Buletin Anti-Korupsi: Update 18-10-2016
“Dua Lagi Bupati Dibidik KPK”
http://koran.tempo.co/konten/
Tempo, Selasa, 18 Oktober 2016
KPK memulai dua penyidikan kasus suap yang diduga dilakukan oleh Bupati Tenggamus, Bambang Kurniawan, dan Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun. KPK belum mengumumkan detail kasus dalam dua surat perintah penyidikan itu, termasuk soal kemungkinan dua bupati itu menjadi tersangka. Yang jelas, Wakil Ketua KPK, Laode Muhamad Syarif, mengatakan pengusutan dua kasus ini adalah keseriusan lembaganya mengusut korupsi di daerah.
“SUAP pengadaan buku dan ALAT PERAGA”
http://koran.tempo.co/konten/
Tempo, Selasa, 18 Oktober 2016
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto mendorong semua Inspektorat Jenderal tingkat daerah memperkuat pengawasan, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini bertujuan mengantisipasi adanya praktek suap setelah mencuatnya kasus ijon proyek di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kebumen.
“Kepercayaan Makin Menurun”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Selasa, 18 Oktober 2016
Perebutan mitra kerja antarkomisi di DPR hanya akan menurunkan kepercayaan publik. Terlebih lagi, yang selalu diperebutkan adalah mitra kerja yang mengelola dana besar. Ini memunculkan dugaan bahwa DPR mengincar dana tersebut. Rebutan mitra kerja belakangan kembali muncul antara Komisi VI dan XI DPR. Kedua komisi itu memperebutkan BUMN sebagai mitra kerja dalam hal pembahasan penyertaan modal negara (PMN) di BUMN. Untuk diketahui, total pagu PMN untuk empat BUMN tahun ini senilai Rp 9 triliun.
“Sanusi Manipulasi Harga Jual-Beli Aset”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Selasa, 18 Oktober 2016
Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M Sanusi, diketahui memanipulasi harga beli sejumlah aset properti yang dimilikinya ketika membuat akta jual-beli. Ia pun membeli sejumlah aset bernilai miliaran rupiah itu dengan memanfaatkan uang rekan kerjanya.
“MA Kukuh Sebut tidak Ada Hakim Agung Cacat Syarat”
http://mediaindonesia.com/
Mahkamah Agung kembali menyatakan lima hakim agung yang dituding cacat syarat sudah memenuhi ketentuan perundangan. Syarat bahwa menjadi hakim agung harus memiliki pengalaman sebagai hakim tinggi sedikitnya tiga tahun bukan berarti harus memegang palu.