Buka Audit Dana Kampanye

Komite Independen Pemantau Pemilu dan Serikat Konstituen Indonesia mendesak Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan klarifikasi ulang hasil audit dana kampanye. Alasannya, dalam buku Membongkar Gurita Cikeas, antara lain, berisi mengenai dugaan aliran dana ilegal dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009.

Desakan itu disampaikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan Serikat Konstituen Indonesia (Sakti) ketika datang ke Kantor KPU, Senin (4/1). Mereka ditemui oleh anggota KPU, I Gusti Putu Artha, dan Wakil Sekjen KPU Asrudi Trijono. Sekitar 30 orang dari KIPP dan Sakti memenuhi Media Center KPU untuk menyampaikan aspirasinya.

Sekjen KIPP Muchtar Sindang mengatakan, KPU perlu memberikan penjelasan kepada publik atas dugaan aliran dana ilegal Pemilu Presiden 2009. ”KPU harus menjelaskan kepada publik mengenai data yang tidak dipublikasikan, seperti siapa yang menyumbang kepada peserta pemilu. Dalam UU Pemilu Presiden jelas disebutkan bahwa sumber dana kampanye harus jelas,” kata Muchtar.

Anggota KPU, I Gusti Putu Artha, mengatakan, usulan KIPP dan Sakti akan dibawa ke rapat pleno KPU. Untuk itu, Putu mengatakan belum bisa menjawab, apakah KPU akan mengumumkan kembali hasil audit dana kampanye pemilu atau tidak.

”KPU telah melaksanakan semua proses tahapan pelaporan dan audit dana kampanye sesuai dengan undang-undang, tetapi kalau banyak pihak yang meminta supaya KPU membuka hasil audit dana kampanye, saya kira tidak masalah,” kata Putu.

Ranah saintifik
Pengamat politik, Arbi Sanit, menilai, buku Membongkar Gurita Cikeas dibuat berdasarkan kondisi banyaknya ketidakberesan dalam bidang ekonomi dan politik belakangan ini.

Buku karangan George Aditjondro ini, menurut Arbi, lebih merupakan agenda saintifik dengan menggunakan metode ilmu sosial yang induktif. Ia juga melihat ada koinsidensi bahwa orang-orang yang terlibat dalam masalah Bank Century dan pemilu adalah orang-orang yang sama.

Sementara itu, Ramadhan Pohan, mantan Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional yang dalam buku tersebut juga sempat disebut namanya, mengatakan, ia telah melaporkan tindakan pemukulan George, Rabu (30/12) lalu, ke polisi untuk ditangani dalam kasus penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan.

Menanggapi hal ini, Arbi Sanit menganggap Ramadhan ingin mengalihkan substansi permasalahan dari esensi buku. Menurut dia, tindakan George memukul itu lebih pada soal temperamen. Ia menganggap hal ini tidak berhubungan dengan pelaksanaan demokrasi. ”Demokrasi di Indonesia kan tidak hanya bergantung pada kedua orang itu,” ungkap Arbi. (edn/sie)

Sumber: Kompas, 5 januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan