BI Bantah Langgar tentang Anggaran; ICW: BI Harus Benahi Kondisi Internalnya
Bank Indonesia membantah bahwa penganggaran dana untuk kegiatan sosialisasi dan komunikasi kebijakan ke berbagai pihak, termasuk DPR, sebagai sesuatu yang melanggar ketentuan. Alasannya, anggaran BI secara berkala diawasi dan diaudit pengawas internal dan eksternal.
BI menyayangkan beredarnya isu dalam beberapa hari ini yang semata bersumber dari dokumen yang tidak otentik karena berbeda dengan dokumen yang ada di BI. Isu itu mengabarkan kegiatan sosialisasi , diseminasi, dan komunikasi lainnya yang terkait kebijakan-kebijakan dan produknya sebagai yang tidak seharusnya, kata Direktur Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, Jumat (3/8) di Jakarta.
Menurut Budi, kegiatan sosialisasi dan komunikasi yang dilakukan BI pada dasarnya selalu terkait dengan anggaran. Kegiatan sosialisasi dan komunikasi diperlukan BI, juga institusi lainnya, untuk meningkatkan pemahaman, pendalaman kebijakan, dan turunan produknya. Jadi itu memang diarahkan untuk setiap lapisan masyarakat, dari guru, perbankan, Kadin, akademisi, media massa, dan parlemen, kata Budi.
Belakangan ini beredar dokumen mengenai aliran dana dari BI ke Komisi IX DPR periode 1999-2004 senilai Rp 3,8 miliar saat pembahasan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) dan penetapan anggaran BI 2005.
Dalam dokumen itu dinyatakan bahwa dana digunakan untuk sosialisasi, apresiasi, dukungan, dan membina hubungan baik dengan DPR. Sejumlah pejabat BI yang disebutkan terkait dengan aliran dana ke DPR antara lain Deputi Gubernur Aulia Pohan (saat ini sudah tidak menjabat), Deputi Gubernur Bun Bunan Hutapea, Deputi Gubernur Aslim Tadjuddin, Kepala Biro Gubernur saat itu Rizal A Djaafara, dan Deputi Kepala Biro Gubernur saat itu Erwin Riyanto.
Dokumen tadi tidak bertanda tangan atau pun berkop surat.
Suap
Selanjutnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan BI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dinilai telah melakukan suap senilai Rp 3,8 miliar kepada anggota DPR.
Menurut ICW, tindakan BI tersebut bertujuan menggolkan sejumlah pembahasan RUU.
BI dinilai telah melakukan suatu tindakan korupsi dengan membagi-bagikan uang kepada anggota Komisi IX DPR, yakni komisi yang membidangi keuangan dan perbankan.
Menanggapi sangkalan BI, Koordinator ICW Teten Masduki mengatakan, BI tidak perlu menggunakan pola-pola lama dalam menghadapi isu negatif, yaitu dengan membantah dan mengatakan dokumen yang beredar palsu atau tidak otentik. Lebih baik, Burhanuddin Abdullah (Gubernur BI) segera membenahi kondisi internalnya, kata Teten.
Teten berharap KPK segera mengusut kasus tersebut. Aliran dana itu bukan sesuatu yang sulit dilacak. Salah satunya bisa dilihat dari dana operasional BI.
Humas KPK, Johan Budi SP, mengatakan, kehadiran Teten Masduki ke KPK terkait perkara gratifikasi BI sebenarnya hanya berbagi informasi dan berdiskusi tentang hal itu. Saat ini KPK tengah mempelajari keabsahan dokumen dan informasi itu. KPK tidak dapat serta-merta menyimpulkannya, kata Johan.
Selain itu, KPK juga tidak serta-merta menyimpulkan bahwa gratifikasi selalu bermasalah. Menurut Johan, harus dipastikan apa maksud dari gratifikasi itu. Itu harus dikaitkan dengan kedudukan si penerima dan pemberi, kata Johan lagi.
Tidak otentik
Mengenai materi dokumen yang beredar tersebut, Budi Mulya mengatakan, pada intinya dokumen yang beredar tidak otentik dan berbeda dengan yang dimiliki BI. Budi juga tidak menjelaskan bagaimana anggaran BI yang sebenarnya.
Sementara itu, Aslim Tadjuddin mengatakan, apa yang tertulis di dokumen yang beredar tidak benar. Saya tidak memiliki wewenang mengeluarkan dana sebesar itu, katanya.
Menurut Aslim, praktik itu merupakan upaya pembunuhan karakter terhadap dirinya. Aslim kemungkinan maju kembali dalam pemilihan deputi gubernur pada November mendatang.(FAJ/JOS)
Sumber:Kompas, 3 Agustus 2007