Bertambah, Pengungkapan Kasus Korupsi di DPRD [08/06/04]

Pengungkapan kasus korupsi di lingkungan legislatif terus bermunculan di beberapa daerah di Tanah Air. Setelah DPRD Sumatera Barat, Kota Padang, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Garut diguncang kasus korupsi, kini DPRD Bandar Lampung pun tersandung kasus yang sama, yakni adanya penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah senilai lebih dari Rp 3,7 miliar.

Kemarin tiga anggota panitia anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bandar Lampung diadili dengan dakwaan terlibat dalam kasus korupsi. Para terdakwa adalah Palgunadi, Gusti Rahmat Katolo, dan Muchzan Zain. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Bandar Lampung, itu dipimpin Hakim Ketua S Gani Parlaungan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Johny Manurung mengatakan, para terdakwa diduga telah melanggar ketentuan tentang tindak pidana korupsi. Mereka dijerat dengan dakwaan primer melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat (1) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Ancaman hukuman atas pelanggaran UU tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit empat tahun atau paling lama 20 tahun, serta ganti rugi sedikitnya Rp 200 juta atau paling banyak Rp 1 miliar.

Asuransi kesehatan

Menurut jaksa, dalam rapat panitia khusus para terdakwa telah meningkatkan tunjangan asuransi kesehatan, yang semula diusulkan Rp 10 juta menjadi Rp 20 juta per orang per tahun. Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 disebutkan, tunjangan asuransi kesehatan semestinya dianggarkan sesuai dengan golongan IV sebesar Rp 40.000 per orang per bulan atau sebesar Rp 480.000 per tahun.

Uang tunjangan asuransi itu kemudian disetorkan kepada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera Lampung, dengan perjanjian jatuh tempo selama tiga tahun terhitung mulai 29 April 2002. Uang yang disetorkan sebanyak Rp 900 juta. Namun, pada 10 Juli 2002 uang jaminan asuransi itu ditarik kembali sebesar Rp 680 juta, kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh anggota DPRD Bandar Lampung. Padahal, menurut ketentuan, uang itu tidak boleh dibagikan dalam bentuk tunai lantaran uang tersebut merupakan jaminan kesehatan dalam bentuk asuransi.

Hal serupa dilakukan terhadap tunjangan kesejahteraan, tunjangan rumah, serta dana bantuan fraksi.

Menurut jaksa, sesuai dengan ketentuan, tunjangan rumah hanya diberikan kepada Ketua DPRD Kota Bandar Lampung. Namun, dalam kenyataannya, tunjangan itu diberikan juga kepada semua anggota DPRD, padahal para terdakwa mengetahui bahwa semua anggota DPRD tinggal di rumah pribadi.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan, tunjangan perumahan untuk anggota DPRD sebesar Rp 183 juta per tahun. Penyelewengan dana tunjangan rumah itu diduga dilakukan pada tahun anggaran 2002-2003, dengan total anggaran sebesar Rp 366 juta.

Minta penangguhan

Mengenai kasus korupsi di DPRD Kota Payakumbuh, kemarin Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar) menerima surat resmi dari DPRD Kota Payakumbuh, yang meminta penangguhan penahanan Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star.

Pemeriksaan masih belum tuntas, jadi bagaimana mungkin mempertimbangkan permintaan penangguhan tersebut. Chin Star diduga sebagai aktor utama dalam kasus korupsi APBD 2003 Kota Payakumbuh. Karena itu, permintaan penangguhan penahanan belum bisa dikabulkan, kata Direktur Reserse Kriminal Polda Sumbar Komisaris Besar Tedjo Soelarso kepada para wartawan di Padang.

Kemarin Polda Sumbar sedianya memeriksa dua anggota DPRD Kota Payakumbuh, yakni Anwar Arsyad (Wakil Penanggung Jawab Panitia Anggaran) dan Syafnir Navis (Ketua Panitia Anggaran). Akan tetapi, karena yang bersangkutan minta didampingi tim pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Kehormatan Parlemen Payakumbuh, pemeriksaan ditunda Rabu besok.

Tedjo menjelaskan, pemeriksaan panitia anggaran akan diprioritaskan. Pihaknya sudah menandatangani surat pemanggilan untuk diperiksa di Markas Polda Sumbar. Ada delapan orang panitia yang akan diperiksa secara maraton agar berkas perkaranya cepat dirampungkan, kata Tedjo.

Pihak Kejaksaan Tinggi Sumbar juga memberikan prioritas pemeriksaan terhadap pimpinan dan panitia anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Payakumbuh tahun 2001 dan 2002. Komitmen kami adalah menegakkan supremasi hukum., ujar Muchtar Arifin, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

Dilaporkan ke KPK

Dari Garut, Jawa Barat, diinformasikan, Garut Government Watch (GGW) melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran DPRD Garut sejak tahun 2001 hingga Maret 2003 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah munculnya berbagai hal yang tidak diinginkan dalam penyidikan kasus yang merugikan negara sekitar Rp 6,6 miliar itu.

Menurut Ketua GGW Agus Sugandi, pelaporan kasus penyalahgunaan anggaran di DPRD Garut ke KPK ini secara resmi dilakukan Sabtu lalu di Bandung. Laporan itu diterima oleh Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, kata Agus, kemarin.

Turut juga dilaporkan saat itu, tutur Agus, beberapa kasus lain yang terjadi di Kabupaten Garut. Misalnya, dugaan penyalahgunaan keuangan yang dilakukan oleh pihak eksekutif pada tahun 2001- 2003.

Pelaporan ke KPK ini, lanjut Agus, juga dilakukan untuk menangkal berkembangnya berbagai isu tidak sedap yang berkaitan dengan penyidikan kasus penyalahgunaan keuangan di DPRD Garut. Isu itu, misalnya, tentang beberapa aparat kejaksaan meminta uang kepada sejumlah anggota DPRD.

Isu tersebut memang sudah disangkal kebenarannya oleh Kepala Kejaksaan Negeri Garut Winierdy Darwis, papar Agus Sugandi.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Subbagian Humas dan Protokoler pada Bagian Umum Pemerintah Kabupaten Garut Gania Karyana mengaku belum mengetahui secara pasti masalah dugaan penyalahgunaan keuangan di lingkungan eksekutif seperti yang dilaporkan GGW kepada KPK.(JOS/NAL/NWO)

Sumber: Kompas, 8 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan