Besok Status Hukum Soeharto Ditentukan

Kalaupun Soeharto tak diadili, bekas bawahannya bisa diusut.

Kejaksaan besok akan menentukan nasib proses hukum terhadap mantan presiden Soeharto. Langkah ini diambil setelah kejaksaan, untuk kesekian kalinya, berkonsultasi dengan tim dokter yang memeriksa Soeharto. Pagi tadi tim dokter bertemu dengan kami, dan masih butuh bertemu lagi Kamis besok, ujar Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kemarin. Menurut Rahman, keputusan ini nantinya adalah keputusan terakhir. Kejaksaan Agung bertekad mengakhiri episode perkara Soeharto ini untuk finalnya, katanya.

Sejak 2000 kejaksaan telah tiga kali meminta tim dokter memeriksa kesehatan mantan presiden itu terkait dengan kemungkinan pengadilannya.

Meski demikian, Jaksa Agung bertekad tidak akan menghentikan perkara. Kami pastikan tidak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Sebab, SP3 sama dengan menyatakan tidak terbukti unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, ujar Jaksa Agung.

Terkait dengan proses hukum itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir akan menggalang kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak pengadilan Soeharto. Kami bersama beberapa wakil DPR lainnya sedang membahas penolakan pemeriksaan kembali terhadap Soeharto, katanya kemarin.

Ia menyebut, perlu mempertimbangkan sumbangan positif Soeharto saat masih berkuasa. Jangan lihat negatifnya saja, masih banyak peran Soeharto dalam membangun negeri ini, ucapnya. Anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Patrialis Akbar, sepakat dengan Soetrisno. Selain karena Pak Harto sudah uzur, beliau berjasa bagi negara, kata Patrialis.

Namun, pakar hukum Universitas Indonesia, Rudi Satryo Mukantardjo, menganggap Soeharto tetap bisa diadili in absentia jika memang secara medis tak mungkin hadir dalam sidang. Hakim tetap bisa memutuskan perkara, ujarnya. Menurut dia, pemutusan perkara Soeharto penting agar ada kejelasan hukum.

Begitu pula pendapat Agung Wijaya, peneliti pada Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos). Menurut dia, keuzuran dan kesehatan tak menghalangi penegakan hukum. Waktu itu A.M. Fatwa sakit parah, dia tetap diseret ke pengadilan, katanya tentang Fatwa yang diadili karena menentang Orde Baru.

Kalaupun nantinya proses pengadilan Soeharto dihentikan, hal itu tidak akan menghentikan proses hukum terhadap tersangka lain di bawah Soeharto. Pemeriksaan Soeharto bisa saja berhenti, tapi yang lain seharusnya tetap diperiksa, kata Hakristuti Harkrisnowo, pakar hukum dari Universitas Indonesia. DIAN YULIASTUTI | EKO ARI WIBOWO | WAHYUDIN FAHMI | NIEKE | RADEN RACHMADI

Sumber: Koran Tempo, 10 Mei 2006
-------------
Rabu, 10 Mei 2006
Headline
SAKIT VS HUKUM

Proses hukum bagi Soeharto sudah berjalan setengah tahun setelah dia lengser. Tapi tak lama kemudian, penyakit ikut mendera. Setahun setelah lengser, dia terserang stroke ringan. Proses hukum dan sakit kemudian terjadi berselang-seling tanpa ujung. Proses hukumnya pun terkatung-katung.

1998

1 September

Kejaksaan Agung menemukan indikasi penyelewengan dana yayasan di bawah Soeharto.

6 September

Muncul di TPI, membantah punya kekayaan di luar negeri.

9 Desember

Kejaksaan Agung memanggil dan memeriksa Soeharto.

1999

Juli-Agustus

Kena stroke ringan. Sebulan kemudian, masuk rumah sakit. Kali ini, karena perdarahan usus.

2 September

Penjabat Sementara Jaksa Agung Ismudjoko menaikkan kasus Soeharto ke tingkat penyidikan.

11 Oktober

Penyidikan dihentikan. Alasan jaksa, tak cukup bukti.

6 Desember

Marzuki Darusman, Jaksa Agung di era Presiden Abdurrahman Wahid, meneruskan penyidikan.

2000

31 Maret

Berstatus tersangka.

12 April

Menjadi tahanan kota.

29 Mei

Tahanan rumah sampai 10 Agustus.

3 Agustus

Berstatus terdakwa.

14 Agustus

Masuk rumah sakit.

31 Agustus

Sidang Soeharto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gagal karena dia sakit.

28 September

Kesehatan Soeharto memburuk. Hakim menghentikan sidang.

8 November

Kasus Soeharto dibuka lagi.

16 November

Tambahan tuduhan bagi Soeharto, kali ini terkait dengan kasus Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC).

2001

2 Februari

Mahkamah Agung memerintahkan jaksa mengobati Soeharto.

Februari-Juni

Menjalani operasi usus buntu pada Februari, pasang alat pacu jantung pada Juni.

11 Desember

Ketua Mahkamah Agung meminta Jaksa Agung menghentikan pengusutan karena kesehatan tidak memungkinkan.

17 Desember

Sesak napas dan batuk-batuk, masuk rumah sakit.

2002

12 Agustus

Tim kesehatan dari RSCM menyatakan Soeharto tidak mampu memahami kalimat panjang.

2003

Tim ad hoc mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat oleh Soeharto terbentuk.

2003

November

Lebaran, menengok Tommy Soeharto di Nusakambangan.

2006

Mei

Perdarahan usus. PDAT | BERBAGAI SUMBER

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan