Bisnis PCR dan Konflik Kepentingan Pejabat Publik
Majalah Tempo edisi 1 November 2021 mengungkap dugaan keterkaitan pejabat publik dengan bisnis polymerase chain reaction atau PCR. Selang 2 minggu pasca dugaan itu diungkap, kontroversi bisnis PCR masih terus ramai diperbincangkan. Abai terhadap etika publik dan konflik kepentingan.
Sedikitnya terdapat 2 pejabat publik yang diduga memiliki keterkaitan. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir. Sebuah perusahaan yang menjalankan bisnis PCR di lima cabang di Jakarta dan sekitarnya, yaitu PT Genomik Solidaritas Indonesia, diduga terkait dengan perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut dan Erick.
Luhut terafiliasi melalui PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi yang masing-masing memiliki 242 lembar saham PT Genomik Solidaritas Indonesia senilai Rp 242 juta[1]. Sementara Erick terafiliasi melalui Yayasan Adaro, organisasi nirlaba di bawah PT Adaro Energy Tbk, perusahaan yang dimiliki oleh keluarga besar Erick Thohir[2].
Bisnis PCR diketahui merupakan bisnis yang menggiurkan di tengah pandemi. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan menyebutkan, perputaran uang dalam bisnis tersebut sedikitnya mencapai Rp 23 triliun. Total potensi keuntungan yang didapat lebih dari Rp 10 triliun. Kebijakan penggunaan dan harga PCR yang dikeluarkan pemerintah juga diduga memiliki keterkaitan dengan kepentingan bisnis. Koalisi misalnya, menduga penurunan harga merupakan akibat dari alat tes PCR segera memasuki masa kadaluarsa. Selain itu harga komponen PCR, beserta alasan menurunkannya dinilai tertutup sehingga menimbulkan kecurigaan akan adanya kepentingan bisnis[3].
Luhut dan Erick sendiri menampik mengambil keuntungan dari bisnis PCR. Luhut mengaku pendirian perusahaan tersebut bertujuan untuk membantu tes PCR agar lebih murah. Ia mengatakan tidak mendapat keuntungan yang mengalir ke kantong pribadinya maupun perusahaannya, PT Toba Sejahtra[4]. Erick juga mengatakan hal serupa sembari mengaku telah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK[5].
Kendati mengaku tidak mengambil keuntungan. Pernyataan serta dugaan keterkaitan mereka tetap patut untuk dikritisi. Posisi mereka sebagai pejabat publik serta afiliasi dengan bisnis sekaligus membuat adanya potensi konflik kepentingan. Hal inilah yang semestinya mereka ungkap ketika pertama kali perusahaan tersebut didirikan, musabab kebijakan yang mereka keluarkan berpotensi menguntungkan pihak tertentu.
Menjadi hal yang keliru jika mengerucutkan permasalahan tersebut sebatas pada potensi keuntungan ekonomi. Dengan mengabaikan potensi konflik kepentingan, para pejabat publik tersebut juga tak berpegang teguh pada prinsip etika publik. Etika publik merupakan prinsip yang wajib dipegang oleh seluruh pejabat publik. Prinsip tersebut menekankan pentingnya pejabat publik berorientasi pada pelayanan publik dan kepentingan publik.
Pejabat publik yang mengabaikan etika publik dan konflik kepentingan berulangkali terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun tak ada langkah tegas yang dilakukan oleh Presiden. Abai terhadap prinsip etika publik dan konflik kepentingan adalah pintu korupsi. Konflik kepentingan dalam penyelenggaraan negara sudah semestinya segera dihentikan.
[1] Hussein Abri Dongoran, “Colok Hidung Pendulang Untung”Hitung-hitungan Biaya Dasar Tes PCR, diakses melalui https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/164496/hitung-hitungan-biaya-dasar-tes-pcr pada 15 November 2021
[2] Raymundus Rikang, “Kongsi Pencari Rezeki”, https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/164488/siapa-politikus-dan-pengusaha-penikmat-untung-besar-bisnis-pcr diakses pada 15 November 2021
[3] Indonesia Corruption Watch, “Kebijakan PCR yang Menguntungkan Kelompok Bisnis Tertentu”, https://www.antikorupsi.org/id/article/kebijakan-pcr-yang-menguntungkan-kelompok-bisnis-tertentuhttps://www.antikorupsi.org/id/article/kebijakan-pcr-yang-menguntungkan-kelompok-bisnis-tertentu diakses pada 15 November 2021
[4] CNN Indonesia, “Luhut soal Tudingan Bisnis PCR: Kalau Terima Duit, Saya Resign”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211112184610-32-720505/luhut-soal-tudingan-bisnis-pcr-kalau-terima-duit-saya-resignhttps://www.cnnindonesia.com/nasional/20211112184610-32-720505/luhut-soal-tudingan-bisnis-pcr-kalau-terima-duit-saya-resign diakses pada 15 November 2021
[5] Tira Santia, “Terseret Kasus PCR, Erick Thohir: Jadi Pejabat Publik Harus Siap Kena Fitnah”, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4710741/terseret-kasus-pcr-erick-thohir-jadi-pejabat-publik-harus-siap-kena-fitnahhttps://www.liputan6.com/bisnis/read/4710741/terseret-kasus-pcr-erick-thohir-jadi-pejabat-publik-harus-siap-kena-fitnah diakses pada 15 November 2021