BPK Berkukuh Audit Dana Perkara MA

Lakukanlah somasi. Nggak usah pikir-pikir lagi.

Badan Pemeriksa Keuangan berkukuh berwenang mengaudit biaya perkara di Mahkamah Agung. Audit terhadap setiap lembaga negara diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kami akan terus melakukan audit, kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution seusai pelantikan Ketua Mahkamah Konstitusi di gedung Mahkamah Konstitusi kemarin.

Anwar mengatakan pungutan yang dilakukan hanya berdasarkan surat keputusan tidak diperbolehkan. Tidak bisa seenaknya setiap instansi bikin SK (surat keputusan) lalu dianggap legal, katanya. Anwar menjelaskan, penerimaan negara bukan pajak diatur dalam undang-undangnya. Kami mengacu pada hal itu, ujarnya.

Ini berawal dari pernyataan Anwar pada 8 Agustus lalu yang menyebutkan adanya praktek pungutan liar di Mahkamah Agung. Anwar menyebutkan, pihak beperkara tingkat kasasi di Mahkamah Agung ditarik biaya Rp 500 ribu dan Rp 2,5 juta untuk peninjauan kembali. Tapi dana yang disetorkan ke kas negara hanya Rp 1.000 per perkara.

Tudingan itu tidak diterima Mahkamah Agung. Harifin A. Tumpa, Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung, mengatakan biaya perkara sudah sesuai dengan aturan HIR (hukum acara perdata), surat keputusan Mahkamah Agung, serta menjadi asas umum. Lagi pula, kata dia, uang biaya perkara bukan uang negara. MA menolak dana itu diaudit, termasuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Anwar mengatakan beberapa lembaga negara, seperti kejaksaan, kepolisian, dan Departemen Keuangan, sudah menertibkan pungutan. Yang bikin ribut cuma Mahkamah Agung, kata dia. Ia juga mempertanyakan banyaknya pungutan di berbagai instansi pemerintah. Kalau setiap instansi bikin pungutan, kacaulah republik kita ini.

Anwar mempersilakan Mahkamah Agung jika ingin mengajukan somasi atas pernyataannya. Lakukanlah (somasi). Nggak usah pikir-pikir lagi. Biar cepat urusannya, ujar Anwar.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan enggan berkomentar banyak soal pungutan biaya perkara tersebut. Sudah ada rilisnya, baca saja. Kami tidak perlu melakukan klarifikasi apa-apa, ujarnya kemarin.

Kendati begitu, Bagir menegaskan bahwa Mahkamah Agung akan tetap menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan biaya perkara secara tertulis dan terperinci. Tapi, karena bukan uang negara, dana perkara itu tidak dipertanggungjawabkan kepada negara, kata dia.

Bagir menambahkan, uang tersebut berasal dari pihak yang beperkara sehingga tidak ada kewajiban untuk membukanya kepada publik. Bagir mendukung adanya transparansi di instansi yang dipimpinnya. Sayalah yang memelopori transparansi di seluruh pengadilan, kata dia. TITO SIANIPAR

Sumber: Koran Tempo, 23 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan