BLT, Politik Uang yang Dilegalkan; Presiden Jangan Abaikan Kritik

Kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin merupakan bentuk politik uang. Politik uang yang dilegalkan oleh pemerintah itu terkesan sekadar untuk menutup mulut masyarakat yang terbebani akibat naiknya harga bahan bakar minyak.

Penilaian tersebut disampaikan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, Kamis (20/10), seusai menghadiri seminar nasional 77 tahun Sumpah Pemuda,

Indria menyorot, protes masyarakat atas kenaikan harga BBM memang belum terbilang besar dan belum melibatkan akar rumput. Belum ramainya aksi unjuk rasa yang memprotes kebijakan kenaikan harga BBM tersebut, kata Indria, bukanlah karena saat ini bertepatan dengan bulan Puasa. Namun, karena masyarakat telanjur menikmati kebijakan pemerintah memberikan uang kompensasi dalam bentuk tunai langsung, ujarnya.

Dia menilai, bantuan langsung tunai (BLT) itu sama artinya pemerintah menggunakan politik uang, yang celakanya malah dilegalkan pemerintah sendiri. Tujuannya untuk sekadar menutup mulut masyarakat, yang sebenarnya sangat terbebani akibat kenaikan harga BBM, katanya.

Kalaupun saat ini muncul kemarahan dari masyarakat, lanjutnya, lebih ditujukan pada teknis dan mekanisme pembagian uang yang masih berantakan.

Menurut Indria, taktik pemberian BLT seperti itu menunjukkan Yudhoyono masih memiliki kemampuan untuk mengelola konflik ke arah yang lebih konstruktif dan menguntungkan.

Indria juga menilai, Yudhoyono-Kalla masih menyikapi biasa- biasa saja kritik-kritik terhadap pemerintahannya pada tahun pertama. Akan tetapi, sikap menganggap biasa-biasa saja seperti itu tidak dapat dilakukan lagi begitu memasuki tahun kedua pemerintahan mereka. Mereka harus menetapkan program kerja yang sesuai dengan visi dan misi mereka sebelumnya. Jika tidak, jangan heran kalau keduanya pecah kongsi, ujar Indria.

Di tempat terpisah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi menilai, persoalan yang saat ini dihadapi pemerintah adalah warisan pemerintahan masa lalu yang belum selesai.

Muladi mencontohkan sejumlah persoalan, seperti korupsi dan profesionalisme aparat pemerintah. Untuk menangani masalah korupsi, Muladi mengatakan, institusinya melontarkan gagasan agar pemerintah membentuk suatu badan yang memiliki kewenangan bertindak preventif mencegah korupsi.

Hal itu sangat diperlukan karena sangat berkaitan dengan upaya reformasi birokrasi secara menyeluruh, katanya. (dwa)

Sumber: Kompas, 21 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan