BPK: Ada Aset Negara yang Dinilai Rp 1
Dalam neraca keuangan tahun 2004, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ternyata menemukan lima indikasi penilaian beberapa aset yang dibuat di bawah nilai sebenarnya atau understated. Hal ini ini kemudian menyebabkan sisi ekuitas pada neraca menjadi negatif sekitar Rp 500 triliun.
Tanah sebagai salah satu aset tetap misalnya, menurut auditor Keuangan Negara II BPK-RI Soekoyo hanya dicantumkan bernilai Rp 83,5 triliun. Padahal, secara logika, menurut dia, nilai tanah yang dimiliki pemerintah jauh di atas itu.
Selain itu, Soekoyo menambahkan, beberapa aset yang tidak ada atau sulit dicari nilai perolehannya ternyata banyak yang dicantumkan hanya bernilai Rp 1. Di mana hal ini dilakukan oleh pemerintah dengan pertimbangan supaya paling tidak aset tersebut dicatat terlebih dahulu dan masalah penilaian secara akurat baru akan dilakukan belakangan.
Beberapa aset yang dinilai Rp 1 diantaranya adalah jalan, jembatan, irigasi, dan lain-lain. Sekarang ini kami sedang melakukan penelusuran lebih lanjut berapa banyak lagi aset-aset yang dinilai dengan menggunakan metode ini, ujarnya dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (8/6).
Indikasi understated lainnya, menurut Soekoyo, adalah terjadi pada penilaian aset yang dimiliki oleh Departemen Pertahanan dan Polri, khususnya untuk alat utama dan sistem senjata (alut sista), serta persediaan amunisi. Adapun untuk mengungkap hal ini terjadi perbenturan kepentingan dari keinginan transparansi dengan keharusan menjaga keamanan serta kerahasiaan negara.
Dalam hal ini kita melakukan perbandingan terhadap satu negara maju. Di mana mereka memperlakukan pembelian alut sista sebagai expenditure, dan tidak dikapitalisasi, papar Soekoyo.
Soekoyo menjelaskan, pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2004 yang diserahkan kepada BPK tahun ini adalah yang pertama kalinya dibuat. Sekarang ini BPK sedang melakukan audit terhadap laporan keuangan secara lengkap yang telah diserahkan pemerintah pusat. Selain neraca, laporan itu terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), laporan arus kas (LAK), dan catatan atas laporan keuangan (CALK).
Menkeu Jusuf Anwar mengatakan, selama 60 tahun ini pemerintah hingga kini belum mampu menyajikan informasi akurat tentang nilai aset negara. Akibatnya, pemerintah pun tidak tahu pasti berapa aset yang masih dimiliki dan yang sudah berpindah.(egi)
Sumber: Kompas, 9 Juni 2005