BPK Tolak Bantuan Lembaga yang Diaudit
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan BPK akan independen dengan tidak menerima bantuan dari lembaga pemerintah yang sedang diaudit.
Ketika menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK pada Rapat Paripurna DPR di Jakarta, kemarin, Anwar Nasution juga menambahkan bahwa pihaknya akan menindak para auditor BPK yang menerima bantuan finansial dari lembaga pemerintah yang sedang diaudit.
Ketua BPK itu tidak menjawab pertanyaan dari anggota DPR Anshori Siregar yang menanyakan apakah sebelum tahun 2005 para auditor BPK terbiasa menerima bantuan finansial dari lembaga pemerintah yang sedang diaudit laporan keuangannya.
''Sebagai wujud komitmen BPK untuk menegakkan kebebasan dan kemandirian, sejak tahun anggaran 2005 BPK tidak lagi menerima bantuan dana pemeriksaan dari auditee, dan memberikan tindakan tegas kepada auditor yang indisipliner,'' ungkap Anwar.
Ketua Komisi XI DPR Paskah Suzetta mengatakan pihaknya tidak dapat menoleransi lagi apabila BPK mengutip kembali pungutan kepada pihak yang diaudit. Sebab, DPR telah menyetujui menambah anggaran untuk melakukan audit.
''Sejak Anwar Nasution menjabat Ketua BPK, anggaran BPK sudah ditambah. Artinya, pembebanan yang umum terjadi di masa lalu karena kendala anggaran sudah tidak terjadi lagi di masa mendatang, jelas Paskah.
Saat menganggapi soal beberapa auditor BPK yang menjadi tersangka dalam kasus dana abadi umat (DAU), Anwar mengatakan sedang mempertimbangkan memberikan bantuan hukum atau tidak. Sebab saat ini BPK memiliki keterbatasan dana.
Anggaran bertambah
Anggaran BPK pada 2006 mengalami kenaikan Rp131,7 miliar dari anggaran tahun ini. Anggaran BPK pada 2005 yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahap kedua 2005 sebesar Rp259 miliar. Perkiraan realisasi sampai akhir 2005 sebesar Rp293,4 miliar. Sedangkan dalam APBN 2006 anggaran BPK ditetapkan Rp425,1 miliar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dewan dan pemerintah, kata Anwar.
Meski sudah naik, menurut Anwar, dana yang dianggarkan untuk BPK tersebut belum mencukupi untuk membiayai pembukaan kantor perwakilan di setiap provinsi.
Padahal sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 23G ayat 1, BPK harus membuka kantor perwakilan di setiap provinsi, ujar Anwar.
Kini, sebanyak tujuh kantor perwakilan BPK beserta kelengkapannya masih merupakan pinjaman dari pemerintah daerah. Kantor perwakilan BPK tersebut berada di Jakarta, Bandung, Surabaya, Jayapura, Manado, Pontianak, dan Pekanbaru. (Sam/Uud/*/S-3)
Sumber: Media Indonesia, 30 November 2005