BPK: Tidak Masalah Kewenangan Mengaudit Berkurang [12/06/04]

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak mempermasalahkan pengurangan kewenangan dalam mengaudit perusahaan negara, akibat adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Rencananya, RUU tersebut akan disahkan DPR Senin (14/6) dalam rapat paripurna.

Ketua BPK Satrio Budihardjo Joedono mengungkapkan, pada Pasal 2 RUU tersebut dikatakan, bahwa BPK berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, meliputi keuangan negara sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 2 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kecuali, jika dibatasi oleh UU. Jadi ada pembatasan atas kewenangan BPK untuk memeriksa, katanya kemarin.

Namun, dia menambahkan, tidak semua perusahaan negara dibatasi bagi BPK. Audit yang akan dilakukan oleh akuntan publik adalah audit terhadap perusahaan yang sudah go public atau perusahaan negara yang memiliki utang kepada kreditor. Dan kreditornya minta agar pembukuan (perusahaan)-nya diperiksa oleh akuntan publik. Serta perusahaan negara yang dimiliki oleh pemegang saham bukan negara yang cukup besar kepemilikannya, ujar Satrio. Dia menambahkan, mungkin pemegang saham minoritas minta perusahaan negara itu diperiksa akuntan publik. Jadi ada batasan-batasan demikian.

Sebagai jalan tengah untuk menyelesaikan masalah tersebut, pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan menteri keuangan. Disepakati bahwa prinsip hak publik untuk mengetahui laporan keuangan perusahaan negara harus melewati BPK. Tapi masih ada keberatan-keberatan tertentu. Saya tidak mengerti dengan orang-orang yang berkata begitu (keberatan atas audit BPK, kata Satrio yang akrab dipanggil Billy.

Akhirnya, lanjut dia, pasal tersebut ditambah satu ayat yang mengatakan pemeriksaan perusahaan negara dilakukan oleh akuntan publik, maka laporan akuntan tersebut harus dibuka untuk umum. Dengan demikian, bagi kami yang paling penting bukan kewenangan untuk mengaudit, tapi hak publik untuk mengetahui seluk beluk yang bersangkutan dengan keuangan negara, katanya.

Dia membenarkan, penambahan tersebut menyebabkan BPK tidak jadi membawa pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan uji materil. Saya cukup puas ada jaminan bahwa masyarakat tahu itu. Ini bukan permainan mencari kekuasaan. Di balik itu ada prinsip bahwa sebuah organ pemerintah yang hanya mencari kekuasaan itu perlu dicurigai. Buat apa kekuasaan itu, katanya.

Satrio menegaskan, siapapun yang memeriksa perusahaan negara harus menjadikan laporan akuntan menjadi suatu dokumen yang bisa dibaca oleh publik. Jadi publik bisa mengetahui baik dari BPK maupun dari akuntan publik sendiri, katanya. (sam cahyadi)

Sumber: Koran tempo, 12 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan