BPK Sulit Lacak Aliran Dana Kasus Bank century
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menggerakkan tim auditor untuk mengaudit lanjutan kasus Bank Century. Kali ini BPK hanya fokus pada aliran dana. Anggota BPK Hasan Bisri mengatakan, aliran dana yang akan dikejar auditor BPK adalah dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dana bailout atau penyertaan modal sementara (PMS). ''(Audit) kali ini soal aliran dana saja,'' ujarnya kemarin (31/1).
Dalam kasus Bank Century, aliran dana memang menjadi isu panas yang terus dikejar. Pertama, dana FPJP senilai Rp 689 miliar yang dikucurkan Bank Indonesia (BI) pada 14 November 2008. Kedua, dana bailout senilai Rp 6,76 triliun yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) secara bertahap pada periode 24 November 2008 hingga 24 Juli 2009.
Meski pemeriksaan pada audit lanjutan kali ini lebih fokus pada aliran dana, Hasan mengaku tingkat kesulitannya sangat tinggi. Sebab, ada banyak kendala yang dihadapi BPK. ''Dalam satu hari, uang itu bisa berpindah sampai tiga kali. Jadi, melacaknya juga bukan hal gampang,'' katanya.
Berdasar data yang dikumpulkan dari LPS, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), maupun Bank Century, BPK bisa melacak aliran dana hingga layer atau lapisan ke-2. Yakni, pertama, aliran dana dari LPS ke Bank Century. Kedua, aliran dana dari Bank Century ke rekening di bank lain. ''Kalau yang ini (2 layer) bisa kelihatan,'' kata Hasan.
Namun, berdasar data sementara BPK, pola aliran dana memang sering berpindah-pindah. Misal, dana dari Bank Century ditransfer ke rekening Bank A, kemudian dari Bank A ditransfer ke Bank B, selanjutnya ke Bank C, dan seterusnya hingga akhirnya dana tersebut dicairkan. ''Kalau uang itu terus berpindah-pindah, lha sampai kapan uang itu akan dikejar?'' ucapnya setengah bertanya.
Apalagi, lanjut dia, setiap hendak masuk ke suatu bank untuk meminta aliran dana, auditor harus minta izin BI dan memberi tahu bank yang bersangkutan, sehingga butuh waktu. Padahal, audit tersebut dibutuhkan oleh pansus yang harus menyerahkan hasil final penyelidikannya pada 4 Maret mendatang. ''Hambatannya dan kesulitannya di situ,'' ujarnya.
Selain permasalahan waktu, menurut Hasan, audit untuk menelusuri aliran dana juga terkendala dengan bercampurnya dana FPJP, PMS, dengan dana pihak ketiga (DPK) yang berasal dari tabungan dan deposito masyarakat yang ternyata masih terus masuk ke Bank Century meski bank tersebut ditetapkan sebagai bank gagal.
''Uang itu kan blended, bercampur. Jadi, untuk mengatakan uang FPJP itu digunakan untuk ini kan sulit. Bisa saja, yang digunakan untuk membayar si Anu (nasabah, Red) adalah uang dari DPK,'' terangnya.
Karena itu, selain menelusuri aliran dana yang keluar dari Bank Century, BPK akan menelisik aliran dana yang masuk dari pihak ketiga yang kemudian bercampur dengan dana FPJP dan PMS. ''Ada sekitar Rp 4 triliun DPK yang kita dalami. (dana) Ini punya siapa, pihak terkait atau tidak,'' katanya.
Mengingat tingkat kesulitan yang tinggi, Hasan mengatakan, BPK tidak mematok target hingga layer berapa aliran dana akan dikejar. Dia hanya berjanji bahwa auditor BPK akan bekerja maksimal, mengingat ketatnya tenggat.
Saat ditanya apakah mungkin bisa menyelesaikan audit lanjutan dalam waktu dua minggu, Hasan enggan menjawab. ''Kalau terlanjur ngomong (target), nanti malah ditagih. Yang jelas, mudah-mudahan secepatnyalah. Kita tidak ingin pegang bola panas ini terus,'' ucapnya.
Sebelumnya, Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan, tim audit lanjutan Bank Century mulai berjalan. ''Tim tersebut terdiri atas 16 auditor dan diketuai Suryo Ekawoto,'' ujarnya. Suryo Ekawoto Suryadi adalah penanggung jawab pemeriksaan pada audit investigasi Bank Century yang pertama.
Menurut Hadi, tim tersebut akan mengaudit seluruh data dan dokumen terkait dengan aliran dana FPJP dan PMS di Bank Century yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara. ''Surat pengantar dari BI sudah kami dapat. Jadi, bisa segera jalan,'' katanya.
Secara terpisah, pansus mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta penetapan izin memperoleh dokumen terkait kasus Century. Dokumen yang diminta pansus adalah seluruh data, rekaman rapat-rapat Komite Stabilisasi Sektor Keuangan dan data aliran dana.
Data tersebut dinilai penting sebagai pembuktian tambahan pansus menyangkut keputusan bailout senilai Rp 6,7 triliun. "Nanti setelah perintah pengadilan negeri keluar, BPK akan memberikan," ujar Agun Gunandjar Sudarsa, anggota Pansus Century, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin (31/1).
Dokumen-dokumen itu, kata Agun, diperlukan untuk memeriksa data aliran Bank Century. BPK sebelumnya menolak memberikan karena takut dikriminalisasikan oleh lembaga tertentu. BPK memiliki data tersebut, tapi Menkeu dan BI menolak jika BPK memberikan data itu kepada pansus. Dalam rapat konsultasi, BPK menyarankan pansus meminta penetapan pengadilan atau fatwa Mahkamah Agung demi mendapatkan legalitas penyitaan.
Agun menyatakan, pansus juga berencana memanggil BUMN yang memiliki rekening simpanan di Bank Century. Kepentingan pemeriksaan BUMN tersebut adalah mempertanyakan keputusan BUMN menyimpan dananya di bank swasta. "Ini perlu kita tanya," ujar Agun.
Menurut Agun, BUMN pernah mengeluh ke dewan karena tak punya uang untuk membeli peralatan. Namun, belakangan diketahui mereka memiliki dana di Bank Century. "Mereka sering minta suntikan dana, tapi kok bisa menyimpan uang di sana (Bank Century)," kata Agun.
Keterangan dari BUMN, lanjut Agun, juga bisa mempertegas kebenaran, apakah Bank Century memiliki rekening yang disebutkan oleh BPK. Karena itu, Agun berharap pihak BUMN bisa bekerja sama memberikan data sebenar-benarnya. "Jangan-jangan (data rekening BUMN) hanya dicantumkan di neraca, padahal bodong," tandasnya. (owi/bay/iro)
Sumber: Jawa Pos, 1 Februari 2010