Berkas KPK Dinilai Tak Bisa ke Pengadilan Umum
Hakim konstitusi Akil Mochtar mengatakan berkas perkara dugaan korupsi yang diperiksa dan disidik Komisi Pemberantasan Korupsi tak bisa dilimpahkan ke pengadilan umum. Sebab, menurut dia, jika berkas pemeriksaan KPK dilimpahkan ke pengadilan umum, tidak mungkin Mahkamah Konstitusi memberi waktu transisi pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi selama tiga tahun. ”Kalau ke pengadilan umum, Mahkamah Konstitusi saat memutuskan pada 2006 membatalkan saja Undang-Undang KPK,” ujarnya kepada wartawan di kantornya kemarin.
Akil mengatakan, sejak awal tampaknya Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi sengaja didesain berbeda dari pengadilan umum. Kekhususan itu ada pada komposisi majelis hakim dan adanya hakim ad hoc.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pengadilan Antikorupsi Dewi Asmara mengatakan Dewan tidak akan meminta pemerintah mengeluarkan peraturan pengganti udang-undang (perpu) jika RUU tersebut gagal disahkan. Menurut Dewi, jika RUU tidak selesai, pengadilan khusus antikorupsi akan dikembalikan ke pengadilan umum.
Dewi juga mengatakan, apabila RUU tidak selesai, tidak mungkin KPK akan dibubarkan. ”Tidak ada hubungannya antara pembahasan RUU dengan keberadaan KPK,” ujar dia pada Kamis lalu. Perihal pembahasan RUU, menurut Dewi, masih ada poin yang dinilai krusial sehingga memerlukan pembahasan secara detail. Misalnya, keberadaan pengadilan khusus itu.
Akil, yang juga mantan anggota Komisi Hukum DPR ini, menilai Panitia Khusus RUU Pengadilan Antikorupsi tidak memiliki cukup waktu menyelesaikan rancangan tersebut. "Sebagai orang yang pernah ada di sana, saya pesimistis RUU ini selesai," ujarnya.
Karena itu, Akil menegaskan, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengeluarkan perpu agar KPK dapat melimpahkan kasus korupsi ke pengadilan umum. ”Harus dari perpu untuk menyatakan pemberlakuan ini," kata dia. SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 25 Agustus 2009