Birokrasi Daerah Banyak Tak efektif

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menilai birokrasi daerah, melalui pembentukan sejumlah lembaga atau dinas, banyak yang tidak efektif.

Deputi Bidang Kelembagaan Kemenpan-RB Ismadi Ananda mengatakan pembentukan lembaga banyak didasari pesanan, bukan atas kebutuhan visi dan misi pelayanan. “Keputusan untuk membentuk kelembagaan sering kali tidak sesuai dengan tujuannya. Kalau pesanan, itu justru akan membebani anggaran,” katanya.

Sayangnya, Ismadi tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksud dengan pembentukan lembaga sesuai dengan pesanan.Menurutnya,dalam peraturan ada batasan dalam membentuk lembaga daerah seperti dinas atau badan. Pembentukan dinas misalnya tidak boleh lebih dari 18, sedangkan pembentukan badan tidak lebih dari 8.”Daerah ada batasan buat lembaga, sekarang banyak daerah yang lebih,” jelasnya. Menurut Ismadi,ada sanksi bagi daerah yang membentuk lembaga melebihi ketentuan yang berlaku, di antaranya sanksi berupa pencabutan seperti yang telah dikenakan kepada beberapa daerah semisal Jawa Barat,Jawa Tengah,Jawa Timur.

”Lembaga di daerah yang menyangkut hajat orang banyak bisa dibentuk lebih dibandingkan daerah lain,” ungkapnya. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, sejak otonomi daerah diberlakukan, banyak bermunculan lembaga baru di daerah. ”Ini merupakan konsekuensi dari pemekaran,”ujarnya. Kondisi itu, kata dia, menimbulkan masalah kelembagaan. Apalagi,peraturan pemerintah (PP) sebagai penjabaran dari UU Otonomi Daerah kerap mengalami perubahan atau revisi. Sejak dibentuk peraturan mengenai pemerintahan daerah,setidaknya lebih dari dua kali terjadi revisi.Akibatnya, muncul persoalan dalam pembentukan lembaga di daerah.

Banyak daerah yang membentuk lembaga atau dinas tidak sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan atas peraturan yang ada. Padahal, pembentukan sebuah lembaga tidak bisa diseragamkan di semua daerah mengingat setiap daerah memiliki karakteristik yang beragam dan tidak dimiliki daerah lain. Untuk meminimalkan terjadinya hal seperti itu, kata Siti, evaluasi dan reformasi birokrasi harus secepatnya dilakukan sesuai dengan PP No 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi. Salah satunya dengan meningkatkan pengawasan terhadap reformasi birokrasi baik di tingkat daerah maupun di pusat sehingga disfungsi kelembagaan tidak terjadi lagi. ”Kuncinya ada di pengawasan kita,bahwa reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara maksimal, konsisten.

Tujuannya untuk mengevaluasi semua program dan kebijakan yang diterapkan,” ucapnya. Anggota Komisi II DPR Taufik Hidayat mengatakan, banyaknya daerah tertinggal karena tidak jalannya birokrasi merupakan indikasi kemerosotan dari otonomi daerah melalui pemekaran. Karena itu, pihaknya mendukung upaya perubahan struktur pimpinan DPOD dari kementerian kepada Wapres guna melakukan pengawasan terhadap jalannya otonomi daerah. Meski demikian, politikus dari Partai Golkar itu mengakui, perubahan struktur harus dibarengi dengan perubahan pola pikir aparatur dan budaya masyarakat.  sucipto
Sumber: Koran Sindo, 18 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan