BPHN: UU Pemberantasan Mafia Hukum Mutlak Perlu

Untuk menutup peluang dan sekaligus memberantas praktik mafia hukum serta peradilan di berbagai lingkungan aparat penegak hukum, saat ini mutlak diperlukan adanya sebuah ketentuan khusus yang mengaturnya.

”Ketentuan tersebut tak hanya mengatur tata hubungan dan kelembagaan antaraparat penegak hukum saja, tetapi juga sekaligus menetapkan upaya terintegrasi aparat penegak hukum melakukan pencegahan dini pemberantasan mafia hukum dan peradilan,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Achmad Ramli saat dihubungi Kompas di Jakarta, Rabu (21/4).

Hasil kajian BPHN menyebutkan, perlu adanya sebuah perundang-undangan.

UU itu, selain mengatur harmonisasi hubungan antaraparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, juga sekaligus menutup peluang terjadinya praktik-praktik mafia hukum dan peradilan.

Menurut Achmad Ramli, dengan adanya UU Tata Hubungan Antar-Aparat Penegak Hukum serta Upaya Pemberantasan Mafia Hukum dan Peradilan, opsi yang semula hanya merevisi UU Kepolisian Negara RI, UU Kejaksaan Agung, dan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman ditiadakan.

”Harmonisasi dan sinkronisasi penegak hukum dalam sebuah perundang-undangan yang baru harus juga mengatur hal-hal lainnya sebagai upaya pemberantasan mafia hukum dan peradilan,” ungkap Achmad.

Terbukti, menurut Achmad, mafia hukum dan peradilan tak hanya ada di satu institusi, tetapi juga melibatkan institusi penegak hukum lain.

Kasus praktik mafia hukum yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Gayus HP Tambunan, merupakan mata rantai yang panjang di antara aparat penegak hukum, mulai dari Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, peradilan, dan para pengacara.

Untuk mendalami masalah ini, BPHN akan menggelar Konferensi Hukum Nasional, Mei mendatang, dengan mengundang Polri, Kejaksaan Agung, KPK, MA, Komisi Yudisial, dan organisasi pengacara.

”Dari konferensi itu diharapkan rancangan undang-undangnya segera dibahas dan dapat dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional DPR dan pemerintah,” kata Achmad.

Secara terpisah, Koalisi Anti-Mafia Kehutanan mendesak pemerintah agar serius memberantas mafia hukum di sektor kehutanan dan tidak hanya beretorika.

Aktivis yang mewakili elemen yang tergabung dalam koalisi itu, antara lain, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau Susanto Kurniawan, Ketua Departemen Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Teguh Surya, serta Kepala Departemen Mitigasi Risiko Sosial dan Lingkungan Sawit Watch Norman Jiwan. (why/har)
Sumber: Kompas, 22 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan