Buletin Anti-Korupsi: Update 17-1-2017

POKOK BERITA:

KPK Awasi Ketat 10 Provinsi”

https://koran.tempo.co/konten/2017/01/17/411336/KPK-Awasi-Ketat-10-Provinsi

Tempo, Selasa, 17 Januari 2017

Komisi Pemberantasan Korupsi akan memperketat pengawasan terhadap sejumlah daerah yang dianggap rawan korupsi, termasuk praktek jual-beli jabatan. Setidaknya ada sepuluh daerah yang menjadi prioritas pengawasan, yaitu Aceh, Papua, Papua Barat, dan Riau. Selain itu, Banten, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, serta Sulawesi Tengah.

Jumlah Jaksa Nakal Meningkat”

http://print.kompas.com/baca/polhuk/hukum/2017/01/17/Jumlah-Jaksa-Nakal-Meningkat

Kompas, Selasa, 17 Januari 2017

Jumlah jaksa dijatuhi sanksi karena melakukan pelanggaran meningkat pada 2016. Reformasi birokrasi di Kejaksaan Agung yang belum optimal dinilai menjadi penyebab. Korps Adhyaksa diharapkan berbenah, termasuk membenahi sistem anggaran penanganan perkara.

Usut Otak Korupsi KTP-E lewat Pengembalian Uang”

http://mediaindonesia.com/news/read/87918/usut-otak-korupsi-ktp-e-lewat-pengembalian-uang/2017-01-17 - Media Indonesia, Selasa, 17 Januari 2017

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima pengembalian uang Rp247 miliar dari beberapa saksi dan korporasi yang terlibat dalam proyek KTP berbasis elektronik (KTP-E). Barang sitaan tersebut akan digunakan untuk mengejar pemberinya yang diduga aktor utama perkara korupsi yang telah merugikan negara Rp2,3 triliun.

“Kejati Jatim Ajukan Memori Kasasi Kasus La Nyalla”

http://mediaindonesia.com/news/read/87698/kejati-jatim-ajukan-memori-kasasi-kasus-la-nyalla/2017-01-16 - Media Indonesia, Senin, 16 Januari 2017

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur siap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis bebas yang diterima mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur 2009-2014, La Nyalla Mattaliti, pada 27 Desember 2016 lalu.

“Langgeng Berkuasa di Balik Pasal”

http://mediaindonesia.com/news/read/87480/langgeng-berkuasa-di-balik-pasal/2017-01-14

Media Indonesia, Sabtu, 14 Januari 2017

Setelah MK membatalkan syarat calon kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana pada 2015, dinasti politik semakin leluasa melanggengkan kekuasaan mereka. Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menambahkan semua pihak termasuk MK sepatutnya meninjau kembali Pasal 7 huruf r yang awalnya dibangun untuk memagari hegemoni politik. Dan sebaiknya masyarakat tidak memilih calon kepala daerah yang ingin melanggengkan dinasti politik.

Informasi pada pukul 17.30 WIB

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan