BPK Sulit Audit Dana Bencana Aceh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kesulitan mengaudit dana bantuan bagi korban bencana gempa dan tsunami di Aceh karena lemahnya koordinasi antarlembaga di Banda Aceh.
''Karena itu, kami terus mengupayakan audit dana bencana yang diharapkan selesai dalam 10 hari ke depan. Kami juga akan membuka kantor perwakilan di Banda Aceh agar bisa bekerja saat program rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan,'' kata Ketua BPK Anwar Nasution usai diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Merdeka Selatan, kemarin.
Namun, BPK belum dapat melaporkan hasil pemeriksaan keuangan dana bantuan korban bencana, melainkan hanya dapat menyampaikan penilaian umum bahwa laporan dana bantuan masih banyak yang harus diperbaiki. Apalagi koordinasi bantuan di Aceh juga tumpang-tindih dan kurang terjalin dengan baik.
''Organisasi kita amburadul. Ada Menko Kesra Alwi Shihab, ada Penguasa Darurat Sipil, ada Wakil Gubernur, dan ada Pak Bambang Dharmono. Bagaimana koordinasi antarmereka? Kami melihat koordinasi mereka kurang baik. Kita perlu memperbaiki keahlian dalam penanganan bencana seperti itu. Malu kita, sudah tahlilan 40 hari atas korban, tetapi pembukuan Pak Alwi masih Anda ketawain. Sama dengan pembukuan apa? Tidak tahulah. Itu berarti tidak ada orang dari kalangan internal yang membantu Pak Alwi,'' ujar Anwar.
Menurut Anwar, tidak mudah untuk melakukan audit di daerah bencana seperti di Aceh. BPK sendiri menyayangkan belum dimanfaatkannya audit internal untuk membuat laporan keuangan atas dana bencana.
Anwar menyebutkan, pihaknya juga telah menyampaikan empat inisiatif BPK dalam rangka audit dana Aceh itu, di antaranya pada awal Januari BPK telah mengirim surat dan menyarankan Presiden untuk mendayagunakan aparat pengawasan internal, seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), irjen, atau Badan Pengawas Daerah (Bawasda) tingkat provinsi atau daerah.
Selain itu, Anwar juga mengumpulkan semua irjen dan aparat BPKP untuk membicarakan masalah audit keuangan dana bencana Aceh tersebut.
''Akhir bulan ini kami juga mengundang rekan-rekan dari negara donatur, juga dari negara-negara Asia yang dilanda tsunami untuk membahas bagaimana audit di daerah konflik yang juga terkena bencana. Kami undang mereka untuk membantu BPK melakukan audit bersama atas bantuan internasional,'' cetus Anwar.
Memerangi korupsi
Anwar mengingatkan, pihaknya sangat memerhatikan masalah itu, terutama dalam upaya memerangi korupsi sehingga dana bantuan bisa disalurkan ke pihak yang berhak menerimanya.
''Jangan main-main! Kami serius mengenai hal itu,'' tegas Anwar.
Hal itu terjadi akibat tidak adanya sistem akuntansi baik di tingkat pusat maupun daerah. Kondisi itu yang menjadi penyebab utama BPK memberikan penilaian disclaimer terhadap laporan pemerintah.
Ketua BPK itu mengingatkan bahwa inisiatif tersebut terkait dengan kepentingan dan tugas BPK sendiri. Dengan adanya sistem pengaturan pengelolaan keuangan pemerintah yang semakin baik, akan semakin mudah bagi BPK untuk melakukan pemeriksaan.
BPK akan terus menindaklanjuti semua laporan yang disampaikannya kemarin kepada Wapres sebagai bagian dari upaya untuk membenahi sistem akuntansi keuangan pemerintah.
Lebih lanjut, Anwar mengatakan BPK juga berkeinginan memperbaiki institusi, yakni dengan mengamendemen Undang-Undang Nomor 5/1973 tentang BPK. UU tersebut antara lain menyebutkan bahwa objek pemeriksaan BPK diperluas agar membantu hak dan tugas bujet DPR. Sehingga, BPK berwenang memeriksa setiap sen aliran dana pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara di mana pun tempatnya.
''Apakah di APBN, BUMN, apakah di anggaran DPR, yayasan, atau di tempat lain. Soal siapa nanti yang melakukan pemeriksaan, apakah BPK sendiri atau kantor akuntan publik (KAP), itu soal teknis,'' ungkap Anwar. (Tia/X-8)
Sumber: Media Indonesia, 1 April 2005