BPN Masih Rawan Calo dan Pungli

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuat action plan perbaikan sistem layanan pertanahan dalam rangka usaha pemberantasan korupsi. Pasalnya, temuan KPK menunjukkan bahwa masih ada praktik pungutan liar dan pencaloan dalam sistem pelayanan publik di BPN.

"Masih ada pungli serta banyak calo dan pengguna jasa yang bebas keluar masuk back office," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin di Jakarta, Senin (31/8).

Hasil kajian KPK tersebut diperoleh dari proses pengawasan kantor BPN di enam kota yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar selama periode 2006 hingga 2008. Pengawasan juga dilakukan KPK dengan melakukan inspeksi mendadak oleh pimpinan komisi di kantor layanan pertanahan di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara pada Juni silam.

Tidak hanya pencegahan, usaha penindakan juga telah dilakukan KPK pada petugas BPN yang melakukan praktik korupsi. Pada pertengahan tahun 2007 di Surabaya, KPK menangkap seorang pimpinan di kantor BPN wilayah Surabaya. Kepala BPN Surabaya tersebut divonis hukuman 15 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri setempat akibat melakukan pemerasan kepada pengguna jasa.

Menanggapi hasil kajian KPK, Kepala BPN RI Joyo Winoto berkomitmen untuk membereskan persoalan calo dan pungli di institusinya secara tuntas. Sebenarnya, kata Joyo, BPN sudah melakukan beberapa perbaikan sistem layanan. Salah satunya dengan merilis sistem mobile office bernama Larasita. Program Larasita yang dihadirkan di wilayah pedesaan itu diyakini dapat memutus tali bisnis percaloan.

"Tapi ternyata percaloan masih berkembang. Padahal kita harap dapat dituntaskan dalam waktu cepat," ujar Joyo.

Joyo mengaku pihaknya telah memberi hukuman pada 117 pegawai. "Empat  di antaranya diberhentikan," katanya. [by : Melati Hasanah Elandis]

Sumber: Jurnal Nasional, 1 September 2009

-------------

Kinerja BPN Mengecewakan
KPK Minta Segera Perbaiki Layanan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tampaknya, geregetan juga melihat kiner­ja Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang tetap mengecewakan. Kemarin, lembaga antikorupsi itu mengundang pimpinan BPN untuk menjelaskan pelayanan sektor agraria yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.

Hasil pengawasan di enam kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, komisi mene­mukan banyak praktik menyimpang. Di antaranya, banyaknya pungutan liar, kontak langsung antara petugas dengan pemohon layanan, serta jam pelayanan yang tak standar. KPK juga pernah menyidak kantor BPN di Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.

''Pemantauan kami pada 2006-2008, belum ada perubahan signi­fi­kan. Masih banyak calo berkeliaran dan bebas keluar masuk back office,'' kata Wakil Ketua KPK M. Jasin di kantornya kemarin.

Bahkan, pada 2007, KPK meringkus kepala BPN Surabaya yang tertangkap tangan meminta sejumlah uang kepada pemohon sertifikat.

Selain hasil pemantauan, kata Jasin, KPK melakukan survei in­tegritas terhadap empat layanan di lem­baga tersebut. Yakni, bidang ser­­­tifikasi, hak tanggu­ngan, pengu­kuran, dan balik na­ma tanah. ''Na­mun, skor yang ka­mi dapat ma­­sih kurang meng­gembirakan,'' tegasnya.

Karena itu, dalam pertemuan ke­marin, KPK meminta agar Ke­pala BPN Joyo Winoto melakukan langkah nyata memperbaiki kiner­ja internal. ''Kami minta BPN se­gera melakukan dan melaporkan­nya kepada KPK,'' ujarnya.

Meski demikian, lanjut Jasin, be­berapa perubahan yang dirintis se­jak dua tahun lalu perlu diapresiasi. Di antaranya, uji kelayakan dan kepatutan terhadap pejabat BPN bagi eselon I hingga V.

Joyo Winoto mengungkapkan, pertemuan dengan pimpinan KPK me­rupakan respons atas survei in­tegritas yang telah dilakukan lembaga antikorupsi itu. Berdasar Per­pres No 10/2006, BPN telah me­lakukan upaya sistematis untuk pembenahan organisasi sampai penempatan pejabat. ''Sejak 2006, kami telah menata pegawai serta membenahi pejabat.''

Demikian pula dengan staf khusus pelayanan di front office. ''Kalau dulu langsung ditempatkan, sekarang harus bekerja di pusat dulu selama setahun, baru disebar ke daerah,'' ujarnya.

BPN, kata Joyo, saat ini juga sedang mengembangkan sistem larasita. Sistem itu juga disebut mobile office. Yakni, petugas mendekati pemohon sertifikat tanah. Itu akan memutus rantai percaloan yang kini marak. Di Surabaya, BPN memecah kantor di dua tempat, yakni di kawasan CitraLand dan Jalan Tunjungan. (git/oki)

Sumber: Jawa Pos, 1 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan