BIN Ditolak Masuk KPK; Kewenangan KPK Bisa Disimpangi
Penolakan masuknya personel Badan Intelijen Negara atau BIN ke dalam Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK banyak bermunculan. Keberadaan personel BIN dalam jabatan pimpinan justru bisa membawa KPK ke jurang kehancuran dan kewenangan KPK bisa disalahgunakan untuk kepentingan intelijen, bukan pemberantasan korupsi.
Penolakan ini disampaikan kepada Kompas, Kamis (6/9), oleh sejumlah kalangan, baik aktivis antikorupsi, aktivis hak asasi manusia, maupun akademisi.
Pengamat hukum tata negara, A Irman Putrasidin, mengatakan, ideologi BIN dengan ideologi KPK sangat bertentangan.
BIN adalah organ di bawah presiden, organ yang selama ini mengabdi pada kekuasaan. Sementara KPK hadir sebagai antitesa guna melawan kekuasaan karena korupsi dilakukan oleh pemegang kekuasaan, kata Irman.
Menurut Irman, ia tidak yakin calon pimpinan KPK dari BIN mampu meninggalkan watak intelijen yang selama 20 tahun telah melekat di kepalanya, yaitu watak mengabdi pada kekuasaan.
Organisasi BIN adalah organisasi solid dan mengabdi pada kekuasaan, jadi sulit calon dari BIN untuk melepas watak pengabdi kekuasaan itu, ujarnya.
Usman Hamid, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, mengkhawatirkan kewenangan- kewenangan yang dimiliki KPK akan disimpangi keperluan institusi BIN.
Coba perhatikan, selama ini BIN sudah tiga kali mengajukan RUU Intelijen, yaitu tahun 2002, 2003, dan 2006. Di sana BIN meminta agar bisa menyadap komunikasi, menyadap komunikasi e-mail orang, memblokir dan melacak uang orang, tetapi tidak berhasil. Sementara KPK memiliki kewenangan-kewenangan itu. Saya khawatir justru kewenangan KPK bisa disalahgunakan, ungkap Usman.
Lebih lanjut Usman mengatakan, Pendapat-pendapatnya sangat vulgar dan menunjukkan paradigma intelijen kuno. Analogi tikus dan kucing itu bisa memberikan gambaran penanganan perkara korupsi tidak lagi dalam konteks yuridis untuk mencari alat bukti, tetapi bisa mendapatkan alat bukti dengan cara-cara di luar hukum.
Bongkar motif
Teten Masduki dari Indonesia Corruption Watch mengatakan, panitia seleksi harus mampu membongkar motif dan integritas orang, tidak semata-mata melihat kemampuan calon.
Selama ini apa peran BIN dalam menangkal kejahatan ekonomi? Lihat saja, penyelundupan luar biasa, illegal fishing marak, belum penggunaan bahan kimia untuk kejahatan. Marilah kita jaga KPK, jangan diinfiltrasi kepentingan-kepentingan di luar pemberantasan korupsi, kata Teten.
Dari Solo, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin mengatakan, Mereka terbiasa menyelesaikan masalah dengan cara bukan hukum. Ini bahaya.
Denny Indrayana, Direktur Indonesian Court Monitoring, mengatakan, Di dalam intelijen tidak kenal istilah pensiun, kecuali dipecat. KPK bisa dikooptasi dan menjadi tidak independen.
Pakar hukum pidana, Indriyanto Seno Adji, mengatakan, pihaknya khawatir KPK tidak lagi menegakkan hukum, tetapi menegakkan politik. (VIN)
Sumber: Kompas, 7 September 2007