundering). Nama Djoko Tjandra tidak asing bagi penduduk Indonesia. Dia adalah salah satu pelaku skandal korupsi terbesar di Indonesia, yaitu korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Djoko Tjandra adalah buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali pada 1999. Dalam putusan PK tujuh tahun lalu, MA memutuskan Djoko bersalah dalam kasus cessie Bank Bali. Djoko dikenakan hukuman dua tahun penjara serta membayar denda senilai Rp15 juta. Seluruh hartanya di Bank Bali senilai Rp54 miliar juga dirampas.

Sebenarnya tidak masalah bagi siapa pun yang akan membuat perusahaan di offshore. Tetapi akan jadi persoalan jika tidak melaporkan kegiatan usaha tersebut dalam kaitannya pelaporan pajak. Karena ada konsekuensi pidana didalamnya. Selain itu, bagi para penyelenggara Negara yang tidak melaporkannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), maka sesungguhnya hal ini adalah bentuk pembangkangan terhadap undang – undang.***

RINGAKSAN MINGGUAN


UPDATE STATUS

14 April

  • Kejaksaan Tinggi Jawa Timur kembali menjadikan Ketua Umum Kamar dagang dan Industri Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti, tersangka korupsi dana bantuan sosial untuk pembelian saham perdana Bank Jatim pada 2012.

  • Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Sutan Bhatoegana, dari 10 tahun menjadi 12 tahun penjara karena menerima suap terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan Tahun 2013 untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

  • Pihak kepolisian melimpahkan kasus korupsi pembangunan gedung auditorium kampus Universitas Bangka Belitung (UBB) pada kejaksaan setelah berkas dinyatakan lengkap atau P21.

  • Ketua Komisi V DPR RI, Fairy Djemi Francis, diperiksa KPK sebagai saksi dugaan suap proyek pembangunan jalan dengan tersangka Damayanti Wisnu Putranti.

  • Presdir PT Podomoro Land, Ariesman Widjaja, diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pembahasan Raperda tentang reklamasi teluk Jakarta, dengan tersangka Muhammad Sanusi.


15 April

  • Penyelidikan kasus dugaan penyelewengan dana hibah partai politik senilai Rp 121 juta lebih di Pemkab Tabanan pada tahun 2014 ke Partai Golkar akhirnya dihentikan karena tak cukup bukti.

  • Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wakil Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Berdikari (Persero), Siti Marwa, setelah diperiksa sebagai tersangka kasus suap dalam kaitan pembelian pupuk urea tablet.

  • Samadikun, mantan Komisaris Utama PT Bank Modern, yang juga buronan dalam mega korupsi BLBI, menyerahkan diri di Tiongkok.


18 April

  • Ketua Baleg DPRD DKI, Mohamad Taufik, diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah tata ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta dengan tersangka M. Sanusi.

  • Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi perjanjian kerja sama antara PT Hotel Indonesia Natour dan PT Cipta Karya Bumi Indah pada 2004.


19 April

  • Rudi Rubiandini, mantan Kepala SKK Migas, tetap dihukum selama 7 tahun penjara setelah MA menolak peninjauan kembali (PK) karena menerima suap dari Komisaris Utama Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong.

  • KPK memeriksa Sugianto Kusuma alias Aguan, bos perusahaan properti Agung Sedayu Group, sebagai saksi kasus dugaan suap terkait dengan pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta.

  • KPK memeriksa Ketua Yayasan Sumber Waras, Kartini Muljadi, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Rumah Sakit Sumber Waras yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

  • Pemerintah Provinsi Riau menunda pelantikan bupati terpilih Rokan Hulu 2016-2021, Suparman, karena telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-Perubahan Riau tahun 2014 dan 2015.


20 April

  • KPK menangkap tangan terduga kasus korupsi, yakni seorang panitera di sebuah pengadilan di Jakarta, Edy Nasution.

  • Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan dua tersangka baru dalam kasus pemberian kredit Bank DKI tahun 2013, yakni Direktur Pemasaran Bank DKI tahun 2014, Mulyatno Wibowo, dan Direktur Utama Bank DKI tahun 2014, Eko Budiwiyono.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan