BPK Panggil Kejaksaan Klarifikasi Biaya Pengganti Perkara

Kalau bermasalah, harusnya dari dulu. Kenapa baru sekarang?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bakal memanggil Kejaksaan Agung untuk meminta klarifikasi terkait dengan biaya pengganti perkara yang dipungut Kejaksaan Agung. Rencananya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya bakal datang ke kantor pusat BPK, Senin pekan depan. Senin mereka mau ke sini (BPK) untuk membicarakan soal audit dana pengganti perkara itu, kata anggota BPK, Baharuddin Aritonang, di Jakarta kemarin.

Pertemuan itu, kata Baharuddin, diharapkan bisa menjadi forum konsultasi bagi Kejaksaan Agung untuk memperbaiki sistem pengendalian internal di instansinya. Itu harapannya, ujarnya. Menurut dia, adanya temuan uang pengganti perkara karena selama ini sistem pengendalian internal mereka belum terintegrasi dan terkonsolidasi dengan baik.

Selama beberapa waktu terakhir, persoalan uang pengganti perkara yang dipungut Kejaksaan Agung kembali mencuat. Awalnya adalah audit BPK tahun 2005 yang mengungkap adanya Rp 6,9 triliun uang pengganti perkara yang belum disetor ke kas negara. Masalah itu sampai sekarang masih tersisa karena dikabarkan belum semua uang pengganti perkara yang dipungut Kejaksaan Agung itu masuk ke pencatatan Departemen Keuangan selaku bendaharawan umum negara.

Jaksa Agung Muda Pengawasan M.S Rahardjo mengaku siap diaudit Badan Pemeriksa Keuangan dalam polemik dugaan uang pengganti itu. Siapa pun auditornya, kami persilakan, katanya.

Menurut Rahardjo, pihaknya akan menghadiri undangan BPK. Dirinya yakin selama ini kejaksaan tidak melakukan kesalahan prosedur dalam penyimpanan dana ataupun aset para terpidana korupsi. Saya jamin, kalau ada, laporkan ke saya, ujarnya.

Rahardjo mengaku heran terhadap wacana uang pengganti yang masih terus bergulir. Sebab, kata dia, secara reguler lembaganya selalu mendapat audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Kalau bermasalah, harusnya dari dulu. Kenapa baru sekarang? ujarnya.

Baharuddin mengaku pada 2006 pihaknya tak melakukan audit uang pengganti perkara di Kejaksaan Agung ataupun review atas tindak lanjut temuan BPK pada 2005. Alasannya adalah keterbatasan jumlah pemeriksa yang dimiliki lembaganya.

Rencananya, BPK baru akan mengaudit laporan keuangan mengenai uang pengganti perkara itu tahun depan. Kami akan mengecek lagi berapa uang pengganti yang diterima, berapa yang disetor, dan bagaimana tindak lanjut mereka atas temuan kami sebelumnya, kata Baharuddin.

Menjawab soal tuntutan Indonesia Corruption Watch agar BPK melakukan audit investigatif atas uang pengganti perkara tersebut, Baharuddin menjawab pihaknya bisa melakukannya kalau diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pihaknya belum akan melakukan audit khusus itu karena keterbatasan energi dan perlu membuat prioritas. BPK berharap Dewan berinisiatif menindaklanjuti temuan BPK atas uang pengganti perkara yang telah dilaporkan sejak setahun silam. DPR bisa meminta keterangan Kejaksaan Agung soal itu. Kalau mereka tidak puas, bisa minta kami melakukan investigasi, katanya.

Data hasil pemeriksaan BPK atas Kejaksaan Agung soal rekapitulasi bukti setoran uang pengganti perkara dan denda yang disetor ke kas negara dan pihak ketiga--dari dokumen yang diperoleh Tempo--menyebutkan sejak 23 Januari 2003 sampai 18 November 2006 Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menyetorkan total Rp 3,566 triliun dan US$ 3 juta. AGUS SUPRIYANTO | SANDY IP

Sumber: Koran Tempo, 31 Agustus 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan