BPK: Penyimpangan Anggaran Depok Rp 7,4 Miliar

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 11 penyimpangan realisasi belanja daerah kota Depok Tahun Anggaran 2004 senilai Rp 7,4 miliar. Dari total jumlah tersebut, indikasi kerugian keuangan daerah Rp 2,8 miliar dan pengeluaran tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp 4,6 miliar.

Menurut anggota BPK Baharuddin Aritonang, walaupun belum diindikasikan ke tindak pidana korupsi, BPK meminta DPRD dan Pemerintah Kota Depok untuk mempertanggungjawabkan kerugian daerah tersebut dengan mengembalikannya ke kas daerah.

Aritonang memberi batas waktu sampai dengan enam bulan kepada Pemerintah Kota dan DPRD Kota Depok untuk melampirkan bukti pertanggungjawaban ke BPK. Jika tidak, kami akan melimpahkan temuan ini ke kejaksaan yang memiliki wewenang untuk mengusutnya lebih jauh, katanya.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK, salah satu temuan itu adalah penyimpangan perubahan bos belanja DPRD Rp 2,4 miliar dari total realisasi belanja Rp 5,7 miliar. Adapun yang sudah disetorkan adalah Rp 2,7 miliar.

Hal itu terjadi, menurut laporan BPK, karena pemimpin dan anggota DPRD Kota Depok tidak disiplin dalam mengembalikan kelebihan pembayaran yang diterima. Selain itu, Kepala Bagian Keuangan dan Sekretaris DPRD lalai dalam proses penyelesaian kelebihan pembayaran.

Aritonang meminta, pemimpin dan anggota DPRD Kota Depok mempertanggungjawabkan kerugian dengan menyetor kembali ke kas daerah dan bukti setoran disampaikan kepada BPK.

Selain itu, temuan lainnya adalah penyimpangan Pengeluaran Belanja Penunjang Jasa Kantor Sekretaris Daerah 2004 Rp 208,1 juta. BPK menemukan pengeluaran tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai penunjang jasa kantor sesuai dengan posnya dan tidak dilampiri bukti pengeluaran yang lengkap seperti kuitansi.

Hal ini terjadi, menurut laporan BPK, karena kelalaian bagian umum yang tidak memperhatikan ketentuan tentang dokumen pertanggungjawaban pengeluaran keuangan daerah dan bagian keuangan tidak melakukan verifikasi. Untuk itu, BPK meminta kepala bagian umum dam pemegang kas untuk menyetor sejumlah yang sama ke kas daerah.

Adapun contoh temuan lainnya adalah penyimpangan realisasi proyek peningkatan jalan dengan penghamparan lapisan 11 ruas jalan di kota Depok yang dilaksanakan 11 kontraktor yang telah dinyatakan selesai. Hasil audit BPK menemukan di lapangan pekerjaan proyek penghamparan itu ternyata kurang dari volume kontrak yang disepakati. Karena itu, BPK juga memerintahkan agar Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok dan pemimpin proyek menyetor jumlah kelebihan pembayaran akibat proyek yang kurang itu ke kas daerah.

Juru bicara Pemerintah Kota Depok Diki Erwin menyatakan, sebagian dari temuan tersebut sudah dikembalikan ke kas daerah dan adanya kesalahan pembebanan pada beberapa pos sudah diperbaiki. Walaupun demikian, ia mengaku belum bisa memberikan konfirmasi lengkap apabila belum melihat laporan hasil audit BPK tersebut. Saya harus lihat dulu. Baru kami bisa memberikan jawaban lengkap, katanya. amal ihsan

Sumber: Koran Tempo, 30 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan