BRR Diminta Transparan

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias untuk terbuka dan tidak menutup-nutupi transaksi yang mereka lakukan.

Pernyataan Kesanggupan Karyawan (Pakta Integritas) BRR, yang mewajibkan setiap karyawan badan itu untuk menjaga rahasia semua data, informasi, dan dokumen, diminta untuk direvisi. Ketentuan itu bertolak belakang dengan komitmen transparansi, ujar Wakil Koordinator ICW Ridaya La Ode Ngkowe kemarin dalam jumpa persnya.

Dalam jumpa pers itu ICW juga menyoroti pernyataan BRR sehari sebelumnya terkait dengan dugaan korupsi dalam beberapa proyek pembangunan Aceh-Nias pascatsunami (Koran Tempo, 29 Agustus). Menurut Ridaya, tanggapan itu merupakan cermin keengganan BBR untuk untuk memperbaiki persoalan internal. Tanggapan mereka cenderung defensif, ujar Ridaya dalam keterangan persnya kemarin di Jakarta.

Pernyataan BRR yang dimaksud Ridaya adalah yang dikeluarkan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris BRR Teuku Kamaruzzaman. Saat itu Kamaruzzaman menyatakan dugaan penyimpangan pengadaan buku satu tahun BRR terjadi hanya karena keterdesakan waktu. Kami cuma punya waktu 15 hari, padahal normalnya sesuai dengan waktu tender, 56 hari. Jadi bisa saja terjadi kekeliruan, kata Kamaruzzaman dua hari lalu.

Alasan soal mepetnya waktu ini ditolak Ridaya. Menurut dia, hal tersebut membuktikan mandulnya sistem perencanaan di tubuh BRR. Padahal, kata Ridaya, perencanaan pengadaan barang dan jasa merupakan tugas pokok yang harus dijalankan.

Dalam laporannya, ICW sebenarnya ingin menyampaikan tiga indikasi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Tiga hal tersebut adalah soal pelanggaran prosedur, benturan kepentingan, dan penggelembungan harga. Total kebocoran dari sejumlah kasus yang disorot ICW bernilai Rp 23,96 miliar.

Soal benturan kepentingan, Ridaya mencontohkan pemilihan langsung PT Emerson Asia Pacific dan PT Semar Kembar Sakti. Menurut Ridaya, dua perusahaan itu dimiliki pasangan suami-istri (Ibnu Tadji dan Pratiwi Ibnu Tadji) yang memiliki kedekatan dengan beberapa petinggi BRR.

ICW juga meragukan legalitas PT Emerson Asia Pacific, yang ketika ditunjuk sebagai rekanan BRR pada 1 Februari 2006 usianya baru empat bulan. Kami yakin benturan kepentingan antara petinggi BRR dalam proyek itu tak dapat dihindarkan, ujarnya. riky ferdianto

Sumber: Koran Tempo, 30 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan