Bibit dan Chandra Kembali Duduki Posisi Wakil Ketua KPK

Mulai kemarin (8/12), Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah menempati kembali ruangannya di lantai tiga gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka akan terlibat lagi dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di bidang penindakan kasus korupsi.

Bibit dan Chandra menduduki kembali posisi wakil ketua KPK setelah berlangsungnya serah terima jabatan dari dua pelaksana tugas (Plt), Mas Achmad Santosa dan Waluyo. Sebelum acara serah terima, Bibit dan Chandra mendapatkan ucapan selamat dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), yang pada hari ini (9/12) menyelenggarakan unjuk rasa dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. Mereka menyerahkan nasi tumpeng kepada Bibit-Chandra sebagai ucapan syukur karena keduanya telah kembali menjabat di lembaga antikorupsi itu.

Prosesi serah terima tersebut berlangsung sederhana di auditorium gedung KPK yang berada di lantai satu. Peralihan jabatan itu juga disaksikan sejumlah pejabat struktural KPK. Tidak ada unda­ngan khusus sebagaimana acara pelantikan dulu.

Mas Achmad Santosa dan Waluyo menyerahkan memori pekerjaan masing-masing kepada Bibit dan Chandra. Memori pekerjaan yang diterima Bibit lebih tebal daripada yang diterima Chandra.

Dalam acara utama, pimpinan KPK memberikan sambutan secara bergantian. Mereka mengucapkan selamat jalan kepada Mas Achmad Santosa dan Waluyo serta mengucapkan selamat datang kepada Bibit dan Chandra.

''Pak Bibit dan Pak Chandra, selamat datang lagi di KPK. Saya tahu KPK tengah menghadapi cobaan berat. Semoga, dengan cobaan ini, kita semua bisa berbuat lebih baik dengan prinsip yang benar tetap benar,'' kata Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Dia menyanggupi untuk bergandengan tangan dengan Bibit-Chandra guna melanjutkan program-program pemberantasan korupsi.

Sementara itu, Mas Achmad Santosa menerangkan bahwa kasus Cabit -singkatan yang dibuat Mas Achmad Santosa untuk kasus Chandra dan Bibit- menorehkan sejarah di tanah air. Sejarah, terangnya, akan mencatat bahwa pengadilan telah menayangkan penyadapan tanpa sensor.

Sejarah juga mencatat bahwa kasus itu menjadi headlines di banyak media massa selama tiga bulan berturut-turut. Selain itu, sejarah mencatat bahwa kasus Bibit-Chandra telah melahirkan gerakan moral yang dahsyat dalam konteks penegakan hukum.

Menurut pria yang akrab dipanggil Ota tersebut, tugasnya selama dua bulan di KPK ibarat pilot yang pesawatnya mengalami turbulensi. Tugasnya hanya mengantarkan pesawat ke bandara transit. ''Selanjutnya, pesawat itu akan dikemudikan pilot yang lebih berpengalaman menuju bandara tujuan Indonesia bersih,'' paparnya.

Meski begitu, pesawat yang dimaksud masih harus melintasi cuaca yang buruk. Ota mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dirinya. Termasuk, pegawai level terendah. ''Terima kasih yang tak terhingga untuk office boy dan office girl yang menyediakan makan sebelum saya lapar dan menyediakan minum sebelum saya haus,'' katanya. Hal sama juga diungkapkan Waluyo.

Lalu, apa yang akan dilakukan Bibit dan Chandra setelah kembali ke KPK? Bibit menyatakan akan melihat dulu institusi KPK. ''Kami ingin KPK lebih solid. Kalau ditendang ke sana kemari, KPK tetap utuh. Tidak sekali tendang, lalu ambyar,'' ujarnya. Untuk itu, dia akan memikirkan reposisi internal di tubuh KPK.

Chandra mengungkapkan bahwa saat ini gerakan antikorupsi berubah menjadi gerakan kultural. ''Gerakan ini harus terus mendapatkan dukungan,'' tuturnya.

Sementara itu, KPK membebaskan Bibit dan Chandra dari penanganan kasus Anggodo Widjojo, adik buron Anggoro Widjojo. Langkah ini dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dalam penetapan status hukum tokoh sentral rekaman penyadapan yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean meng­ungkapkan hal tersebut seusai serah terima jabatan Plt Wakil Ketua KPK Mas Achmad Santosa dan Waluyo kepada wakil ketua KPK yang sebelumnya nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah.

''Pak Bibit dan Pak Chandra tak akan dilibatkan dalam penanganan kasus tersebut. Ini untuk menghindarkan keduanya dari conflict of interest,'' jelas Tumpak.

Langkah itu diambil untuk menepis anggapan publik bahwa Bibit dan Chandra akan membalas dendam kepada Anggodo jika memimpin kembali lembaga antikorupsi tersebut. Padahal, Anggodo-lah yang selama ini dituding sebagai biang rekayasa kasus Bibit dan Chandra.

Dia menambahkan, status Anggodo saat ini dalam tahap penyelidikan. ''Semua terus jalan,'' katanya.

Dalam menangani kasus Anggodo, KPK sudah memeriksa sejumlah saksi sejak pekan lalu. Mereka, antara lain, Ari Muladi, orang yang disuruh Anggodo mengalirkan dana ke pimpinan KPK. Belakangan Ari menjadi pelapor di KPK. Dia mengadukan Anggodo terkait kasus dugaan pelanggaran Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal ini menjerat siapa pun yang meng­halang-halangi penyidikan di lembaga antikorupsi itu.

Orang kedua yang telah diperiksa adalah Edy Soemarsono, orang dekat Antasari yang mengenal Anggodo melalui bantuan jaksa Irwan Nasution. Rencananya, KPK memeriksa Anggodo pekan ini. Tetapi, hingga kemarin tidak ada penjelasan kapan pemeriksaan tunggu itu dilakukan. Banyak pula yang berharap KPK juga mengusut sejumlah penegak hukum yang terlibat dalam rekaman di MK. Bahkan, di bawah kendali Bibit dan Chandra tersebut, pemeriksaan kasus itu akan menggelinding cepat.

Chandra Hamzah meyakinkan, tak ada upaya balas dendam dalam penanganan kasus Anggodo nanti. Dia juga telah meminta Tumpak untuk tidak dilibatkan dalam penanganan Anggodo tersebut. ''Khusus Anggodo, saya sama sekali tak terlibat. Bagaimana jalannya pemeriksaan kasus itu, (saya) juga sama sekali tak mengetahui. Saya pun tidak mau tahu,'' jelasnya.

Undang-Undang KPK, lanjut Chandra, mengatur bahwa pimpinan tidak boleh memiliki benturan kepentingan dalam penanganan kasus. ''Saya harus mendeklarasikan itu,'' ucapnya. (git/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 9 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan