Bilang Saja 'Abu' Kelabui Petugas

Udara panas siang itu tidak menyudutkan minat ratusan penumpang kereta api listrik (KRL) yang menunggu di koridor Stasiun Kereta Manggarai, Jakarta Selatan, jurusan Bogor. Meski bukan jam berangkat atau pulang kerja, gerbong demi gerbong sarana transportasi umum itu, tetap dijejali penumpang yang hendak menuju daerah-daerah ke arah Bogor.

Manggarai yang sistem pengawasannya longgar membuat setiap orang bebas keluar dan masuk stasiun tanpa diperiksa secara khusus apakah penumpang atau bukan.

Setelah menunggu hampir 30 menit, datanglah rangkaian KRL. Media pun ikut dalam perjalanan naik dari stasiun Manggarai, menuju Bogor. Tak lama berselang, kereta kembali berhenti di Stasiun Tebet. Tampak seorang ibu dengan baju safari biru, meringsek masuk mengambil tempat. Ibu tersebut bekerja sebagai tenaga pendidik di salah satu sekolah dasar, di daerah Tebet.

Ibu Sri --demikian dia disapa-- mengaku telah belasan tahun menggunakan KRL ekonomi sebagai sarana transportasi, dari rumahnya di Bojong sampai ke Tebet. Saat petugas lewat Abu, selorohnya, sambil merogoh saku safarinya, dan petugas kereta api pemeriksa karcis itu berlalu. Ibu Sri tidak perlu menunjukkan kartu abonemen (berlangganan) yang dia sebut.

Karena sering, mereka tidak perlu lagi melihat apakah saya memang memiliki karcis abonemen atau tidak. Padahal sudah beberapa bulan saya tidak pernah membeli karcis. Kalau tepergok petugas, ya tinggal kita beri Rp1.000, cukup, katanya.

Apa yang diungkapkan Sri, bukan isapan jempol. Saat petugas menanyakan karcis kepada Media, dengan selembar uang seribu, petugas itu segera berlalu, meski tidak perlu menunjukkan karcis yang dibeli Rp2.500, untuk tujuan Bogor.

Berdasarkan pengamatan, tak kurang dari belasan orang yang ada di gerbong melakukan hal yang sama. Itung-itung buat beli rokok mereka, Mas, ungkap seorang bapak berkaus oblong putih yang duduk di beberapa karung dagangannya. Bapak yang mengaku pedagang pakaian ini, tiap kali cukup memberikan dua atau tiga lembar ribuan, meski dia membawa dua atau tiga karung dagangan.

Dalam tiap gerbong KRL itu tampaknya kurang dari setengah jumlah penumpangnya adalah gelap. Beberapa di antaranya memilih mengeluarkan uang ribuan untuk berdamai dengan petugas pemeriksa karcis.

Kalau rata-rata tiap gerbong ada 25-30 orang yang pilih bayar di atas sebesar Rp1.000 kepada petugas, dalam delapan gerbong rangkaian kereta siang itu, terkumpul uang Rp240 ribu sepanjang Jakarta Bogor, karena korupsi.

PT Kereta Api memperkirakan rata-rata jumlah penumpang kereta Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) per hari sebanyak 450-500 ribu penumpang, dengan banyak perjalanan 230 kali perjalanan dalam sehari. Jika 10% saja penumpangnya pilih bayar di atas, kerugian PT KA dapat mencapai Rp5 juta per hari atau mencapai Rp1,2 miliar per tahun hanya dari kelas ekonomi.

Suap kepada petugas pemeriksa karcis tidak hanya terjadi di kereta ekonomi. Di kereta eksekutif juga punya peluang. Ongkos Jakarta-Bogor Rp10.000 bisa dibayar separuh harga Rp5.000 saja. Caranya calon penumpang gelap harus berani masuk ke kokpit masinis. (SAM-1)

Sumber: Media Indonesia, 27 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan