Birokrasi Masalah Utama; 150 Pejabat Terjerat Hukum

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, reformasi birokrasi masih menjadi persoalan paling pokok dalam agenda pembangunan saat ini. Selain memastikan birokrasi berjalan dengan akuntabel, reformasi juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan birokrasi.

Untuk itu, Presiden membentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan menunjuk Wakil Presiden Boediono untuk memimpin komite ini.

Pembahasan mengenai reformasi birokrasi itu menjadi agenda tunggal dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Kantor Presiden, Rabu (12/5).

”Dari sekian banyak masalah yang kita hadapi dalam pembangunan di negeri ini, kalau saya boleh menyebut, yang paling pokok adalah reformasi birokrasi. Kalau dalam 4,5 tahun masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu II ini kita benar-benar bisa meningkatkan efektivitas birokrasi kita, lebih dari separuh persoalan dapat kita atasi,” ujar Presiden Yudhoyono dalam pengantar sidang kabinet.

Birokrasi yang lebih efektif dan efisien kian mendesak diwujudkan karena desentralisasi fiskal di Indonesia akan makin luas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun-tahun mendatang, menurut Presiden, akan mendekati Rp 1.500 triliun. Karena itu, program yang dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah harus memiliki presisi yang lebih tinggi, pengelolaan keuangan pun mesti kian optimal.

Belum tuntasnya reformasi birokrasi selama ini dirasakan mengemuka dalam banyaknya masalah hukum yang membelit jajaran birokrasi. ”Lebih dari 100 pejabat yang saya izinkan untuk diperiksa oleh penegak hukum. Saya pikir sudah cukup 100, ternyata saya hitung kembali sudah lebih dari 150. Ini bukan prestasi dalam arti sesuatu yang patut kita syukuri, kita prihatin,” ujar Presiden.

Seusai sidang kabinet, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menjelaskan, pembahasan sidang memperkaya desain besar dan peta jalan reformasi birokrasi. Presiden juga membentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional yang diketuai Wakil Presiden Boediono.

Komite ini beranggotakan tiga menteri—Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri—Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, serta ahli pemerintahan Prof Dr Ryaas Rasyid.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan kepada pers mengatakan, Presiden menginginkan apa ukuran keberhasilan dari program reformasi birokrasi yang dijalankan. ”Korupsi sudah berkurang atau sudah berhasil diatasi di daerah tertentu sehingga tidak ada lagi. Nah, ukurannya apa? Itu yang dimaui Presiden,” ujarnya.

Terkait dengan pengukuran itu, menurut Mangindaan, mungkin saja sanksi dan hukumannya kurang tegas sehingga korupsi masih terus terjadi. ”Bahkan, penghargaannya bisa saja dinilai lebih tinggi sehingga tindakan korupsi yang seharusnya ditindak justru tidak terlihat dan berhasil ditindak. Kalau pengukurannya hanya dinilai profesional saja, kan tidak jelas,” ujarnya. (day/har)
Sumber: Kompas, 14 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan