BP Perparkiran Potensi Bocor Rp 11 Miliar

Pemilik toko membayar Rp 500 ribu agar di depan tokonya parkir gratis.

Potensi kebocoran pada Badan Pengelola Perpakiran pada 2006 mencapai Rp 11,328 miliar. Data itu diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Forum Warga Jakarta (Fakta).

Kebocoran itu bisa mencapai 60 persen dari target pendapatan, kata Azas Tigor Nainggolan, Ketua Fakta, di Jakarta kemarin.

Saat ini BP Perparkiran mengelola 13.185 satuan ruang parkir (SRP). Dalam sehari setiap SRP menghasilkan pendapatan Rp 6.302. Dari SRP yang ada, seharusnya penerimaan BP Perparkiran Rp 30,3 miliar.

Namun, tahun ini BP Perparkiran mentargetkan penerimaan Rp 19 miliar. Berarti terjadi potensi kebocoran lebih dari Rp 11 miliar. Selain itu, BP Perparkiran juga menganggarkan belanjanya Rp 22,4 miliar.

Lucunya, BP Parkir sejak 2000 sampai sekarang selalu meminta subsidi dari APBD, ujar Tigor.

Menurut dia, sumber kebocoran berasal dari potongan hasil setoran parkir. Misalnya, kepala juru parkir melakukan potongan setoran sebelum diserahkan ke Bendahara BP Perparkiran.

Selain itu, BP Perparkiran menjual lokasi parkir kepada pribadi-pribadi atau penguasa lokal. Temuan kami, pemilik toko membayar Rp 500 ribu sebulan kepada petugas parkir agar di depan tokonya parkir gratis, Tigor menambahkan.

Temuan lain, kata dia, banyak ruas jalan yang dilarang dijadikan lokasi parkir, tapi dijadikan tempat parkir. Tempat parkir itu sengaja dijual oleh petugas parkir. Di titik parkir liar itu ada juru parkir berseragam biru-biru dengan atribut BP Perparkiran.

Si pengelola harus memberikan setoran harian yang telah disepakati kepada petugas BP Parkir, kata Tigor. Tempat parkir itu biasanya terdapat di depan loket-loket mesin anjungan tunai mandiri sebuah bank.

Wakil Kepala BP Perparkiran Bambang Radhmanto memaklumi terjadinya kebocoran tersebut. Kalau masalah pemotongan setoran oleh juru parkir, itu karena kebutuhan mereka, ucapnya.

Menurut dia, penerimaan BP Perparkiran dari Januari hingga Agustus 2006 baru mencapai Rp 11,8 miliar. Dia memperkirakan penerimaan sampai akhir tahun ini Rp 17 miliar.

Soal adanya penjualan lokasi parkir, Bambang mengaku baru akan melakukan pemeriksaan di lapangan. Kami akan minta data dari Fakta lokasi detail wilayah parkir mana yang sudah diperjualbelikan, kata Bambang.

Untuk mengatasi kebocoran tersebut, Bambang mengatakan BP Parkir akan mengubah sistem pembayaran parkir dengan menggunakan sistem voucher. Dulu voucher pernah diterapkan, tapi tidak online, ujarnya. Sekarang online, sehingga petugas parkir tidak bisa bermain lagi, dia menambahkan.

Tigor menambahkan, dengan sistem karcis seperti sekarang ini, kebocoran akan terus terjadi. Menurut dia, seharusnya diubah sistemnya, dan kinerjanya diaudit. Jika tidak dapat memenuhi target, Lebih baik BP Parkir dibubarkan atau bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), katanya.

Fransiskus Trisbiantara, anggota Dewan Transportasi Kota, menyatakan perubahan BP Parkir menjadi UPT bukan solusi. Itu sama saja dengan ganti baju, ujarnya. Seharusnya sistem yang berubah, katanya. YUDHA SETIAWAN

Sumber: Koran tempo, 7 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan