Biaya Rekonstruksi Bengkak Jadi Rp 5 T; Jumlah Yang Direhab Sama dengan di Aceh

Biaya rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa di Jogjakarta dan Jawa Tengah diperkirakan membengkak dari Rp 1,075 triliun menjadi Rp 5 triliun. Pembengkakan disebabkan kesalahan asumsi perhitungan jumlah pengungsi dari 50 ribu jiwa menjadi 1,5 juta jiwa.

Selain itu, pembengkakan terjadi pada asumsi jumlah rumah ambruk dari perkiraan semula sekitar 10 ribu unit menjadi sekitar 150 ribu unit. Rumah yang harus dibangun di Jateng-Jogja itu hampir sama dengan jumlah yang harus dibangun di Aceh, kata Menko Kesra Aburizal Bakrie di Kantor Presiden kemarin.

Rapat Bakornas di Jogjakarta kemarin juga memutuskan untuk memberikan jaminan hidup kepada pengungsi yang rumahnya rusak berat hingga Agustus 2006. Penerima jaminan hidup selama tiga bulan itu 823.841 orang.

Sementara itu, pengungsi yang rumahnya rusak ringan hanya akan mendapatkan uang jaminan hidup Rp 3.000 per hari per jiwa selama sebulan, yang jumlahnya 705.878 orang. Jalan pikirannya, mereka yang rumahnya rusak ringan dalam sebulan ini diharapkan sudah memperbaiki rumahnya sehingga tidak diberikan jaminan hidup lagi, ujar Ical -panggilan Aburizal Bakrie.

Selain itu, rapat juga memutuskan untuk memberikan uang bantuan pakaian Rp 100 ribu per jiwa dan bantuan peralatan rumah tangga Rp 100 ribu per kepala keluarga juga hanya bagi pengungsi yang rumahnya rusak berat atau ambruk. Dana itu akan dicairkan awal Juli mendatang.

Pengungsi yang rumahnya rusak ringan tidak mendapatkan dana bantuan pakaian dan peralatan rumah tangga. Jalan pikirannya adalah, kalau rumahnya rusak berat atau hancur, lemari pakaian pun tidak bisa dipakai lagi. Baju pun tidak ada. Maka, kita berikan pakaian. Begitu juga perabot rumah tangga, katanya.

Untuk memperoleh data pengungsi yang valid, hingga Rabu pekan depan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan Departemen Pekerjaan Umum menerjunkan tim ke daerah bencana untuk mengklarifikasi data rumah rusak dari Satkorlak. Dengan demikian, kita harapkan awal Juli sudah bisa dilaksanakan pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak, terang Ical.

Selain bantuan dalam rangka tanggap darurat serta rekonstruksi dan rehabilitasi, pemerintah akan memberikan santunan bagi korban meninggal dunia Rp 2 juta. Dana itu bakal diserahkan kepada ahli waris yang ditunjuk Satkorlak di masing-masing kabupaten/kota. Agar tidak terjadi gugat-menggugat di kemudian hari terhadap satu keputusan, kita serahkan semuanya kepada bupati, tutur Ical.

Dia mengatakan, kebutuhan dana Rp 5 triliun tersebut akan diupayakan untuk dipenuhi dari dana APBN-P 2006 dan dana hibah dari negara sahabat maupun lembaga-lembaga donor. Pemerintah mengharapkan bantuan hibah dapat terealisasi Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun. Sebab, saat ini bantuan hibah baru terealisasi USD 2,5 juta atau sekitar Rp 22,5 miliar.

Pemerintah juga akan mempertimbangkan tawaran utang lunak dari Asian Development Bank (ADB) berupa pinjaman lunak tanpa bunga dengan waktu jatuh tempo 40 tahun. Kita belum memberikan keputusan mengenai hal ini, katanya.

Ical juga mengungkapkan penemuan kasus campak, tetanus, dan difteri pada pengugsi pascagempa dan Merapi. Kasus tersebut kini telah ditangani Departemen Kesehatan melalui vaksinasi di seluruh rumah sakit dan puskesmas di wilayah bencana. Selain itu, dia mengonfirmasikan penemuan 84 kasus depresi akut pascagempa di sejumlah wilayah bencana. Dari 84 kasus itu, 25 orang telah dikembalikan ke rumah masing-masing. Sementara 59 orang masih mendapatkan terapi psikologi di sejumlah rumah sakit, tuturnya. (noe)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan