BPK dan Pemeriksaan BUMD

Membahas topik ini, mau tidak mau mengajak kita untuk melihat sejenak tentang dimana peranan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penyelenggaraan negara. Penyelenggaraan negara sendiri telah mengalami berbagai perubahan, sejalan dengan perubahan yang terjadi didalam konstitusi negara kita, khususnya didalam konstitusi yang tertulis, yakni UUD 1945. Sebagaimana kita ketahui, perubahan-perubahan itu tidaklah sederhana. Lihatlah misalnya ketika kita memilih presiden dan wakil presiden yang untuk pertama kalinya langsung oleh rakyat seperti yang berlangsung pada 2004.

Perubahan itu tidak hanya pada pemilihan presiden dan wakil presiden serta lembaga-lembaga negara (seperti hadirnya Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi), akan tetapi juga tentang lembaga pemeriksa keuangan negara yang kita kenal dengan BPK. Jika di dalam UUD 45 sebelum mengalami perubahan BPK ditemukan padaPasal 23 ayat (5), maka melalui perubahan UUD 1945 BPK berada dalam satu bab sendiri yakni Bab VIllA yang terdiri dari 3 pasal, yakni Pasal 23 E, Pasal 23 F dan Pasal 23 G. Apa artinya semua ini? Amandemen UUD 45 tersebut kian memperkukuh keberadaan BPK di dalam penyelenggaraan negara.

Fungsi
Pasal 23 E menjelaskan, bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dibentuk satu BPK yang bebas dan mandiri. Kalimat satu ini memperjelas bahwa hanya ada satu, tidak ada yang lain. Tidak ada eksternal tidak ada internal (kalau ada eksternal dan internal, berarti ada dua). Tidak ada supreme, tidak ada di bawah supreme (kalau ada supreme dan di bawah supreme, katakanlah yang standar, maka artinya ada dua). Kalau ada yang lain, berarti bukan pemeriksa (karena itu pula harus kita cermati yang berperilaku sebagai pemeriksa walau namanya lain).

Namun demikian, berdasar Undang-undang Perbendaharaan Negara (UU No 1 Tahun 2004) di lingkungan pemerintah dibentuk pengendali intern di bidang keuangan negara. Pengendali ini juga mencakup pengawas (dan dalam pengawasan terkadang juga digunakan audit). Intern dimaksud, dimana uang itu berada atau dikelola.

Karena itu, BPK berada (dan berfungsi) dari hulu sampai ke hilir. ltulah sebabnya pada ayat berikutnya menjelaskan bila BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. BPK memeriksa semua yang disebut keuangan negara. Jika DPR (dan DPD serta DPRD) menetapkan uang negara (dalam bentuk APBN/APBD) berdasar hak budgetnya, dan kemudian dikelola dan digunakan oleh pemerintah (presiden, kabinet, dan aparatnya), maka BPK akan memeriksa penggunaan dan pengelolaan keuangan negara itu, untuk disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD yang juga memiliki fungsi pengawasan (mengawasi pemerintahan Negara). Apabila ditemukan unsur pidana, BPK dapat menyampaikannya langsung kepada penegak hukum.

Memandang BPK dari sudut pandang hukum tata negara akan lebih mudah dipahami. Bahwa BPK adalah salah satu lembaga negara (dulu istilahnya lembaga tinggi negara) yang sejajar dengan lembaga negara lainnya (DPR, DPD, MPR, MA, MK dan KY) termasuk dengan presiden/wakil presiden dan jajarannya yang sering disebut pemerintah. Kerangka berpikir seperti itulah yang dituangkan di dalam undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya . Salah satu di antaranya nanti adalah yang menjadi topik bahasan ini, pemeriksaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika BPK sedang menyiapkan mekanisme pemeriksaan BUMN, maka sesungguhnya perlu pula menyusun mekanisme pemeriksaan BUMD.

Landasan konstitusional (yakni UUD 45 diatas tadi) itulah yang dijabarkan kedalam berbagai undang-undang. Di bidang keuangan negara, kini kita miliki tiga undang-undang, yakni UU No17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Ketiga undang-undang ini menjadi pengganti undang-undang yang dibuat di zaman kolonial seperti lCW, IBW, dan semacamnya. (Ini menunjukkan betapa kita di bidang perundang-undangan telah teringgal.

Tapi, jauh lebih tertinggal lagi didalam pelaksanaannya Buktinya, kita selalu mendapat cap sebagai negeri terkorup di dunia!). Tentang yang dimaksud dengan keuangan negara telah dirumuskan secara lengkap di Pasal 2 UU No 17 Tahun 2003. Secara ringkas adalah yang terangkum didalam APBN, APBD, dan keuangan negara yang dipisahkan, yakni BUMN dan BUMD. Artinya, seluruh uang negara, baik yang dikelola sendiri maupun yang dikelola oleh pihak lain. Dan pada prinsipnya, seluruh uang negara ini diperiksa oleh BPK.

Kalaupun ada pihak lain yang mencoba membantah hal ini sesungguhnya hanyalah akibat ketidakpahaman atas prinsip-prinsip dasar yang telah diatur didalam UUD 1945 yang menjadi hukum dasar sekaligus sumber hukum yang berlaku di Indonesia. Memang beberapa undang-undang (antara lain UU BUMN, UU PT, UU Pasar Modal dan UU Yayasan) mengatur bila BUMN itu diperiksa oleh kantor akuntan publik (KAP), akan tetapi karena prinsip tadi, maka berdasar UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara mempertegas bila hasil pemeriksaan KAP tersebut harus disampaikan ke BPK untuk di evaluasi dan selanjutnya dipublikasikan.

Oleh undang-undang pemeriksaan itu memang didelegasikan, akan tetapi dievaluasi oleh BPK, yang ketika terjadi ketidakberesan tentulah untuk dapat diperiksa kembali oleh BPK, sebagaimana prinsip dasar yang saya kemukakan di atas. Prinsip dasar ini sesungguhnya juga telah dijabarkan di dalam UU No 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana yang diuraikan didalam penjelasan Pasal 2, dan juga sebagai bagian dari pengganti UU No 5 Tahun 1973 yang kini sedang disiapkan.

Memang semua ini masih perlu dijabarkan Iebih lanjut didalam apa yang saya sebut sebagai mekanisme pemeriksaan keuangan negara di BUMN sebagaimana yang kini disiapkan oleh BPK, dan kelak menjadi Keputusan BPK. Keputusan seperti ini akan menjadi peraturan perundang-undangan, yang akan menjadi pegangan semua pihak, dan keberadaannya tetap diakui sebagaimana yang telah diatur di dalam UU No10 Tahun 2004.

Pemeriksaan BUMD
Dengan kerangka berpikir seperti ini pulalah perlunya kita membuat mekanisme pemeriksaan APBD dan BUMD. Memang hingga saat ini pemeriksaan BUMD belum serumit yang terjadi terhadap BUMN. Mmungkin juga karena keuangan negara yang dikelola BUMD tidaklah sebesar BUMN, walau tidak sedikit BUMD yang memiliki asset dan perputaran uang yang cukup memadai.

Dengan segala hambatan yang dihadapi oleh BPK, baik karena masih terbatasnya kehadiran BPK di daerah-daerah di seluruh Indonesia (hingga kini BPK baru memiliki 8 perwakilan dan tahun ini membuka 5 perwakilan baru) tentulah peran kantor akuntan publik (KAP) dalam memeriksa BUMD akan terbuka dengan lebar. Berdasar UU No 15 Tahun 2004 hal ini pun telah diatur secara gamblang. Tentu saja yang dibutuhkan bukan pemeriksaan yang hanya sekedar pemeriksaan (pemeriksaan agar order berlangsung langgeng), akan tetapi adalah pemeriksaan yang berlangsung dengan jujur. Kalau benar dikatakan benar, tapi kalau salah dan terjadi penyelewengan kemukakanlah secara lugas dan apa adanya.

Banyak BUMD yang membutuhkan pemeriksaan yang baik. Pasalnya, banyak BPD atau Bank Daerah misalnya yang seolah-olah milik gubernurnya. Banyak pula APBD yang digunakan untuk membangun BUMD yang seumur jagung, dan sesudahnya tidak tahu rimbanya. Lihatlah misalnya pemda yang berlomba-lomba membangun perusahaan penerbangan sendiri. ltu semua hanyalah sekedar contoh sederhana, yang dengan mudah rakyat melihat betapa banyaknya penyimpangan yang membutuhkan pemeriksaan yang berlangsung dengan baik dan jujur.(Baharuddin Aritonang,anggota BPK RI)

Tulisan ini diambil dari Republika, 7 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan