Bibit-Chandra Tegaskan Tidak Terima Suap

Reaksi aras Raker di Komisi III DPR

Rekaman Anggodo Widjojo dengan para petinggi penegak hukum yang dibeber dalam sidang Mahkamah Konstitusi (3/11) tak mengubah tudingan polisi terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan dua pimpinan nonaktif KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah.

Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR Jumat dini hari kemarin, Kapolri Bambang Hendarso menegaskan kembali sangkaannya kepada Bibit-Chandra. Dia yakin bahwa anak buahnya memiliki bukti-bukti konkret soal keterlibatan dua pimpinan KPK itu. Yang dimaksud bukti konkrit itu berupa foto-foto mobil yang masuk ke Pasar Festival dan Apartemen Bellagio.

Soal asal-usul foto mobil itu, bermula ketika polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasar laporan Antasari Azhar pada 6 Juli 2009. Laporan bernomor Pol : LP/2008/K/VII/2009/SPK UNIT III itu berisi tentang penerimaan suap atau Pemerasan Terhadap PT Masaro Radiokom.

Dalam penyelidikan polisi mendapati ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Chandra M Hamzah, yang berarti pelanggaran pasal 21 ayat 5 UU 30/2002 tentang KPK.

Dengan fakta itu, lantas diperiksalah 22 orang saksi, tiga orang ahli dan pengumpulan alat bukti. Yang dimaksud alat bukti adalah surat cekal, call data record handphone, print out kartu parkir, termasuk foto-foto mobil milik bibit-Chandra di pasar Festival dan apartemen Bellagio.

Pernyataan Kapolri di forum yang dianggap terhormat itu membikin Bibit dan Chandra meradang. Kemarin (6/11) mereka membantah keras tudingan itu. ''Saya tegaskan, saya tidak pernah menerima uang dari Ari Muladi ataupun Yulianto, baik langsung maupun tidak langsung. Menerima uang dari pihak lain juga tidak pernah. Kapolri bohong,'' ujar Bibit.

Demikian juga, Chandra bersikukuh bahwa dirinya tak pernah menerima uang dari pihak lain. ''Saya juga tidak mengenal Ari Muladi, Edi Sumarsono. Melakukan hubungan telepon baik langsung atau tidak langsung juga tidak pernah,'' jelasnya. ''Uang yang saya terima selama ini cuma satu. Hanya dari negara. Silakan Anda cek harta kekayaan saya,'' tambahnya.

Pernyataan dua pimpinan nonaktif KPK itu merupakan yang pertama sejak mereka keluar dari Rutan Brimob Kelapa Dua Selasa lalu. Sebelumnya, tim penasihat hukum mereka melarang keduanya berkomentar di media.

Bambang Widjojanto, pengacara Bibit dan Chandra, juga menilai bahwa pernyataan Kapolri tersebut banyak distorsi. Salah satu yang mendasar disebutkan bahwa Anggoro tak pernah balik ke Indonesia karena ditangkal masuk. ''Saya jelaskan bahwa KPK tidak memiliki kewenangan melarang seseorang masuk kembali ke tanah air,'' ujarnya. Wewenang yang diatur di UU KPK hanya soal melarang orang bepergian ke luar negeri saja (cegah).

Dalam kesempatan yang sama, Kapolri juga membenarkan bahwa Kabareskrim Susno Duadji telah menemui Anggoro di Singapura. Polisi berargumen tidak bisa menangkap Anggoro karena undang-undang kepolisian tidak melarang mereka menemui tersangka. Apalagi, kepergian Susno menemui Anggoro itu sudah diketahui publik secara luas. ''Ini argumen yang sangat membahayakan. Bagaimana seorang penegak hukum bisa menemui seorang buron dengan mudah,'' ujarnya.

Bagaimana halnya jika penegak hukum, selain kepolisian, menemui seorang teroris, apakah yang bersangkutan tidak berkewajiban meringkus atau memberitahukan. ''Kalau pernyataan semacam itu, bisa rusak negara hukum ini,'' tambahnya.

Distorsi lain, kata Bambang, menyangkut persoalan penyelidikan terhadap Djoko S. Tjandra. Dia diselidiki terkait aliran dana dari Artalyta Suryani kepada Jaksa Urip Tri Gunawan. Pencekalan itu menyeret Bibit dalam kasus penyalahgunaan kewenangan. ''Saya tegaskan, yang ini juga ada surat penyelidikan,'' ucapnya.

Alexander Lay, pengacara lain Bibit dan Chandra, menegaskan tak ada kasus di KPK yang berhenti. Termasuk yang melibatkan bos PT Masaro Anggoro Widjojo. Dalam kasus itu, Anggoro terseret dua kasus, yaitu suap terhadap anggota DPR Yusuf Erwin Faisal dan pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Secara terpisah, kuasa hukum Ari Muladi, Sugeng Teguh Santosa, juga membantah keterangan yang disampaikan Kapolri tentang kliennya. Misalnya, Ari yang disebut enam kali datang ke kantor KPK. ''Padahal, hanya satu kali dan itu hanya untuk menyerahkan surat,'' katanya. Ketika itu, Ari hanya bertemu dengan penerima tamu dan petugas yang menerima surat. ''Tidak ada pertemuan dengan pimpinan KPK,'' tegas Sugeng.

Dalam kasus Bibit-Chandra, Ari disebut menjadi penghubung dari Anggodo untuk menyerahkan uang kepada pimpinan KPK melalui Ade Rahardja, direktur Penindakan KPK. Namun, dalam keterangannya, Ari mengatakan bahwa uang dari Anggodo masih melalui perantara lagi bernama Yulianto.

Pengacara kelahiran Semarang itu mengungkapkan, Ari tidak memiliki hubungan apa pun dengan pejabat di KPK. Namun, saat pemeriksaan di Bareskrim Polri, kliennya dipaksa untuk mengenal Ade. ''Dia diarahkan untuk mengenal Ade, tapi saat itu tidak didampingi pengacara dan sekarang (keterangan) sudah dicabut,'' urai Sugeng.

Bukankah Ari pernah menjalani tes lie detector oleh Polri atas pencabutan BAP-nya? Sugeng menyatakan bahwa kliennya memang menjalani tes kebohongan tersebut. Hal itu dilakukan setelah dia mencabut keterangan pada BAP Juli dan menyatakan keterangan yang benar pada BAP Agustus.

Dia menegaskan, lie detector itu hanya menjadi petunjuk dan tidak bisa dijadikan alat bukti. ''Pak Ari tetap pada BAP Agustus bahwa dia tidak mengenal orang di KPK dan menyerahkan uang melalui perantara Yulianto,'' terang dia.

Sugeng justru mempertanyakan langkah Polri yang menguji keterangan kliennya dengan menggunakan lie detector. Padahal, perubahan, revisi, dan pencabutan BAP merupakan hal yang wajar, bahkan menjadi hak. ''Apa kepentingan Polri untuk mengarahkan bahwa pencabutan BAP itu tidak benar,'' keluhnya.

Dianggap Menggosip
Chandra membantah tudingan Ka­polri bahwa dirinya memiliki ke­dekatan emosional dengan mantan Menteri Kehu­tanan M.S. Kaban. Kapolri menilai bahwa kedekatan itulah yang mem­bikin Chandra tak segera memproses dugaan aliran uang Rp 17,6 miliar dari Anggoro Widjojo ke kantong mantan Menhut era kepemimpinan SBY-JK.

''Saya pastikan tidak ada kedekatan emosional antara Chandra dan Pak Kaban,'' ungkap Bambang.

Dia menambahkan bahwa Kaban juga tak pernah menjadi saksi pe­rnikahan Chandra dengan putri pe­mikir Islam almarhum Nurcholis Madjid. ''Juga saya tegaskan bah­­wa Kaban tidak pernah menjadi saksi pernikahan. Pernyataan Kapolri itu setara gosip,'' ucap Alexander Lay, pengacara lain dua pimpinan KPK nonaktif Bibit dan Chandra.

Setelah Kapolri menyampaikan adanya aliran dana ke Kaban de­ngan menyebut-nyebut keluarga Nurcholis Madjid, pihak keluarga keberatan atas pengaitan itu. ''Kapolri telah memberikan pernyataan tidak penting yang tidak berkaitan dengan apa yang menimpa Chan­dra,'' tambahnya.

Menurut Bambang Widjojanto, pihak keluarga juga meminta Kapolri mencabut pernyataannya tersebut. ''Sebab, ini termasuk menista,'' ujarnya.

Chandra meminta pernyataan itu dikonfirmasi langsung kepada mantan aktivis Partai Bulan Bintang tersebut. ''Tanyakan saja kepada Pak Kaban sendiri,'' katanya.

Kaban Membantah
Di tempat terpisah, mantan Men­teri Kehutanan M.S. Kaban membantah ikut menerima aliran dana Rp 17,6 miliar dari Anggoro Widjojo. ''Rekening saya gampang dilacak. Silakan Polri serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melacaknya. La­lu, sampaikan ke publik, ada atau tidak uang itu," kata Kaban saat ditemui Radar Bogor di rumahnya di Kompleks Perumahan Budi Agung, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, kemarin.

Sejak namanya dikait-kaitkan dengan kasus Bibit dan Chandra, lanjut Kaban, Ketua Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atau Tim 8 Adnan Buyung Na­sution telah beberapa kali meng­hubunginya dan menanyakan per­soalan tersebut. Kaban pun menegaskan kepada Tim 8 bahwa dirinya sama sekali tidak terlibat.

''TPF kan sudah ditugaskan presiden. Jadi, kalau saran saya, ya kerjalah Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution, Red) itu, jangan insinuasi (menuduh, Red). Saya tidak ingin jadi target kriminalisasi. Nama saya disebut itu hanya untuk pengalihan isu," tandasnya.

Ketua umum Partai Bulan Bintang tersebut juga mempersilakan KPK menyelidiki. ''Saya pikir agar masalah ini jernih, silakan saja di­selidiki oleh KPK dan PPATK. Jika ada fakta-faktanya, saya akan siap menerima risiko," ujarnya.

Kaban mengakui, saat dirinya menjabat menteri, Anggoro memang pernah datang ke rumah dinasnya saat itu. "Waktu itu ada suatu acara dan beramai-ramai kok," ujarnya, tanpa menyebut tanggal pasti pertemuannya de­ngan Anggoro.

Namun, Kaban membantah dirinya punya hubungan keluarga atau kedekatan dengan Chandra. Dia disebut-sebut pernah menjadi wali atau saksi serta memberikan ban­tuan pernikahan Chandra. ''Kami dekat karena sama-sama jadi aktivis HMI saja," akunya.

Sejak namanya dikait-kaitan dan diduga ikut menikmati aliran dana Rp 17,6 miliar dari Anggoro, Kaban berharap penangan­an kasus itu lebih transparan dan sesuai prosedur hukum. Namun, dia enggan melakukan upaya hukum balik. ''Semua proses hukum harus dihormati oleh siapa pun karena negara kita adalah ne­gara hukum," tandasnya. (git/fal/and/jpnn/lea/iro)

Sumber: Jawa Pos, 7 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan