Bisa Tarik Aset Edy Tansil; Pertemuan Jaksa Agung ASEAN dan Tiongkok
Pertemuan jaksa agung se-ASEAN dan Tiongkok yang dimulai kemarin diharapkan menjadi pintu masuk bagi pemerintah RI untuk memudahkan pemulangan aset buron kasus korupsi yang melarikan uang negara ke negeri Tirai Bambu.
Sebab, pemerintah sudah punya landasan hukum tentang kerja sama semacam MLA (mutual legal assistance) dengan Tiongkok, yakni UU tentang Perjanjian antara RI dan RRT Mengenai Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana dan UU tentang Ratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi 2003. Dua undang-undang itu disahkan bersamaan dalam rapat paripurna di DPR, 21 Maret 2006 lalu.
Wakil Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, pemerintah RI akan secara khusus membicarakan dengan jaksa agung Tiongkok terkait kemungkinan peluang pemulangan aset para koruptor tersebut.
Menurut dia, pertemuan tersebut tentu akan membawa agenda pembicaraan seputar masalah pemberantasan korupsi dan permasalahan ekstradisi dengan beberapa negara ASEAN.
Itu akan kita manfaatkan dalam rangka usaha kita menarik kembali, baik aset maupun para pelaku koruptor itu sendiri. Saat ini kita sudah meratifikasi (punya perundang-undangan tentang MLA) dengan China, kata Basrief yang juga ketua panitia pelaksana pertemuan di Jakarta kemarin. Pertemuan itu berlangsung 31 Juli hingga 2 Agustus di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Bukan hanya dengan Tiongkok, pertemuan bertema Meningkatkan Kerja Sama dalam Pemberantasan Kejahatan Transnasional itu juga bisa mempermulus pembicaraan MoU tentang ekstradisi dengan pemerintah Singapura yang tiga tahun ini berjalan alot. Juga penjajakan kerja sama bidang pidana terkait kasus TKI antara pemerintah RI, Malaysia, dan Singapura.
Sementara itu, Kapuspenkum I Wayan Pasek Suartha menyatakan, hari pertama kemarin diisi dengan pembukaan pertemuan di Istana Kepresidenan dan pemaparan para jaksa agung di hadapan peserta pertemuan. Jadi, baru diisi hal-hal yang umum. Belum sampai ke situ (masalah pemulangan aset koruptor di Tiongkok), jelas Pasek yang kemarin juga sibuk dalam pertemuan tersebut.
Dari catatan koran ini, dalam UU tentang Perjanjian antara RI dan RRT mengenai Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana, dimuat sejumlah ketentuan yang memungkinkan pelacakan, pembekuan, serta penarikan dana-dana pelaku koruptor yang ditempatkan di lembaga keuangan di luar Indonesia, khususnya di Tiongkok.
Tetapi, hingga sekarang, UU itu tak lebih sekadar macan kertas. Sebab, pemerintah RI sejauh ini belum menindaklanjutinya dengan RRT terkait perjanjian bilateral atau multilateralnya. Padahal, perjanjian tersebut merupakan peraturan pelaksana antarlembaga penegakan hukum RI (Kejagung, KPK, dan Mabes Polri) dan Tiongkok.
Dari catatan koran ini, salah satu buron koruptor yang diduga kini bersembunyi di daratan Tiongkok adalah terpidana kasus pembobolan Bapindo Rp 1,3 triliun Edy Tansil. Di sana, bos Golden Key itu disebut-sebut mencuci aset hasil korupsinya dengan membangun konglomerasi baru di bidang industri. Salah satunya adalah industri minuman keras.
Dari paparan TPK (Tim Pemburu Koruptor), disebutkan sebagian aset Edy ditemukan di Indonesia dalam bentuk tanah. TPK beberapa waktu lalu menaksir total aset tanah milik Edy yang segera dieksekusi senilai Rp 10 miliar. Terus terang, nilai asetnya masih sangat kecil dibanding kerugian negara, jelas Ketua TPK Basrief Arief saat rapat dengan Komisi III DPR pada 2005 silam.
Tanah milik Edy yang disita itu berlokasi di Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Di kecamatan tersebut, tanah Edy ada di 16 lokasi berbeda seluas 48.113,8 meter persegi. Sedangkan aset tanah seluas 2.035 meter persegi berlokasi di Kecamatan Cengkareng. Itu ditambah aset di tempat lain hingga mencapai 80.148,8 meter persegi dan tanah di Cianjur seluas 23 hektare. Kalau ditaksir, nilai jual seluruhnya Rp 10,018 miliar, beber Basrief. TPK juga bakal bekerja keras untuk menemukan lagi aset Edy yang belum sempat terdata.
Sekadar mengingatkan, jaksa agung se-ASEAN melebarkan sayap kerja samanya ke jaksa agung Tiongkok terkait pemberantasan kejahatan transnasional. Ini terangkum dalam rencana digelarnya The Third China-ASEAN Prosecutors General Conference yang digelar di Hotel Grand Hyatt Jakarta, 31 Juli hingga 2 Agustus mendatang. Pertemuan tersebut dihadiri 65 orang anggota delegasi yang dipimpin jaksa agung atau wakil jaksa agung negara anggota ASEAN dan Tiongkok. Negara peserta tersebut adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) serta sejumlah pengamat dari Organisasi Jaksa Internasional (International Association of Prosecutor/IAP).
Selain ajang kerja sama pemberantasan kejahatan transnasional, pertemuan itu juga akan menyepakati joint statement yang lebih maju, yaitu usul langkah-langkah nyata dalam kerja sama dalam penegakan hukum. Ada lima gagasan yang dilontarkan Kejagung. Pertama, jaksa agung negara anggota ASEAN dan Tiongkok memiliki semangat yang sama dalam memajukan kerja sama untuk memerangi kejahatan lintas negara.
Kedua, konferensi itu diharapkan sepakat untuk mengembangkan kerja sama bilateral dan multilateral tentang ekstradisi dan MLA (mutual legal assistance) alias bantuan timbal balik dalam masalah pidana serta kesamaan pandangan bahwa perbedaan sistem hukum tidak menjadi halangan kerja sama regional dalam pemberantasan kejahatan transnasional.
Ketiga, gagasan untuk mengembangkan akses informasi dan komunikasi guna menunjang kelancaran MLA. Juga penyelidikan maupun penyidikan kejahatan lintas negara.
Keempat, para jaksa agung negara peserta diharapkan menyepakati jenis-jenis kerja sama yang harus mendapat prioritas kerja sama regional.
Kelima, konferensi diharapkan menyetujui mekanisme konkret untuk mewujudkan komitmen bersama dalam memerangi kejahatan lintas negara. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 1 Agustus 2006