Bibit-Chandra; Presiden Sebaiknya Segera Lantik Jaksa Agung Baru

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta segera melantik Jaksa Agung definitif, menggantikan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono. Langkah ini akan mempermudah posisi Kejaksaan Agung jika ingin mengeluarkan deponeering atau pengesampingan perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemerasan dengan tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Hal itu dikemukakan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zaenal Arifin Mochtar, Sabtu (16/10). Langkah hukum kejaksaan saat ini ditunggu menyusul tidak diterimanya permohonan peninjauan kembali putusan praperadilan dari Anggodo Widjojo oleh Mahkamah Agung, 7 Oktober lalu.

Zaenal berpendapat, kejaksaan sebenarnya memiliki dua pilihan kebijakan, yaitu menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan dan deponeering. Namun, Pelaksana Tugas Jaksa Agung tidak berwenang mengeluarkan deponeering. Apabila hal ini dilakukan, akan menimbulkan perdebatan hukum.

”Pelaksana Tugas Jaksa Agung tidak sama dengan Jaksa Agung. Jadi, kalau mau di-deponeering, lantik dulu Jaksa Agung definitif,” katanya.

Sebaliknya, advokat Denny Kailimang di Jakarta menyarankan agar kejaksaan segera melanjutkan penuntutan perkara Bibit dan Chandra ke pengadilan. Hal ini sesuai putusan Mahkamah Agung dan sesuai Pasal 82 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi, ”Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan”.

Namun, seorang kuasa hukum Bibit dan Chandra, Alexander Lay, mengatakan, apabila kejaksaan melanjutkan kasus itu ke persidangan, dakwaan jaksa bertentangan dengan isi memori peninjauan kembali.

Denny, yang juga Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, juga menyesalkan kunjungan sejumlah mantan anggota Tim Delapan ke Kejaksaan Agung. Mereka bisa dianggap melakukan intervensi karena meminta Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan tambahan sesuai Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan. (ana)
Sumber: Kompas, 18 Oktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan