Bukan Azhari, tapi Motif Korupsi

Kalangan LSM di Sulawesi, khususnya di Poso dan Palu, menyakini bahwa bom yang meledak di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, terkait dengan korupsi dana kemanusiaan korban kerusuhan Poso yang terjadi sejak 1998.

Mereka tidak melihat kaitan bom itu dengan jaringan Dr Azhari dan Noordin M. Top. Mereka justru mempertanyakan mengapa pemerintah langsung menunjuk kedua orang tersebut berada di balik aksi memilukan itu.

Sikap tersebut terungkap dalam jumpa pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, kemarin. Hadir dalam kesempatan itu, Munarman (ketua YLBHI), Iskandar Lamuka (direktur pelaksana Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Poso), Robert Romboi (direktur pelaksana Yayasan Panorama Alam Lestari, Tentena), dan Arianto Sangaji (direktur pelaksana Yayasan Tanah Merdeka Palu).

Ini terkait dengan dana korupsi kerusuhan pengungsi Poso sebesar Rp 162 miliar. Dana itu adalah dana untuk jaminan hidup (jadup) dan bekal hidup (bedup), tegas Iskandar Lamuka. Kasus ini, kata Iskandar, tertutup rapi karena praktik korupsinya berbentuk jejaring yang melibatkan aparat penegak hukum, politisi, pengusaha, hingga preman.

Kami menduga, pengeboman di kantor kami pada 28 April 2005 juga terkait dengan pengusutan kami atas dugaan korupsi itu, lanjutnya. Dia langsung menyebut beberapa nama yang ikut menikmati dana korupsi tersebut.

Bagaimana bisa menyakini bahwa bom itu terkait kasus korupsi? Satu orang yang ditangkap polisi karena diduga terlibat pengeboman, Abdul Kadir Sidik, itu kan terlibat kasus korupsi, jelas Arianto Sangaji.

Arianto melanjutkan, Kadir sebenarnya mendekam di Rutan Poso. Dia terlibat kasus korupsi dana kemanusiaan itu. Makanya, dia tak habis mengerti bagaimana orang tersebut bisa keluar dari lapas. Polisi sendiri juga sedang mendalami keterangan kepala Rutan Poso.

Tapi, apa mereka punya akses ke bahan peledak? Munarman menyambung, dalam situasi konflik seperti Poso, selalu ada yang namanya simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara aktor lapangan dan aktor intelektualnya.

Mereka itu adalah aktor intelektual yang bisa saja memanfaatkan eks kombatan laskar-laskar dahulu yang memang punya keahlian merakit bom. Ini tugas polisi untuk membongkar. Fakta yang paling kuat, bom itu terkait korupsi, tegas Iskandar.

Sedangkan Robert mengatakan, sebenarnya deklarasi Malino efektif meredam rasa saling curiga di antara komunitas yang berbeda agama. Saat ini, antara kelompok agama yang berbeda sedang mesra-mesranya di Poso, lanjutnya. (naz)

Sumber: Jawa Pos, 1 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan